Mengurai Nilai-Nilai Kepemimpinan dalam Isra Miraj

KolomMengurai Nilai-Nilai Kepemimpinan dalam Isra Miraj

Indonesia selain dikenal dengan bangsa yang kaya sumber daya alamnya, pun dikenal juga sebagai bangsa multikultural baik suku, ras, bahasa, maupun agama. Islam sebagai agama mayoritas terbilang unik kemunculannya. Sebab, berbeda dengan penyebaran di Timur-Tengah yang sarat dengan peperangan, di kita sebaliknya. Justru dengan jalan damai, diplomasi, tanpa pertumpahan darah.

Dari sejarah menakjubkan itu, maka tidak heran jika di Indonesia konsep agama berjalan beriringan dengan konsep negara. Keduanya tidak saling mendikotomi satu sama lain. Jika ditilik dari sejarah Nabi Muhammad menyebarkan Islam pun sebenarnya tidak jauh berbeda. Beliau lebih memilih jalur diplomasi daripada peperangan. Sebagai seorang pemimpin, Nabi Muhammad merupakan sebaik-baiknya teladan.

Teladan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin tidak saja dapat kita lihat dari keseharian beliau dalam bersosial, tetapi juga dari perjalanan agung Isra Miraj. Perjalanan Isra Mi’raj Rasulullah sarat dengan pembelajaran kepemimpinan. Rasulullah adalah teladan terbaik bagi manusia. Bahkan, Michael H Hart menempatkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pada urutan pertama sepanjang zaman.

Setiap diri adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, (H.R Muslim) begitu Rasulullah bersabda. Jika merujuk pada sabda SAW di atas dapat diartikan, bahwa pemimpin itu adalah sifat yang harus melekat dalam setiap diri manusia. Artinya, setiap manusia diciptakan Allah telah mengemban fungsi kepemimpinan yang harus dijalankan selama ia hidup di dunia.

Hal-hal yang dilakukan semasa menjalankan roda kepemimpinan kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT di hari akhir. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya fungsi kepemimpinan. Sebab, dalam pundak pemimpin terdapat beban amanah dan tanggung jawab. Sukses gagalnya manusia pada hari akhir kelak sangat ditentukan oleh fungsi kepemimpinan kita. Baik itu pemimpin terhadap suatu negara, wilayah, organisasi, keluarga, atau pemimpin terhadap dirinya sendiri. Apakah kita amanah atau malah sebaliknya. Sebab, semuanya merupakan bentuk amanah yang diberikan Allah kepada kita yang pada masanya harus dipertanggungjawabkan.

Begitu juga peristiwa yang sangat fenomenal sebagai bagian dari mukjizat dari Allah kepada Rasulullah, yakni Isra Mi’raj. Sebuah perjalanan yang hanya bisa ditimbang berdasarkan keimanan ini mengandung banyak dimensi. Perjalanan menembus ruang dan waktu. Bayangkan saja, Nabi Muhammad SAW melakukan isra mi’raj hanya ditempuh dalam kurun waktu semalam. Perjalanan yang hanya dapat diyakini dengan kadar keimanan.

Selain menghasilkan ketetapan pemindahan kiblat shalat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, isra miraj juga memberi beberapa pelajaran penting tentang kehidupan, dan kepemimpinan salah satunya. Peristiwa Isra Miraj memiliki dua isyarat kepemimpinan yang bisa dijadikan teladan bagi umat Islam dan seluruh manusia. Pertama, adanya perubahan arah kepemimpinan politik Islam dari kepemimpinan jahiliyyah.

Baca Juga  Thabari dan Partisipasi Kristen (Bagian II)

Jika ditilik dari literatur-literatur sejarah, ternyata Rasulullah dalam peristiwa Isra tidak langsung dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil al-Aqsha di Baitul Maqdis al-Quds (Yerusalem), tetapi melewati Yatsrib (Madinah), Madyan Thursina di Mesir, dan kemudian ke Bethlehem. Dari paparan tersebut, dapat kita dilihat adanya isyarat kepemimpinan dan kekuasaan Rasulullah serta umat Islam melampaui daerah yang disinggahi Rasul dan itu terbukti, bahkan melebihi daerah tersebut. Siapa yang mengira, Indonesia, bangsa yang secara geografis jauh dari tanah Arab menjadi basis Muslim terbesar?

Itulah mengapa setelah Rasulullah melakukan isra mi’raj, beliau dengan gigih melakukan dakwah dan perjuangan politik hingga menegakkan negara Madinah, menggantikan sistem kepemimpinan jahiliyah yang selama ini berlangsung di jazirah Arab dengan sistem politik berkeadilan. Kepemimpinan Rasulullah di Madinah otomatis menjadi tonggak baru bagi kepemimpinan peradaban Islam hingga beberapa abad setelahnya. Bahkan, Piagam Madinah menjadi konstitusi negara modern paling awal di dunia.

Kedua, isyarat pemimpin yang sadar dengan tanggung jawab yang dipinggulnya. Tidak dapat dipungkiri perjalanan dengan dipertemukannya dengan nabi-nabi terdahulu, hingga dapat berdialog dengan Allah SWT merupakan kenikmatan tiada tanding. Namun, yang perlu diketahui dan disadari betul oleh kita, walau telah berada di fase tertinggi Nabi Muhammad tetap ingin turun ke bawah. Kembali ke bumi, dengan kesadaran tentang beban dakwah yang dipinggulnya.

Beliau masih ingat bahwa beliau tidak hanya sebagai pemimpin rohaniah umat manusia, melainkan juga sebagai pemimpin umat manusia. Muhammad Iqbal (1877-1938), dalam Rekonstruksi Pemikiran Agama Islam, mengatakan, bahwa apabila yang naik ke langit adalah seorang sufi, maka ia akan enggan untuk kembali ke bumi lantaran sudah menemukan kenikmatan rohaniah sejati.

Demikian teladan yang telah diberikan Rasulullah SAW dalam hal kepimimpinan. Dalam konteks hari ini, banyak kita lihat para pemimpin ketika sudah berada di fase tertinggi malah lupa akan daratan. Padahal, proses yang mengantarkannya menjadi pemimpin tidak lain dari campur tangan rakyatnya. Alih-alih menjadi pemimpin yang mengayomi, malah memberi penderitaan terhadap rakyatnya.

Pemimpin harus menjadi teladan yang dapat diteladani oleh yang dipimpinnya. Perjalanan isra miraj Rasulullah telah memberikan pelajaran kepada kita, betapa beliau telah menjadi teladan pemimpin yang patut diteladani. Nabi Muhammad telah memberikan contoh, saatnya kita meneruskan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.