Jangan Persekusi Perempuan Bercadar Pemelihara Anjing

KolomJangan Persekusi Perempuan Bercadar Pemelihara Anjing

Memelihara 73 anjing, Hesti Sutrisno dipersekusi sekelompok warga yang tak senang dengan keberadaan peliharaannya. Pada kasus yang diadukan warga setempat, konon gonggongan anjingnya tersebut dinilai mengganggu. Padahal, shelter anjingnya ini jauh dari pemukiman warga, yang artinya potensi gangguan gonggongan anjingnya itu tidak ada dan kesehatan anjingnya pun telah diantisipasinya dengan vaksinasi rutin, hingga adanya virus rabies minim terjadi. Di sisi lain, memelihara hewan yang terlantar itu perbuatan baik yang mestinya diapresiasi. Maka dari itu, tidak seharusnya yang memelihara banyak anjing ini dipersekusi, selagi ia bisa memastikan bahwa apa yang dilakukannya tidak memberi pengaruh buruk pada lingkungan sekitarnya.

Menyoal persekusi karena memelihara banyak anjing, sebenarnya ini menjadi polemik masyarakat Indonesia. Menurut penelitian Fitriana dalam sebuah Jurnal Online Psikologi (2014), Indonesia sendiri secara umum dikaji dalam ranah psikologi melalui penelitian ilmiah terkait dengan hubungan manusia dan hewan masih kurang mendapat perhatian. Identifikasinya, hal tersebut dikarenakan Indonesia dengan penduduk mayoritas Muslim erat kaitannya dengan madzhab Syafi’i yang mensinyalir hewan anjing ini sebagai kategori najis berat (mughaladzah).

Pada akibatnya, rendahnya minat untuk memelihara hewan anjing menyebabkan banyak anjing menjadi terlantar. Sedikit yang mau mengerti, bahwa kategori najis berat yang disandangkan pada anjing merupakan khilafiah para ulama. Sebagaimana dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh karya Wahbah Zuhaili, menyebutkan, dari Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali menilai anjing dan babi, baik pada air liur maupun keringatnya itu najis berat. Adapun cara mensucikannya, yakni membasuh anggota badan yang terkena dengan tujuh kali basuhan yang dicampur debu.

Sementara pendapat Imam Malik menilai anjing itu suci. Argumen ini dikuatkan dengan firman Allah SWT, Katakanlah, tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.. (QS. Al-An’am: 145).

Pada ayat tersebut, hewan yang spesifik disebutkan hanya babi, bukan anjing. Meski begitu, jumhur ulama fikih menyepakati hewan buas atau yang memiliki gigi taring diklasifikasikan sebagai hewan yang tidak bisa dikonsumsi, misal anjing, ular, dan lainnya. Namun, Imam malik berpendapat, bila sebuah bejana yang terkena liur atau kaki anjing, maka harus dibasuh sebanyak tujuh kali sebagai kepatuhannya pada syariat.

Oleh karena itu, tak aneh jika banyak ditemukan di negeri Islam, terlebih di negara Barat, kecuali Muslim Indonesia, yang memelihara anjing di dalam rumahnya. Mereka memelihara anjing ibarat kucing, karena perlu diakui pula anjing merupakan hewan peliharaan pintar, yang mana manfaatnya kerap digunakan sebagai pelindung atau penjaga, pelacak untuk membantu manusia. Bahkan, di media sosial tak sedikit dijumpai anjing dididik untuk menjadi teman bermain dan menjadi bintang sinetron yang menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya.

Baca Juga  Habib Husein: Etika Pindah Agama, Jangan Mencaci

Mengutip Karen Chan (2010), dalam hubungan antara hewan peliharaan dan pemiliknya, hewan peliharaan dapat berperan sebagai sumber dukungan sosial bagi pemiliknya di saat dukungan sesama manusia berkurang. Mungkin hadirnya Hesti Sutrisno dalam memelihara banyak anjing sebagai juru selamat sebab faktor dukungan sesama manusia yang tengah berkurang. Sayangnya, keberadaan atas perbuatan mulianya justru mendapat persekusi.

Dalam hadis yang masyhur, seorang laki-laki melihat anjing yang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat ke tanah yang basah, karena kehausan laki-laki itu lantas memenuhi sepatu kulitnya dengan air dan memberikannya pada anjing tersebut. Kemudian Allah berterima kasih atas perbuatannya dan memberi ampun padanya. Para sahabat yang mendengar kisahnya kemudian bertanya, Wahai Rasulullah apakah ada pahala (berbuat baik) pada binatang? Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagaimana perilaku Hesti yang merawat anjing terlantar, tentu ini bisa menjadi salah satu pengamalan hadis di atas. Oleh karena itu, paling tidak jika tidak suka terhadap anjing dan belum sanggup memeliharanya, maka tidak seharusnya menghujat, apalagi sampai mempersekusi yang sudah memeliharanya. Bayangkan saja, betapa terbebaninya kalau tidak ada non-Muslim, umat Islam mungkin akan kerepotan sebab Allah menciptakan babi, tapi umat Muslim menyentuhnya saja tidak diperbolehkan. Itu sebabnya, kepada siapa pun yang sudah memelihara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan dengan segala ketulusan hatinya, patut mendapat apresiasi.

Syahdan, saya melihat beberapa netizen di media sosial yang menampilkan video Hesti dan anjingnya, mereka berceloteh bukan terkait anjingnya saja yang disebut najis dan bagaimana ia beribadah, melainkan menyinggung pada cadar dan pakaian tertutup yang dikenakannya, ditengarai tak selaras dengan perilakunya. Dari sekian relawan yang memelihara banyak anjing, kasus Hesti yang paling mencolok dihebohkan banyak orang, ini pemikiran yang terlanjur keliru tapi edukasi terhadap masyarakat harus diupayakan terkait Islam dalam memandang anjing yang berhak mendapat kasih sayang.

Memang pada levelnya, ada yang tidak menyukai anjing karena sekadar najis yang diyakininya. Namun, yang ekstrem adalah keyakinan najis pada anjing ini menumbuhkan rasa benci, sehingga berani menyiksa dan menabraknya sampai terluka, seperti yang sempat diviralkan oleh ceramahnya Yahya Waloni. Melihat peristiwa yang ada, nampaknya antipati masyarakat Muslim terhadap hewan kian miris.

Walhasil, perlu diingat bahwa menyayangi hewan itu ajaran Rasulullah SAW. Manusia sebagai khalifah di bumi, diuji akal budinya bukan hanya untuk menyayangi atau berbuat baik pada sesama manusia saja, melainkan pada hewan, tumbuhan, dan segala yang ada di alam ini menjadi tanggung jawab manusia seutuhnya. Dengan demikian, mari berlomba-lomba berbuat kebaikan dalam menjaga makhluk ciptaan Tuhan, termasuk kepada anjing agar kita semua bisa mendapat rahmat dan ampunan dari Allah SWT.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.