Ibnu Atha’illah As-Sakandari: Ciri-Ciri Kebodohan

Dunia IslamIbnu Atha’illah As-Sakandari: Ciri-Ciri Kebodohan

Terkadang manusia kerap tidak menyadari bahwa dirinya tidak tahu. Lantas ia memaksakan dirinya menjawab segala persoalan yang tidak diketahuinya secara pasti dan bukan kepakarannya, sekedar bermodal informasi dari internet. Sikap seperti ini sudah sepatutnya dihindari. Karena jika ditelaah, kebodohan bukan berarti tidak mengetahui segala sesuatu, akan tetapi kebodohan adalah ketidakpekaan pada situasi yang mestinya dilakukan sehingga membawa kemudharatan.

Sebagaimana yang diungkap Ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam kitabnya Al-Hikam, bukti kebodohan seseorang adalah selalu menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang dilihat, dan menyebut semua yang diketahui. Hal tersebut ditengarai kebodohan, karena seharusnya ia mengerti bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu dibutuhkan penguasaan yang baik atas ilmu yang bersangkutan, tentu perkara demikian sangat mustahil. Sebab dalam al-Quran Allah Swt berfirman, Dan kamu tidaklah diberi pengetahuan melainkan sedikit (QS. al-Isra: 85).

Kebodohan ini berlaku bagi seorang murid atau seorang ‘arif. Di masa pandemi ini, tak sedikit para pakar berbicara di luar kepakarannya. Para agamawan berbicara sekonyong-konyong tentang covid-19 dan penolakan vaksinasi. Padahal, jelas ia bukan pakar yang memahami keilmuan medis, sehingga sanggahannya ini tidak berdasar. Seorang guru bahasa yang memaksakan dirinya menjawab pertanyaan tentang pelajaran matematik, tentu ini sebuah kebodohan. Kekeliruan tersebut, tidak saja dari guru yang menjawab, tetapi dari murid yang salah bertanya pada seorang yang bukan ahli pada bidangnya.

Syahdan, mengungkapkan semua yang diketahui merupakan bukti tidak adanya kemampuan dalam memilah-milah ilmu pengetahuan. Mungkin karena kapasitas keilmuan manusia itu sedikit dan terbatas, sehingga ketika yang semua kita ketahui itu diberitahukan pada orang lain menjadi tidak layak. Sebab bisa membahayakan, mendatangkan kerusakan, atau penolakan manusia.

Baca Juga  Keniscayaan Mencintai Rasulullah SAW

Oleh sebab itu, al-Hallaj dibunuh setelah ia menyebarkan sedikit rahasia ilmunya dengan berkata, “Di balik jubah ini adalah Allah”. Kita pun mengetahui, kebenaran yang diterima para nabi dari Tuhannya itu dirahasiakan hanya dirinya saja yang mengetahui, lain dengan para Rasul yang harus menyampaikan segala risalahnya untuk dibagikan kepada umat manusia.

Walhasil, kita mesti berhati-hati, segalanya akan berbeda ketika apa yang dipikirkan, dirasakan manakala diwujudkan melalui kata-kata. Terlalu narsis membanggakan diri sebagai orang yang berilmu itu dilarang. Jadi cukuplah menjawab dan menyampaikan kata seperlunya saja. Jika kita tidak mengetahui jawaban dari sebuah pertanyaan, maka mengakui dengan jujur tidak mengetahui itu lebih baik dan lebih mencegah dari kerusakan. 

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.