Mengenal Taliban

Dunia IslamMengenal Taliban

Akhir-akhir ini Taliban makin populer. Pasalnya, Taliban berhasil menduduki istana kepresidenan Afghanistan. PBB melaporkan bahwa kelompok ini telah mengambil alih kendali atas 50 distrik di negara tersebut. Kabar terbaru, 90 persen wilayah Afghanistan telah berada dalam kekuasaan Taliban. Dalam periode itu, konflik dan kekerasan dengan korban masyarakat sipil pun tak bisa dihindari.

Setelah jatuhnya Jalalabad, salah satu kota utama di sana, Minggu kemarin Taliban berhasil memasuki Kabul, ibu kota Afghanistan, dari berbagai penjuru. Penguasaan sentral pemerintahan itu menjadi amunisi kuat bagi Taliban untuk kembali memimpin Afghanistan. Peristiwa ini membuat kita bertanya, kelompok macam apa Taliban hingga bisa merebut kendali banyak wilayah dari pemerintah resmi Afghanistan secara cepat.

Taliban tergolong sebagai kelompok Islam garis keras yang berdiri sekitar tahun 1994. Kelompok ini berasal dari suku Pashtun, salah satu suku terbesar di Afghanistan. Merujuk pada kata “Taliban” yang berarti pelajar atau pengkaji, kelompok ini memang terbentuk dari kumpulan pelajar madrasah. Mereka mengkaji berbagai ilmu keislaman.

Kejengahan pada perang saudara, pemerintahan yang korup, juga berbagai penyimpangan sosial di Afghanistan ditengarai menjadi pendorong gerakan ini lahir. Mullah Muhammad Omar merupakan inisiator gerakan ini dengan misi memberantas kejahatan dengan mengajak serta para pelajar madrasah tadi. Tujuan mereka ialah ingin menciptakan negara berdasarkan hukum Islam.

Taliban pun kemudian berhasil mengendalikan tampuk kepemimpinan Afghanistan pada tahun 1996 hingga 2001 yang diberi nama Imarah Islam Afghanistan. Semula masyarakat setempat menyambut baik kelompok ini, namun dalam masa lima tahun pemerintahannya, mereka menerapkan hukum Islam yang sangat ketat, opresif, juga diskriminatif.

Perempuanlah yang paling menderita. Jangankan berkiprah di dunia kerja seperti laki-laki, sekolah pun mereka dibatasi. Perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa mahram dan diwajibkan memakai burqa, sedangkan laki-laki wajib menumbuhkan jenggot. Televisi, musik, dan bioskop pun dilarang. Taliban juga memberlakukan rajam serta potong tangan. Kelompok ini memperlihatkan pemerintahan konservatif dan kurang manusiawi.

Trauma masyarakat Afghanistan itu nyata. Buktinya, ketika Taliban mulai merangsek ke ibu kota negara kemarin, banyak warga negaranya melarikan diri. Mereka takut mengulang masa kelam di bawah pemerintahan Taliban. Seorang mahasiswi bahkan menceritakan bahwa ia mengubur segala hal yang menunjukkan identitasnya sebagai pelajar, karena khawatir tersisir oleh kelompok Taliban. Di rumahnya pun ia membuat ruang bawah tanah sebagai tempat persembunyian untuk keluarga.

Baca Juga  Lawan Takfir dengan Taaruf

Pada 2001, Amerika Serikat dan pasukan koalisinya berhasil menggulingkan kekuasaan Taliban di Afghanistan. Mereka dinilai memberi perlindungan kepada Osama Bin Laden dan al-Qaeda yang dianggap bertanggung jawab atas serangan di World Trade Centre (WTC), New York pada 11 September 2001.

Sejak saat itu, Amerika dan koalisinya melakukan operasi militer untuk memberantas teroris di Afghanistan yang berlangsung sekitar dua puluh tahun. Dan pengambilalihan wilayah oleh Taliban dari pemerintah resmi Afghanistan sekarang ini terjadi seiring dengan ditariknya pasukan Amerika setelah dua dekade bercokol di negara tersebut. Taliban dan Amerika telah menandatangani perjanjian damai pada Februari 2020 lalu di Doha, Qatar.

Hengkangnya pasukan Amerika dari Afghanistan menandakan tak ada lagi konfrontasi antara Taliban dan AS. Ini ibarat angin segar bagi Taliban. Terbukti dengan pergerakan mereka yang relatif cepat dalam merebut wilayah. Masyarakat pun merasa khawatir dan tak aman, apalagi setelah Presiden Ashraf Ghani meninggalkan negerinya menuju Tajikistan. Masyarakat merasa ditelantarkan dan dijual begitu saja. Kelompok Taliban disebut-sebut meminta penyerahan diri tanpa syarat dari pemerintahan Ghani secepatnya.

Jauh-jauh membahas peristiwa yang terjadi di negeri orang, sudah semestinya kita belajar dari rekam jejak negara ramai peperangan tersebut. Taliban dan Afghanistan adalah contoh nyata yang seharusnya menyadarkan kita untuk tidak ngotot mendirikan negara berbasis syariah. Sebab ongkos sosial kemanusiaannya sangat tinggi. Kelompok Taliban sendiri menafsirkan hukum Islam secara kaku, dan keras hendak mendirikan negara berbasis syariah dalam pemahaman mereka.

Islam adalah agama yang fleksibel dan sangat menghormati kemanusiaan tanpa kecuali. Islam tidak membakukan bentuk negara. Selagi pemerintahan sejalan dengan nilai-nilai Islam, apapun bentuknya tidak masalah. Hidup di bawah payung Pancasila adalah satu hal yang harus kita syukuri, karena ideologi ini adalah jalan damai antara agama dan negara. Terlepas dari apapun, kita sekalian berharap Taliban benar-benar menjalankan perjanjian damainya dengan AS, dan Afghanistan segera menemukan solusi terbaik untuk lepas dari iklim peperangan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.