Sakdiyah Ma’ruf: Isu Perempuan bukan Isu Sensitif

BeritaSakdiyah Ma’ruf: Isu Perempuan bukan Isu Sensitif

Ada banyak persoalan perempuan yang kerap dianggap ‘sensitif’ sehingga jarang dibahas. Isu-isu seperti masalah pelecehan seksual, kekerasan terhadap perempuan, stereotip seksual, sebenarnya sangat relevan untuk direnungkan. Kesadaran akan isu-isu gender dan perempuan tidak hanya membutuhkan upaya intelektual, tetapi juga empati dan keterbukaan pikiran, di antaranya melalui komedi. Dalam sesi podcast berjudul ‘Breaking Gender Barriers through Comedy’, Sakdiah Ma’ruf menyatakan bahwa isu perempuan dan gender bukanlah isu sensitif yang hanya dapat dibahas secara tertutup.

Bagi seorang komika kenamaan Tanah Air yang aktif mengangkat isu perempuan dan gender ini, berbagai materi komedinya tersebut merupakan bagian dari aspirasi dan pemikirannya, sekaligus pengalaman sehari-harinya. Hal itu cukup sering membuat orang bertanya-tanya. “Saya itu sering ditanya, ‘kamu kok membawakan isu-isu sensitif? Padahal, persoalan yang sering saya bawakan di dalam komedi saya, misalnya pernikahan anak, kekerasan terhadap perempuan, konservatisme agama dan dampaknya terhadap perempuan, itu seharusnya bukan isu yang sensitif” ungkapnya. 

Wanita yang dicatat dalam daftar 100 wanita inspiratif dunia versi BBC tahun 2018 ini, sering dipuji sebagai pemberani karena mengangkat isu gender ke panggung. Selain bersyukur atas berbagai apresiasi yang diterimanya, ia juga merasakan kekhawatiran karena kenyataannya masyarakat masih sering menganggap isu perempuan sensitif, tabu, dan kontroversial. Hal itu menandakan bahwa isu penting ini belum cukup dibicarakan. 

Sakdiyah Ma’ruf menerangkan, “isu-isu perempuan, isu-isu kehidupan beragama, dan lain sebagainya itu, masih luput dari perbincangan kita. Apalagi isu perempuan kan urgent banget, itu masih luput dari perbincangan kita. Sehingga klo ada yang ngomongin itu dibilangnya ‘wow!’. Padahal yang namanya perempuan kan separuh dunia ini. Kok ngomongin perempuan dianggapnya isu sensitif dan masih tabu?”

Baca Juga  Propaganda Fitrah Gender

Ia juga memberikan pesan agar perempuan indonesia dapat bebas mengekspresikan dirinya. “Stay true to yourself” ucapnya, “tidak terlalu banyak terbatasi atau membatasi diri dengan pendapat orang tentang idealnya perempuan itu. stay true to yourself itu artinya kita tau kok kita punya suara, kita punya aspirasi, kita punya cita-cita, dan cita-citanya itu akan kemana dan di mana.” 

Wanita peraih penghargaan Václav Havel Prize for Creative Dissent tahun 2015 ini, mengharapkan agar perempuan indonesia tidak mudah berhenti karena pendapat dan stereotip orang lain. “Kalau bicara soal pendapat orang, sekarang ini kan suara perempuan itu makin lantang, nah dengan makin lantangnya itu kan makin banyak yang terusik.  Makin banyak yang terusik, semakin banyaklah label yang dialamatkan kepada perempuan yang bersuara. Men hating-lah, SJW-lah, dan lain sebagainya yang dengan mudahnya menghentikan langkah kita.”

Pendekatan gender dan isu gender dalam konteks lokal, termasuk disajikan dengan komedi, itu penting. Perubahan persepsi adalah kebutuhan saat ini dan membutuhkan orientasi dari pemerintah, media, pendidikan dan bahkan masyarakat luas.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.