Mengenang Pemikiran Feminisme Nawal el Saadawi

KolomMengenang Pemikiran Feminisme Nawal el Saadawi

Sosok Nawal el Saadawi dikenal sebagai pembela hak-hak perempuan dan berjuang keras melawan maraknya praktik mutlilasi alat kelamin perempuan. Sebagai salah satu aktivis feminis dunia, Nawal el Saadawi telah banyak menginspirasi. Pemikiran-pemikiranya yang meninspirasi itu tertuang dalam banyak karyanya yang fenomenal seperti Wanita dan Seks, Perempuan di titik nol, dan Memoar dari Penjara Wanita.

Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media CNN pada 2011, Nawan el Saadawi pernah berkata, “Perempuan tidak bisa dibebaskan dalam masyarakat kelas atau masyarakat patriarki yang didominasi laki-laki. Inilah mengapa kita harus menyingkirkan, melawan penindasan kelas, penindasan jender, dan penindasan agama. Kita tidak bisa bicara tentang revolusi tanpa perempuan”

Nawan el Saadawi begitu berani dan bersemangat menyuarakan ketidakadilan pada perempuan. Ia mencoba membebaskan kaum perempuan dari berbagai bentuk pelecehan, diskriminasi, dan marjinalisasi yang disebabkan oleh sistem patriarkat yang berkelas-kelas dalam masyarakat manusia secara totalitas. Terlihat jelas dalam bukunya Perempuan di Titik Nol, el Saadawi dengan tegas menuliskan, “perkawinan adalah lembaga yang paling kejam untuk kaum perempuan”.

Namun tak dipungkiri, agama-agama di dunia memiliki peran dan prinsip yang hampir sama, tentang keharusan kaum perempuan mengikuti kaum lelaki, dimana konsep patriarki itu tumbuh. Banyak klaim dan dalil-dalil yang diduga dari Tuhan, menetapkan nilai klasifikasi serta kekuasaan lelaki di dalam rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat. Kaum laki-laki memvonis dirinya lebih kuat daan lebih kuasa atas perempuan, bahkan diyakini perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Sejatinya kaum perempuan bukanlah kelompok yang lemah seperti yang banyak orang asumsikan.

Sejarah telah membuktikan pada kita, bahwa perempuan telah memberikan sumbangsih intelektual dalam peradaban dunia. Kita mengenal Syifa al Adawiyah, intelektual perempuan massa Rasulullah SAW, juga sebagai guru perempuan pertama dalam Islam. Lalu Fatimah al-Fihri, pendiri universitas pertama di dunia. Sejatinya agama Islam dan agama Samawi adalah fase kemajuan bagi pengembangan dan perluasan dalam berbagai aspek kehidupan. Dan keterlibatan perempuan mesti terus di sama ratakan. Islam sendiri memberikan hak-hak pada perempuan sejak massa Rasulaullah, seperti contoh perempuan yang disebutkan di atas.

Sebuah syaiir berbahasa arab yang amat indah dan sarat makna mengatakan, al ummu madrosatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq. Seorang ibu adalah madrasah pertama dan utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau akan memperoleh generasi terbaik. Artinya, begitu besar sumbangsih-sumbangsih kaum perempuan pada peradaban dunia, maka ketika banyak terjadi penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan semecamnya, maka itu harus ditentang, dilawan, dan dihentikan.

Baca Juga  Imam Al-Ghazali: Manusia Berlidah Dua

Selain sumbangan intelektual, kaum perempuan dalam sejarahnya menunjukan bahwa gerakan revolusi dan peperangan merebut kemerdekaan. Kaum perempuan turut berkontribusi mempercepat proses pembebasan perempuan di Timur dan Barat, sebagaimana perang kemerdekaan Aljazair, gerakan pembebasan perempuan di Palestina. Di Indonesia sendiri kita mengenal tokoh-tokoh perempuan hebat yang pergerakannya dalam membela hak-hak perempuan seperti RA. Kartini dengan bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang, Cut Nyak Dien dengan gerakan fisiknya melawan penjajah, Dewi Sartika, penggas sekolah isteri di Jawa Barat, dan Rahmah el Yunusiah yang mendirikan perguruan putri di Padang Panjang.

Tetapi yang paling penting, menurut el Saadawi, kaum perempuan tidak akan terbebaskan dari sistem patriarki kecuali dari diri sendiri mereka memulai merubahnya dan berusaha mengangkat harkat dan martabatnya. Dengan gagasan perubahan dan moderisasi, el Saadawi mengajak pada kaum perempuan untuk kuat, dimulai dari pribadinya masing-masing. Perempuan harus bisa terbebaskan dan berani menyikapi tabir di pikiran kita sendiri, yaitu kesadaran palsu, kesan-kesan minor, dan bersikap lemah, yang selama ini melekat pada perempuan.

Dengan menyikap tabir pikiran tersebut, maka akan muncul kesadaran baru pada diri, bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti antara keum lelaki dan perempuan. Setelah itu, nantinya akan menjadi kekuatan yang memiliki otoritas dalam mengambil keputusan yang besar. Perempuan-perempuan mesti mempunyai mimpi dan gagasan besar, serta rela keluar dari zona nyaman.

Sebagaimana para pejuang feminisme terdahulu, Nawal el Saadawi juga tak pernah lelah berjuang membela hak-hak perempuan dari segala bentuk penindasan, hingga tutup usianya pada 21 Maret 2021 lalu. Dengan mempelajari dan mengkaji pemikrian-pemikiran feminisme el Saadawi melalui karya-karyanya yang meninginspirasi, semoga akan terus lahir Nawal el Saadawi yang lainnya dimasa yang akan datang.

Dengan demikian, pemikiran el Saadawi hendaknya tidak hanya menjadi inspirasi sesaat, tetapi menjadi landasan perjuanagan generasi milenilal khususnya dalam membela ketidakadilan pada keum perempuan ataupun ketidakadilan lainnya. Gagasan besarnya mesti diteruskan, agar tidak hilang ditelan zaman. Nawal el Saadawi, jasadnya boleh mati, namun karyanya abadi.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.