Semangat Para Pembangun Peradaban Islam

KhazanahSemangat Para Pembangun Peradaban Islam

Peradaban Islam pernah menjadi kebanggaan besar sebagai pusat pembelajaran dunia. Selama berabad-abad, perpustakaan Baghdad dikunjungi oleh orang-orang dari penjuru dunia, dan menjadi pusat pendidikan utama. Bahasa Arab pun menjadi bahasa akademis utama di Eropa bahkan di dunia abad pertengahan. Tetapi, situasi kita zaman sekarang ini sangat berbeda. Meskipun kita sering mengutip warisan sejarah Islam bangga dengan apa yang pernah ada, tampaknya keinginan untuk meniru pencapaian peradaban Islam di masa keemasannya. 

Setidaknya, kita perlu melihat para Sahabat Nabi SAW yang bermigrasi (hijrah) di masa tahun-tahun awal Islam, mereka yang menghadapi tugas pembangunan peradaban yang sangat besar, dari nol. Semangat ini telah diturunkan kepada generasi Muslim selanjutnya yang kemudian membangun kota-kota besar dan kerajaan dari Timur ke Barat. Ini adalah semangat yang mungkin telah kita hilangkan, bahkan saat kita membawa kemuliaan prestasi mereka di lidah kita. Bagaimanapun, dalam upaya untuk meniru generasi terbaik, kita harus mengadopsi pola pikir mereka. 

Muslim era sekarang semestinya mencari dan mewujudkan kembali kemampuannya untuk mengubah kondisi di mana dia tinggal, serta untuk menciptakan dan menggerakkan sejarah. Sebagaimana Allah SWT berfirman, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’d: 11). Para sahabat Nabi SAW sendiri tidak muncul dari ketidakjelasan, mereka menjalani proses kesulitan dan membuktikan pengabdian mereka kepada Allah SWT dan sesama makhluk-Nya, sehingga Allah SWT mempersiapkan peran mereka yang besar dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia. 

Generasi Muslim terdahulu berhasil menemukan makna tempat mereka di dunia dan bekerja menuju tujuan bersama. Mereka berhasil menunjukkan kepribadian yang berbeda dan lebih unggul. Hal demikian merupakan ciri khas dalam ajaran agama dan proses sejarah kita sendiri. Bagaimanapun, kita selalu diajarkan untuk melakukan berbagai hal dengan kualitas terbaik. Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah memerintahkan agar kamu melakukan semua tindakan dengan Ihsan ( HR. Muslim)

Kemandirian yang lahir dari kekokohan budaya dan psikologis Muslim awal, hampir dilupakan bagi generasi saat ini. Kita mungkin tidak dapat membayangkan memulai dengan sesuatu yang kecil dan mengandalkan bakat yang baru untuk sukses, berhasil mengatasi masalah, dan membangun sesuatu yang hebat. 

Baca Juga  Komitmen Umat Islam Terhadap Pancasila

Misalnya, Abdurrahman bin ‘Auf, ketika dia tiba di Madinah selama periode Hijrah, dia bertemu dengan tawaran rumah dan potensi pernikahan tetapi menolak semuanya, meminta pinjaman kecil agar dia bisa mulai berdagang dan berjualan di pasar untuk membangun kekayaannya sendiri. Ini dia lakukan dan segera menjadi salah satu orang terkaya di kota. 

Abdul Rahman I yang dijuluki elang Quraish, pendiri dinasti Bani Umayyah di Spanyol, mengembara sendirian melalui padang pasir Asia dan Afrika. Ia memiliki keberanian untuk mencari kesuksesan di negeri-negeri yang tidak dikenalnya di seberang lautan. Meskipun tidak memiliki apa-apa untuk diandalkan kecuali kecerdasan dan ketekunannya sendiri, ia tetap mengalahkan musuh-musuhnya yang sombong, membasmi pemberontak, mengorganisir kota-kota. Abdul ahman I membuktikan kualitasnya sendiri yang layak menjadi pemimpin, ia tidak tergantung pada siapapun kecuali tekadnya sendiri. (Leadership and Subordination: An Islamic Perspective, h. 12)

Generasi awal Muslim mencontohkan semangat pembangunan yang luar biasa ini. Dimulai dengan hijrah pertama ke Abyssinia (613-615 M) dan dilanjutkan dengan hijrah Nabi kedua dari Mekah ke Madinah pada 622 M (1 Hijriah). Migrasi atau hijrah untuk mendirikan Islam terus berlanjut selama kekhalifahan Rasyidin, Umayyah, dan Abbasiyah. Orang-orang beriman selalu berani untuk merubah kehidupan mereka, meninggalkan rumah dan bisnis mereka, untuk  membangun komunitas, kota, dan kerajaan di tanah yang baru. Mereka dapat melakukan ini bukan hanya karena mereka percaya pada janji Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga karena mereka memiliki moral dan mental keberanian yang selalu ingin menaklukkan tantangan. 

Muslim awal selalu memiliki pola pikir yang gigih dan inovatif, yang mendorong mereka untuk mencapai sesuatu yang tinggi, dan menaklukkan dunia. Mereka tidak memisahkan kekuatan spiritual dari budaya dan psikologis. Islam tidak disampaikan secara instan, wahyu turun selama 23 tahun dan para Sahabat mengalami perkembangan pribadi yang luar biasa dalam prosesnya bersama Islam. Perjuangan yang dihadapi para perintis peradaban Islam, dengan keberanian mental dan budaya yang mereka miliki, menjadikan mereka sebagai laki-laki dan perempuan hebat yang ditakdirkan untuk melakukan hal-hal besar. Tidak ada alasan kita tidak meniru mereka dan melakukan berbagai pekerjaan kita dengan semangat yang sama. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait