Positive Thinking adalah Sunnah Nabi SAW

KolomPositive Thinking adalah Sunnah Nabi SAW

Di negeri ini, masih banyak orang-orang yang beragama secara emosional, tempramentil, dan jatuh dalam pikiran negatif yang cukup dalam. Padahal, Hati seorang muslim dituntut untuk bersih dari berbagai emosi negatif yang memicu krisis mental seperti ini. Pikiran turut andil dalam menentukan keadaan emosional, serta pada akhirnya memengaruhi perilaku lahiriah kita. Adanya kelompok religius yang suka rusuh dan marah-marah memang mengherankan. Sebab pada dasarnya, umat Islam senantiasa diajarkan untuk berperilaku baik, untuk itu, peran pikiran yang positif dan akal sehat sangat sentral dalam diri seorang Muslim.

Positive thingking dan mengasah kecerdasan emosional adalah sunnah Nabi SAW. Siapapun yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad dan bertemu langsung dengan beliau, pasti akan melihat Rasulullah SAW sebagai sosok yang sangat positive thinking. Beliau dikenal sangat optimistik dan selalu mengharapkan kebaikan. Ibn Abbas, salah satu sahabat yang paling dekat dengan Nabi SAW, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang optimis dan dia tidak memandang ramalan buruk, dan dia menyukai nama-nama baik. (HR. Ahmad no. 2762).

Selain itu, dorongan untuk selalu yakin, positif, dan optimis sebenarnya terintegrasi dengan perilaku ibadah harian umat Islam. Misalnya, positive thinking saat berdoa dan beribadah kepada Tuhan. Nabi menyuruh kita untuk berdoa kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa-doa tersebut akan dijawab dengan cara terbaik. Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa Dia akan menjawabmu. (HR. Tirmidzi no. 3479). Itu artinya, berdoa adalah praktik berpikir positif. Orang berdoa setiap akan tampil sebagai orang yang optimis. maka dari itu, seorang mukmin harusnya tidak pesimis atau sinis, tetapi penuh dengan optimisme.

Meskipun tidak tahu persis bagaimana sesuatu berjalan nantinya, kita harus fokus pada harapan-harapan yang baik dan memelihara pikiran positif. Kita tidak diperbolehkan mempercayai ramalan, tetapi diajarkan untuk mengharapkan yang terbaik dari Allah. Nabi SAW bersabda, Tidak ada ramalan, tapi yang terbaik adalah optimisme. Dalam riwayat lain, Nabi juga berkata berkata, Saya mengagumi optimisme, perkataan yang indah, perkataan yang baik. (HR. Bukhari no. 5422). Itu berarti Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk selalu optimis, terus berharap dan yakin pada ketentuan terbaik dari Allah. Maka dari itu, positive thinking merupakan salah satu sunnah Nabi SAW yang amat esensial.

Pikiran positif menghasilkan optimisme, perasaan baik, perbuatan baik, kedamaian pikiran, rasa syukur, ketenangan, kepuasan, dan keadaan emosional positif lainnya. Banyak sahabat Nabi menganggap keterampilan mengarahkan pikiran pada hal-hal positif sebagai pancaran keimanan sejati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir QS. Ali Imran 191, ada riwayat tentang banyak sahabat Muhammad SAW yang berpendapat bahwa pancaran atau cahaya iman adalah tafakur (refleksi diri).

Baca Juga  Zakat Pengetahuan adalah Mengajarkannya

Tafakur atau merenungi anugera dari Allah itu sendiri merupakan tindakan ibadah yang mengarah pada rasa syukur, kepuasan, dan kebahagiaan. Tafakur juga merupakan aktifitas orang-orang yang berpikiran jernih dan lurus dalam al-Quran, yang diberi gelar ‘Ulul Albab’ . Sebagaimana yang digambarkan dalam QS. Ali Imran ayat 190-191. Imam Al-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya menerangkan bahwa ulul albab adalah orang-orang yang membuka akal dan pikirannya untuk melihat, menyimpulkan, dan mengambil ibrah dalam setiap ciptaan Allah.

Menurut sebuah riwayat, Nabi SAW mengatakan bahwa, berpikir baik tentang Allah adalah bagian dari ibadah yang sangat baik di mata Allah (HR. al-Tirmidzi no.3970). Pikiran yang baik tentang Allah, harapan di akhirat, para nabi, pahala, amal baik, dan sebagainya adalah pikiran positif seorang Muslim yang harus dirawat dalam spiritualitasnya. Tidak diragukan lagi, pikiran yang positif menghasilkan kebijaksanaan dan pencerahan di dalam hati seseorang.

Selain itu, Islam sangat memperhatikan kesehatan pikiran dan mental. Muslim dianjurkan untuk bertawakal setelah berusaha. Selain sebagai bentuk kehambaan kita kepada Allah, tawakal juga menjauhkan kita dari overthinking atau kepikiran secara berlebihan. Tawakal kepada Allah berarti, kita tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal di luar jangkauan atau kendali kita.

Overthinking atau terus-menerus khawatir atau memikirkan hal-hal yang terlalu jauh, hanya akan mengalihkan perhatian seseorang dari hal lain yang dapat diubah. Hal demikian sangat merugikan produktivitas manusia. Di dalam Kitab al-Fawaid (1/175), Ibn Qayyim, ulama besar kita, memperingatkan bahwa memikirkan hal yang tidak penting adalah pintu kesalahan. Seseorang yang memikirkan sesuatu yang bukan urusannya, akan melalaikan apa yang seharusnya jadi perhatiannya.

Singkatnya, Islam mengajarkan kita agar selalu berpikir ke arah yang baik, serta mengabaikan pikiran yang buruk, sebagaimana praktik Nabi SAW. Segala bentuk emosi negatif seperti iri hati, kecemburuan, amarah, pasangka, dan kedengkian, dinilai sebagai penyakit hati yang tidak boleh dipelihara. Berpikir positif mengarah pada pandangan optimis dan harapan yang baik kepada Allah dan rahmat-Nya. Harapan yang baik ini adalah rahasia batin yang membuat doa dan ibadah kita menjadi efektif dan memuaskan. Positive Thinking tidak membutuhkan usaha yang berat, namun memberikan dampak yang luar biasa dalam hidup kita.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.