Konsistensi Muhammadiyah Menjaga NKRI dan Kewarasan Beragama

BeritaKonsistensi Muhammadiyah Menjaga NKRI dan Kewarasan Beragama

Semenjak era kolonial, gerakan civil society memiliki peran besar dalam membersamai dan membina masyarakat di tengah tekanan penjajah. Persyarikatan Muhammadiyah yang pada 18 November 1912 atau bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, menjadi gerakan sipil yang bersifat multi-wajah. Aktivitasnya hampir menyentuh seluruh bidang yang menjadi hajat masyarakat luas, seperti aspek keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Muhammadiyah mempunyai komitmen pada penguatan basis umat agar mampu melakukan aktivitas yang bisa mentransformasi masyarakat menuju suatu tatanan yang baik dan berkemajuan.

Siapapun mungkin akan sepakat, bangsa ini sedang dilanda krisis multi-dimensional yang cukup akut. Mulai dari kesenjangan ekonomi yang kian nyata, persoalan sosial-budaya yang awet, korupsi, dan kehidupan politik yang tak kunjung kondusif. Permasalahan tersebab pandemi Covid-19 juga semakin menambah daftar panjang problematika NKRI. Menyusul isu sosial-keagamaan yang kian memperkeruh polarisasi di tengah masyarakat.

Melalui laporan Carnegie Endowment for International Peace (CEIP) disebutkan bahwa masyarakat sipil secara global mengalami disrupsi, bahkan sejak sebelum masa pandemi. Beragam regulasi, praksis, dan realitas politik di banyak negara semakin mencekik masyarakat. Yang lebih mengkhawatirkan, ada sejumlah oknum di berbagai negara mengambil manfaat di tengah krisis ketika kelompok masyarakat sipil kurang memiliki daya kemampuan untuk melawan balik.

Sejatinya, dinamika dalam bentuk apapun itu ialah suatu proses sehat yang harus dijalani dengan psikologi optimis. Untuk itu, sekeras apapun badai yang menerpa bangsa ini, pasti akan selalu ada pembelajaran untuk mendewasakan. Di ufuk timur sana, fajar baru kehidupan sedang menunggu untuk disapa.

Muhammadiyah membuktikan komitmennya untuk terus berpartisipasi aktif dalam mengentaskan masalah umat dan bangsa. Selain daya juang yang dulu terlihat ketika mempertahankan Tanah Air dari agresi Belanda, setiap kali ada guncangan yang mendera negeri ini, Muhammadiyah tampil dengan sikap arif yang mengedepankan maslahat.

Sebagai organisasi independen non-state, persyarikatan ini terbukti telah turut ambil bagian dalam ikhtiar negara berperang melawan wabah Covid-19, dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan dan menyusun strategi mitigasi untuk menangani dampak lebih lanjut dari pandemi. Ketika melihat penanganan pemerintah yang dirasa lamban, Muhammadiyah pun tak segan mengkritisi langkah dan kebijakan pemerintah agar penanganan wabah lebih terarah, efektif, dan maksimal.

Beberapa kali Muhammadiyah mengeluarkan fatwa dalam rangka merespons situasi pandemi. Teranyar, ormas ini menelurkan fatwa terkait Idul Adha. Di antaranya, pertama, tersebab tingginya persebaran Covid-19, segala bentuk ibadah yang memancing kerumunan termasuk shalat Idul Adha sebaiknya dilakukan di rumah guna menekan laju penularan.

Selanjutnya, umat Islam diminta untuk meningkatkan sikap peduli, solidaritas sosial, dan lebih mengutamakan membantu para korban pandemi. Sederhananya, dalam kondisi sekarang, menolong mereka yang menjadi korban wabah lebih dianjurkan ketimbang melakukan kurban yang hukumnya sunnah muakkadah. Untuk itu, Muhammadiyah berpandangan, bagi yang hanya mampu berkurban, dana untuk pengadaan hewan kurban tersebut sebaiknya dialihkan untuk menyantuni masyarakat yang terdampak kovid. Hal ini kemudian dihitung sebagai infak atau sedekah.

Baca Juga  Membumikan Pancasila ala Santri

Namun demikian, Muhammadiyah tetap menekankan mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih untuk tetap melaksanakan ibadah kurban sekaligus infak untuk membantu para korban yang membutuhkan.

Muhammadiyah mencoba bertindak sebagai gerakan Islam arus tengah dalam diskursus keberagamaan umat Islam yang kompleks saat ini. Merebaknya teologi maut di berbagai lapisan masyarakat adalah salah satu ancaman nyata, padahal Islam ialah agama kehidupan.

Hal tersebut tak terpisahkan dari fenomena gerakan Islam Syariat—dalam istilah Haedar Nashir—yang hendak mengubah Indonesia menjadi sebuah negara teokratis. Konservatisme agama sedikit banyak telah menghasilkan pribadi-pribadi Muslim yang   relatif kaku, reaktif, cenderung merasa paling benar, dan kurang menolerir perbedaan.

Melihat fakta di atas, masa depan gagasan keindonesiaan dan keislaman yang ramah menjadi hal yang dipertaruhkan. Dalam hal ini, Muhammadiyah teguh menyatakan kesetiaan pada Pancasila sebagai relasi damai antara agama dan negara. Pancasila ialah komitmen kebangsaan agar Indonesia tidak terombang-ambing pada tarik-menarik kepentingan ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Keragaman kita dapat dipayungi oleh ideologi ini.

Upaya mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat dengan intelektualitas menjadi concern yang tak henti ditekankan oleh Muhammadiyah. Masyarakat harus dibekali ilmu agar tidak tergerus realitas dan sekadar membeo tanpa memahami. Para cendekiawan Muhammadiyah menjadi figur yang cakap dalam memberikan pencerahan. Seperti Buya Syafi’i Ma’arif, satu dari tiga pendekar Chicago. Pemikiran dan sikap hidupnya mencerminkan sosok negarawan sejati.

Buya merupakan ulama yang banyak menyumbang pandangan dan pemikiran segar. Ia dikenal pula sebagai tokoh lintas agama yang berjuang keras menggalakkan toleransi di Indonesia. Buya adalah tokoh Muhammadiyah yang amat representatif dan patut menjadi teladan dalam segala upaya menjaga NKRI dan mengawal kewarasan publik dalam beragama dan bernegara.

Umat Islam harus piawai membaca peta realitas Indonesia supaya aktualisasi keberagamaannya menjadi tepat sekaligus relevan dengan persoalan kebangsaan dan kemanusiaan yang kian hari seakan tak ada ujungnya.

Di tengah kegaduhan dan persoalan yang terjadi di negeri ini, pendulum perjuangan Muhammadiyah mengarah pada tujuan yang berimbang. Persyarikatan ini menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat dan masyarakat sekaligus oposisi yang kritis, solutif, dan konstruktif bagi pemerintah.

Bangunan bangsa Indonesia tak lepas dari kiprah Muhammadiyah yang selalu terbuka menjawab tantangan zaman. Siap berlaga untuk menjaga keberlangsungan bangsa, negara, dan agama. Dari sini kita belajar, bahwa organisasi kemasyarakatan apapun, sudah seharusnya membangun misi untuk berkhidmat kepada masyarakat yang juga siap menawarkan solusi bagi persoalan keumatan. Selamat milad ke-112 (Hijriah) Muhammadiyah. Semoga semakin progresif dan penuh karya. Wallahu a’lam.

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait