Kejahatan Propaganda Sistem Khilafah

KolomKejahatan Propaganda Sistem Khilafah

Meski Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah dibubarkan pemerintah pada Tahun 2017 lalu, infiltrasi paham khilafah dengan memanipulasi dalil agama terus berkelindan. Segala aktivitas dan kegiatan HTI memang telah dilarang, akan tetapi mereka masih bergerak bebas dalam jaringan maya. Bahkan belum lama ini mereka mengarang cerita tentang jejak khilafah di Nusantara melalui film dokumenter yang dimotori oleh Nicko Pandawa.

Dalam pandangan saya, konfrontasi kaum khilafah secara perlahan-lahan mengancam eksistensi negara. Kejahatan nyata yang selama ini dipahami kita bersama adalah kriminalitas, narkoba dan pergaulan bebas, ujaran kebencian dan berita bohong (hoax). Masing-masing memiliki pola tindakan dan berbeda-beda dalam bentuk pencegahannya. Kesemuanya berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka perlu identifikasi yang mendalam untuk menanganinya.

Namun ada ancaman kejahatan lain yang berkaitan dengan doktrin keagamaan. Hal ini tidak banyak disadari oleh orang Islam itu sendiri, yakni kejahatan terorisme atas nama agama, intoleransi dan radikalisme, dan tentu saja propaganda kaum khilafah. Aksi kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh terorisme, lalu dikaitkan dengan agama Islam sangat menyinggung sekaligus memalukan kita.

Tapi kita juga perlu menyadari realita yang terjadi ini sebagai bahan introspeksi diri, dan munculkan pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam hati. Misalnya, “Apa ada yang salah dalam cara beragama kita sehingga kita merusak, memusuhi, dan membenci orang lain?” Sebab akhir-akhir ini banyak masyarakat kita yang secara tampilan tampak agamis, akan tetapi perilaku dan tindakannya tidak mencerminkan hal itu atau banyak merugikan orang lain. Bukankah agama—tidak hanya Islam—mengajarkan kasih sayang, persaudaraan, dan perdamaian yang beradab?

Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siradj (2016), menegaskan, “Teror atas nama agama kejahatan paling jahat.” Di lain waktu, Kiai Said juga mengatakan, “Agama tidak boleh digunakan alasan berbuat jahat, tidak ada kelaliman paling lalim kecuali membunuh atau merusak atas nama agama,” (NU Online: 2019).

Karenanya, apapun kerusakan yang diperbuat umat jika itu menimbulkan kerugian orang lain dengan mengatasnamakan agama, maka ia telah mempermalukan agama Islam yang agung dan penuh rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin). Lalu apakah propaganda sistem khilafah juga merupakan kejahatan?

Dalam tulisan singkat ini, saya akan sedikit menguak kejahatan yang dilakukan kaum khilafah dalam mempropagandakan sistem khilafah. Pertama, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dibentuk oleh para Founding Fathers adalah negara kesepakatan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.

Artinya, pendukung khilafah telah mengkhianati kesepakatan para pendahulu—termasuk para ulama dan guru-guru kita—serta nenek moyang kita yang berjuang memerdekakan Indonesia dengan berdarah-darah. Lalu dengan seenaknya mereka menghasut umat Islam agar menghancurkan itu semua dengan sistem dari luar nasional kita (transnasional), yakni khilafah?

Baca Juga  Mengaji dan Mengkaji Al-Quran

Kedua, hakikat Pancasila yang diambil dari saripati Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW bersama-sama dengan bangsa Yahudi dan suku-suku yang ada di Madinah ketika itu, sangat memungkinkan bagi kita hidup bersama dalam kemajemukan bangsa kita yang sangat tinggi. Dengan tetap berpegang teguh pada Ketuhanan Yang Maha Esa, kita mengisi kemerdekaan ini penuh makna persatuan, keadaban, kemanusiaan, hidup rukun, menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah, tenggang rasa, bertoleransi satu sama lain, dan penegakkan keadilan sosial.

Sementara kaum khilafah yang tidak memahami makna dan esensi beragama dalam kehidupan yang damai berdampingan, mereka tolak itu semua. Kemudian menggantinya dengan sistem lain dengan mundur ke belakang. Perbedaan dalam pluralitas kehidupan bernegara merupakan fitrah yang tidak dapat diingkari, justru sebaliknya patut disyukuri. Mereka tidak menyadari kenyataan bahwa dunia global telah berubah. Bahkan Indonesia tidak mengikuti arus manapun (non-block).

Kita tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan menjalankan pemerintahan berlandaskan spirit agama. Kita juga bukan negara komunis dan sekuler. Kita negara Pancasila. Konsep yang mereka gagas sudah tidak relevan dalam sistem global saat ini dengan adanya negara-bangsa (nation-state). Tidak perlu lagi label khilafah, negara Islam, atau syariat Islam. Pijakan kita sama sekali tidak bertentangan dan sangat sesuai degan syariat Islam. Celakanya, kaum penegak khilafah ujuk-ujuk ingin menghancurkan itu semua?

Yang ketiga, mereka menggunakan dalil-dalil keagamaan, melegitimasi, dan mewajibkan seluruh umat Islam untuk menegakkan khilafah. Padahal, sistem khilafah tidak ada satu poin pun dalam rukun yang harus diimani, maupun dalam rukun Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Legitimasi dan manipulasi dalil keagamaan seperti itu saya kira adalah salah satu bentuk kejahatan atas nama agama.

Ada tiga kunci untuk menghindari paham ini agar tidak jauh berkembang. Pendidikan agama yang benar, keluarga, dan lingkungan arus utama mayoritas umat Islam, yakni organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU. Ketiganya harus sinergi dalam kehidupan. Jika salah satu elemen itu tidak menjadi bagian, maka jadi cela masuknya propaganda sistem khilafah. Hidupnya akan dihabiskan untuk kampanye khilafah yang berakhir sia-sia.

Oleh karenanya, kita perlu waspada secara kolektif barangkali orang-orang di sekitar kita telah terjangkit paham khilafah. Segera berikan edukasi yang benar, kembali ke jalan yang normal, dan lurus rasional, sebelum berbenturan dengan masyarakat dan negara. Karena propaganda sistem khilafah adalah bentuk kejahatan, baik dalam kacamata agama, maupun negara. []

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.