Membangun Kesehatan dengan Berpuasa

KolomMembangun Kesehatan dengan Berpuasa

Puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tapi juga harus bisa mengendalikan hawa nafsu dalam diri. Allah memerintahkan kita berpuasa pada bulan Ramadhan bukan tanpa alasan, puasa banyak mengandung nilai kesehatan dan implikasi etika dengan kesehatan jiwa dan moral dalam norma kehidupan bermasyarakat. Singkatnya, puasa tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga rohani.

Meski begitu, pada dasarnya kembali ke manusianya akan mematuhi Allah atau tidak sebagai kaidah-kaidah kebenaran dan kebaikan yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatannya. Kesehatan baik tubuh maupun jiwa. Melalui bulan Ramadhan, Allah mencurahkan rahmat dan barokahnya, termasuk kesehatan agar tetap produktif meningkatnya ketakwaan dengan fokus beribadah.

Karena menurut medis, puasa bermanfaat bagi kesehatan, juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan berpuasa, seseorang akan mengistirahatkan kerja-kerja organ pencernaan. Aktivitas puasa juga tidak sama sekali membuat tubuh kekurangan zat gizi dalam tubuh. Melalui puasa, beberapa organ tubuh diistirahatkan selama beberapa jam yang tidak khawatir menjadi kurus ataupun gemuk.

Dalam diri manusia, setidaknya ada tiga kecenderungan yang akan mempengaruhi jiwa. Pertama, kemarahan atau amarah, yakni emosional yang memberontak secara berlebihan. Hawa nafsu yang tak terkendalikan ini biasanya menimbulkan rasa benci, dendam, murka, dan semacamnya yang menjadi tidak seimbang, labil, dan tidak bisa dikompromi.

Kedua, gairah syahwat, yakni memperturutkan hawa yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan biologis tak terkendali dan berlebihan. Bukan berarti tidak baik, tapi hawa nafsu ini jika dibiarkan berkuasa, maka manusia akan terus terjerembab pada kenikmatan sesaat. Bukan kesehatan yang didapat, malah terjebak kenikmatan duniawi lain.

Ketiga, kekuatan berpikir, yakni mengelola pikiran atau memerah otak. Sebetulnya positif saja kecenderungan ini selagi tidak berpikir secara berlebihan, baik memikirkan tentang keagamaan, atau implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada intinya, kita harus mampu mengelola sekaligus mengendalikan tiga kecenderungan tersebut, agar keseimbangan dalam kesehatan saat puasa tetap terjaga dengan baik. Banyak manfaat kesehatan dari puasa, sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berpuasalah kamu sekalian, niscaya kalian akan sehat.”

Menurut medis, makan dan minum berlebihan bisa membahayakan organ-organ dalam tubuh seperti lambung, ginjal, fungsi hati, dan lainnya. Perut sangat sensitif terhadap asupan makanan dan minuman yang tidak menyehatkan. Sepertinya tidak ada pencegahan dan pengobatan yang lain atas penyakit-penyakit yang ada selain mengistirahatkan sejenak organ-organ dalam perut. Tidak dianjurkan makan dan minum secara berlebihan dengan membatasi hawa nafsu (diet) yang lebih adalah puasa.

Baca Juga  Quraish Shihab: Takbir Bukan Untuk Memecah Belah

Agar puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, maka sebaiknya kita mengisinya dengan hal-hal positif dengan ritual peribadatan yang bersifat transenden. Mendekatkan diri kepada Allah akan membersihkan hati dan jiwa kita. Hati suci, jiwa bersih, rasa benci akan hilang dan iman kita meningkat untuk lebih peduli sesama.

Karenanya, kaum Muslim yang berpuasa, akan dihadapkan berbagai cobaan yang menggoda, tantangan dalam lingkungan, dan ujian berat lainnya. Berbagai kebiasaan ditinggalkan, seperti sarapan sayur lontong, kopi pahit panas dan rokok dipagi hari, bersetubuh dengan istri tercinta. Harus berupaya sekuat tenaga menahan diri karena hal itu tengah diharamkan apabila dilakukan pada siang bolong.

Namun, substansinya bukan itu. Hakikat dari puasa adalah pengendalian. Kita masih bisa merokok, makan, dan bercumbu, hanya waktunya saja disesuaikan. Kebutuhan biologis di atas, masih bisa disesuaikan waktunya. Hanya saja kebiasaan waktu yang membuat kita merasa puasa adalah hal yang memberatkan. Padahal banyak nilai positifnya, termasuk dalam hal kesehatan.

Terlebih pada era modern seperti sekarang ini, dahaga spiritualisme dapat hadir mengisi ruang-ruang sepi dan keruh. Pembersihan jiwa dengan mendekatkan diri kepada Allah juga menampilkan wajah agama cinta dan kedamaian di tengah polusi kebencian, permusuhan, dan kekerasan yang merebak akhir-akhir ini.

Proses berpuasa dengan terus mencurahkan perhatian terhadap Allah SWT, seperti satu bulan Ramadhan, bisa menjadikan seseorang mempunyai karakter “ihsan” (Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur’an: Penyejuk Hati, 2017: 237). Jika seseorang mencapai derajat ihsan, ia bagaikan telah menapak kaki di langit dan bumi. Apapun yang diminta akan terkabul, permintaannya akan dipenuhi. Inilah kesehatan yang diharapkan, baik secara jasmani, maupun rohani.

Misalnya, luangkan satu waktu untuk membaca al-Quran, maka kedamaian terasa. Kekerasan, kebencian, dan permusuhan sama sekali tidak ada, itu hanya sifat manusia yang kurang sehat dalam hal rohani. Makan dan minum secara sembunyi-sembunyi saat puasa, sama saja membohongi diri sendiri dan tentu saja Tuhan mengetahui apapun yang kita lakukan.

Karena itu, memaknai bulan Ramadhan dengan melaksanakan kewajiban berpuasa, harus kita lakukan dengan pemaknaan yang substantif. Bahwa puasa itu menyehatkan secara fisik dan menyehatkan secara batiniah atau rohaniah. Dengan begitu, insya Allah hidup kita akan lebih sehat dan terarah. []

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.