Menyoal Arah Baru Taliban

Dunia IslamMenyoal Arah Baru Taliban

Afghanistan telah jatuh ke tangan Taliban. Persisnya setelah Kabul, ibu kota negara tersebut, berhasil diambil alih pada Minggu (15/08/2021). Situasi ini membuat khawatir banyak pihak, terutama masyarakat setempat yang kalang kabut melarikan diri dari negaranya. Pengalaman hidup di bawah kekuasaan Taliban pada 1996-2001 menyisakan kegetiran bagi mereka. Ketika itu, Taliban memerintah secara opresif. Syariah diinterpretasi secara ketat dan menghasilkan produk hukum yang kejam. Perempuan terutama, hak-hak mereka sangat tertindas kala itu.

Menjawab berbagai kekhawatiran tersebut, Taliban menyebut bahwa mereka telah berubah menuju arah moderat. Dalam rilisnya pada Senin (16/08), juru bicara Taliban, Suhail Shaheen menyatakan, Taliban berkomitmen menghormati hak-hak perempuan. Kaum hawa akan diperbolehkan berkiprah di ruang publik, diberi akses ke pendidikan serta pekerjaan. Tidak akan lagi terkekang seperti saat pemerintahan Taliban yang dulu.

Lebih lanjut, Shaheen meminta agar masyarakat Afghanistan tidak takut. Karena Taliban menjamin hak milik, kehormatan, serta hak hidup mereka terlindungi. Ia pun menyebutkan contoh praksis kehidupan masyarakat di distrik, yang disebutnya kini hidup normal. Kantor-kantor dan sekolah buka, perdagangan pun berjalan sebagaimana mestinya. Taliban berjanji akan menjadi abdi bagi negara dan masyarakat.

Pernyataan mengejutkan lain datang dari pejabat Taliban, Enamullah Samangani. Ia mengatakan, bahwa Taliban tidak akan balas dendam. Orang-orang yang terlibat atau mendukung pemerintahan sebelumnya akan diberi amnesti atau pengampunan. Para pegawai dan aparat pemerintahan bahkan diminta untuk segera kembali bekerja. Menguatkan pernyataan Shaheen, Samangani juga mengundang perempuan untuk nanti terlibat dalam struktur pemerintahan menurut hukum syariah.

Janji Taliban selanjutnya adalah keterbukaan untuk bekerja sama dengan dunia internasional. Sampai saat ini, mereka baru berkuasa secara de facto atas Afghanistan. Sedangkan untuk pengakuan de jure, Taliban harus bisa meyakinkan masyarakat internasional dengan membuktikan komitmennya untuk membangun pemerintahan yang inklusif dan akomodatif. Pengakuan de jure adalah kunci untuk mengadakan hubungan dan kerja sama dengan negara lain.

Salah satu upaya mereka menggalang simpati masyarakat dunia, terlihat dari pemimpin Taliban yang meminta anggotanya untuk tidak mendekati atau mengusik kompleks perwakilan asing yang berada di Afghanistan.

Pembuktian berkelanjutan pada komitmen tadi yang akan menjadi pertimbangan negara-negara lain, apakah mereka akan mengakui pemerintahan Taliban atau sebaliknya. Jika mengingat rekam jejak Taliban yang brutal dan kejam, bekerja sama dengan mereka pun seperti tak ada untungnya. Karenanya, Taliban harus bekerja ekstra keras untuk menghilangkan gambaran buram dunia internasional tentang mereka, agar lahir kepercayaan komunitas global.

Serangkaian janji tersebut menunjukkan arah baru Taliban menuju keterbukaan. Namun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa rasa takut dan khawatir masih dominan. Memori kelam pemerintahan Taliban yang konservatif berkait berkelindan di benak banyak pihak. Tidak sedikit pula yang menyangsikan janji-janji Taliban tadi. Setidaknya ada tiga alasan atas keraguan tersebut.

Baca Juga  Habib Luthfi: Islam Nusantara Bukan Agama Baru

Pertama, pernyataan Emanullah Samangani di atas mengundang pertanyaan. Perempuan disebutnya boleh turut serta dalam pemerintahan menurut hukum syariah. Pertanyaannya, hukum syariah seperti apa yang hendak diterapkan? Akankah dengan corak penerapan syariah yang substantif atau tetap kaku, normatif, dan formal seperti sebelumnya? Kita tahu, formalisasi syariah demikian tidaklah relevan dan banyak menabrak prinsip-prinsip HAM. Selanjutnya, sebagai kelompok berpaham Sunni, akankah hukum Islam yang dirumuskan Taliban akomodatif terhadap saudara Muslim lain seperti Syiah dan Ahmadiyah?

Kedua, keraguan pada Taliban tak bisa dilepaskan dari faktor ideologi. Jika sudah menyangkut ideologi dan cara berpikir, bukan hal mudah untuk menggesernya. Wajar jika kemudian masih banyak yang merespons komitmen Taliban dengan nada skeptis. Analisis Thomas Ruttig pun memperkuat asumsi ini. Direktur Afghanistan Analysts Network tersebut mengatakan, pernyataan bahwa Taliban mau berubah adalah karena tekanan politik, bukan disebabkan perubahan ideologi.

Ketiga, fakta keragaman faksi dalam tubuh Taliban, dari moderat hingga keras. Adanya sejumlah nama seperti Abdul Hakim Ishaqzai dan Sirajuddin dari faksi keras dalam jajaran petinggi Taliban, bukan tidak mungkin akan mengintervensi arah moderasi yang sedang digarap. Ishaqzai sendiri adalah negosiator andal Taliban yang turut hadir dalam perundingan dengan AS pada Februari 2020 silam. Sedangkan Sirajuddin merupakan satu dari dua panglima utama Taliban. Yang sudah-sudah, dalam tubuh kelompok garis keras kerap terjadi bertengkaran antarfaksi yang tak segan untuk melancarkan baku tembak.

Ketiga faktor di atas adalah alasan logis mengapa kekhawatiran dan keraguan pada Taliban masih kuat. Selain itu, Taliban pun disebut melanggar janjinya untuk tidak berhubungan dengan kelompok teror. Di mana kenyataannya, mereka masih menggelar hubungan dengan al-Qaeda. Dalam berbagai kesempatan, Taliban menyatakan akan menghormati HAM. Akan tetapi, pada awal Agustus lalu, milisi mereka terekam melakukan diskriminasi kepada perempuan pekerja.

Terlepas dari argumen keraguan kita, peluang moderasi yang dijanjikan Taliban adalah hal yang patut disyukuri. Bagaimanapun, kini kendali Afghanistan ada di tangan Taliban dan mereka menyatakan akan bertanggung jawab pada negerinya.

Sebagai kelompok yang berakar dari kalangan pelajar, semoga Taliban benar-benar mau belajar terbuka, menginsafi kesalahan, dan bersedia mengutamakan kepentingan bersama. Sudah saatnya masyarakat Afghanistan terbebas dari carut-marut peperangan yang telah begitu lama. Mereka berhak hidup tenteram dan merdeka. Selain mendorong terus terciptanya perdamaian di Afghanistan, kita hanya bisa menunggu babak baru negeri berjuluk Graveyard of Empires ini, akankah Taliban memenuhi janjinya? Semoga. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.