Indonesia Proklamirkan Kemerdekaan di Bulan Ramadhan

KolomIndonesia Proklamirkan Kemerdekaan di Bulan Ramadhan

Dalam kalender hijriyah, Ramadhan menjadi bulan istimewa bagi umat Muslim. Lebih istimewanya lagi, tepatnya pada 17 Agustus 1945 atau hari ke-9 Ramadhan 1364 H ini, bangsa Indonesia juga memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Teks proklamasi dibacakan di depan rumah Bung Karno yang berlokasi di Pegangsaan Timur No. 56 yang kini diabadikan menjadi Tugu Proklamasi.

Sejak dibacakannya teks proklamasi, peristiwa itu menjadi tonggak sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Dalam proses menuju kemerdekaan, tulis jurnalis Brian May pada bukunya The Indonesia Tragedy (1978), Indonesia dilahirkan setelah sebuah penculikan. Tentu, maksud dari penculikan di sini tak asing kisahnya, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh sekelompok pemuda pejuang kemerdekaan yang dibawanya ke Rengasdengklok.

Pengasingan kedua tokoh tersebut, dikarenakan desakan pemuda agar segera memproklamasikan kemerdekaan terlepas dengan ikatan Jepang. Sebagaimana diketahui, baik Bung Karno maupun Bung Hatta secara tegas menolak permintaan itu. Sebab, sebelumnya telah terjadi kesepakatan dengan Jepang untuk memberi jaminan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dalam pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Tyumbi Linkai. Bung Karno diangkat sebagai ketua dan Bung Hatta sebagai wakil ketuanya. Hal yang didiskusikan pada kepanitiaan itu, tidak lain menyelesaikan segala soal yang berkaitan dengan kemerdekaan, terutama mengenai UUD yang rancangannya telah ada.

Adapun kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang disepakati pada tanggal 24 Agustus 1945. Meski kala itu, jarak penyusunan PPKI yang dibentuk pada 7 Agustus 1925 menuju kemerdekaan telah dekat, tetapi pada peristiwanya pengeboman Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat dan penyerbuan pasukan Uni Soviet ke Manchuria menyebabkan Jepang menyerah pada sekutu dalam Perang Pasifik 15 Agustus 1945. Jika Kondisi ini tidak dimanfaatkan dengan sangat baik untuk segera dibacakan proklamasi, maka Indonesia yang posisinya berada di jajahan Jepang, alih-alih berharap bisa merdeka justru berpindah tangan jajahan pada tentara sekutu yang mengalahkan Jepang, yakni Amerika Serikat atau Uni Soviet.

Dengan semangat yang menggelora, kelompok pemuda dan gerakan bawah tanah anti Jepang sigap mengambil kesempatan langka ini. Tujuan dari pengasingan atau penculikan itu sendiri sebenarnya untuk menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari segala pengaruh Jepang terkait penyegeraan kemerdekaan. Selama pengasingan seharian penuh Bung Karno dan Bung Hatta pada 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di Jakarta Ahmad Soebardjo dari golongan tua bertemu dengan Wikana dari kaum muda. Pada pertemuannya kesepakatan terjalin antar keduanya, bahwa proklamasi kemerdekaan harus segera diadakan di Jakarta.

Baca Juga  Memahami Fenomena Habib

Syahdan, Bung Karno dan Bung Hatta dijemput dari tempat pengasingannya oleh Ahmad Subardjo dan sekretaris pribadinya Jusuf Kunto untuk kembali ke Jakarta. Mulanya, kedua tokoh senior ini terlebih dahulu menemui Nishimura untuk mengadakan kesepakatan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, tetapi Nishimura menolak kehendak tersebut karena Jepang telah terikat untuk menjaga status quo di daerah yang didudukinya (Notosusanto: 1976). Pernyataan tersebut menimbulkan kegelisahan, sampai pada titik pengambilan keputusan kemerdekaan Indonesia harus ditentukan oleh bangsanya sendiri bukan orang lain.

Pada akhirnya, konsep naskah proklamasi segera disusun oleh Bung Karno pada secarik kertas, sementara Bung Hatta dan Ahmad Subardjo juga ikut menyumbang pemikiran secara lisan. Demikian di keesokan paginya, mereka bersiaga di serambi muka. Para wakil-wakil bangsa diajak untuk menandatangani naskah proklamasi tersebut, tetapi atas usulan Sukarni bahwa sebaiknya yang menandatangani naskah proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta dan atas nama bangsa Indonesia.

Atas rahmat Tuhan yang Maha Esa dan ridha-Nya di bulan suci Ramadhan, tepat pada 17 Agustus 1945 naskah proklamasi dibacakan oleh Bung Karno yang diperdengarkan bagi bangsa Indonesia sebagai awal dari kemerdekaannya terbebas dari jajahan bangsa asing. Tingginya semangat kobaran api untuk meraih kemerdekaan bangsa Indonesia mencapai pada puncaknya. Sorak-sorai kemenangan terdengar bergemuruh menyaingi jauh rasa haus dahaga dan lapar para umat Muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan.

Sebagaimana Ramadhan yang menjadi bulan penyegaran jiwa spiritual. Demikian bagi umat Muslim, Ramadhan bukan saja bermakna sebagai bulan mulia, melainkan sebagai penyegaran untuk lebih mencintai kembali negeri kita ini. Walhasil, semoga jiwa kebangsaan dan spiritual umat Islam yang tumbuh secara bersamaan di bulan suci Ramadhan menjadi perisai bagi keutuhan negara Indonesia.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.