Zuhairi Misrawi, Harumkan Indonesia di Arab Saudi

BeritaZuhairi Misrawi, Harumkan Indonesia di Arab Saudi

Pengamat Timur Tengah, merupakan identitas pertama yang saya kenal dari seorang Zuhairi Misrawi atau yang kerap disapa Gus Mis. Persisnya, perjumpaan awal terjadi ketika saya mengikuti kajian daring dengan tajuk Tadarus Politik Internasional pada Mei 2020, hampir satu tahun silam. Tidak disangka, sekitar dua bulan setelah diskusi online tersebut, saya berkesempatan belajar secara langsung kepadanya.

Membaca karya dan tulisannya, serta intensitas pembelajaran dan perjumpaan dengannya yang relatif tinggi, adalah modal yang cukup bagi saya untuk melihat bagaimana kepribadian, kapasitas, dan kualitas Gus Mis. Ia adalah seorang pembelajar yang gigih, berani, juga intelektual muda yang produktif menulis, selain seorang analis kawasan dalam 11 tahun terakhir. Maka dari itu, ketika mendengar kabar penunjukannya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi oleh Presiden Jokowi, saya optimis Gus Mis memiliki gagasan konstruktif, kreatif, dan inovatif yang akan mengharumkan nama Indonesia di tanah Arab sana.

Untuk diketahui bersama, dalam pandangan Arab Saudi, Indonesia dinilai sebagai pemasok tenaga kerja yang umumnya berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Urusan ketenagakerjaan ini sendiri pun menyimpan persoalan kompleks dan dilematis yang menyangkut keamanan serta hak para tenaga kerja. Tidak sedikit tenaga kerja kita di Arab Saudi yang mengalami penyiksaan, pelecehan seksual, hingga berakhir menerima hukuman mati karena sistem hukum di sana yang tidak umum di kalangan komunitas internasional.

Langkah konstruktif untuk mengatasi permasalahan yang terlanjur berlarut ini adalah sesuatu yang mendesak. Dan butuh komitmen besar untuk menuntaskannya. Ketika momen diskusi di kelas, Gus Mis tak hanya sekali menyampaikan gagasannya untuk mentransformasi kriteria penyaluran tenaga kerja. Indonesia harus lebih menekankan pada pengiriman tenaga kerja profesional (skill), seperti halnya tenaga keperawatan (medis) atau yang semisalnya.

Adapun pekerja sektor rumah tangga memiliki banyak risiko dan preseden buruk. Arab Saudi masih menerapkan sistem ketenagakerjaan yang merugikan pekerja dan terbukti banyak menyeret warga negara kita. Sistem tersebut adalah kafala. Kafala sendiri merupakan aturan ketenagakerjaan di mana seorang buruh migran sepenuhnya terikat terhadap pemberi kerjanya (sponsor) di Arab Saudi. Dalam catatan penelitian Domestic Workers in Saudi Arabia and The Emirates: A Socio-Legal Study on Conflicts, sistem semacam itu dapat dikategorikan sebagai perbudakan modern.

Melalui sistem ini, seorang pemberi kerja akan leluasa menunda penyerahan gaji, menahan paspor buruh migran, bahkan memaksa untuk bekerja di luar kesepakatan kontrak. Maka dari itu, wajar jika kemudian banyak dari mereka yang melarikan diri dari kediaman majikan dan terlunta-lunta hidupnya. Ini menjadi pe-er besar. Harus ada perbaikan dan reformasi dalam banyak hal untuk mengentaskan ironi kemanusiaan semacam ini.

Saya optimis persoalan ini akan bisa ditangani Gus Mis. Kecakapannya dalam berbahasa Arab, jaringannya yang luas, serta kemampuannya dalam berdiplomasi akan ia manfaatkan untuk melindungi para buruh migran serta menciptakan tradisi saling hormat antara Arab Saudi dan Indonesia.

Secara akademis, posisi tawar Gus Mis terhitung kuat untuk mengemban tugas menjadi Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi. Pertama, kapasitas Gus Mis sebagai analis pemikiran dan politik Timur Tengah di The Middle East Institute menjadi fakta yang menguatkan posisinya. Seorang pemerhati kawasan tentu tahu bagaimana perkembangan situasi sosial-politik di Timur Tengah, tak terkecuali Arab Saudi. Pemahaman atas peta geopolitik adalah hal yang sangat penting karena akan menjadi pertimbangan dalam mengatur stategi kebijakan, baik dalam maupun luar negeri. Selama ini Gus Mis aktif satu kali dalam sepekan menuangkan analisisnya seputar Timur Tengah di media daring nasional, detik.com.

Kedua, ada satu kebetulan yang menarik. Tercatat sejak 2009, ia bahkan telah menulis dua buku tentang dua kota suci, yakni Mekkah dan Madinah. Bermodal spirit untuk mengetuk kesadaran masyarakat Muslim agar memahami kota bersejarah bagi Islam tadi, lahir kemudian karyanya yang berjudul Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim (2009) dan Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW (2009). Proses menyejarah dalam penulisan buku ini, tentu membuatnya lekat dan paham dengan ihwal dua kota kudus tersebut.

Baca Juga  KH Anwar Zahid: Tidak Perlu Merasa Paling Benar

Sebagai anak didik para guru bangsa, seperti Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi’i Ma’arif, Gus Mis memiliki ruh yang sama untuk menjaga dan memajukan Indonesia serta mempunyai concern tinggi dalam perkara kemanusiaan. Patron ini tentu menjadi energi besarnya dalam upaya mengatasi isu kemanusiaan yang ada dalam pusaran buruh migran.

Politik dan menulis adalah alat Gus Mis berjuang. Guru ideologisnya, Kiai Masdar F. Mas’udi, pun selalu menekankan bahwa jabatan adalah alat perjuangan, bukan untuk dikejar ataupun diminta-minta. Petuah itu pula yang diputar berulang di hadapan kami yang belajar padanya.

Dalam konteks penugasan tersebut, ia menginginkan perubahan yang menyegarkan citra bangsa Indonesia, agar tak dilirik sebelah mata dan hanya dianggap penyalur asisten rumah tangga saja. Gus Mis hendak mengenalkan Indonesia dengan segala potensi dan kekayaan khazanah sosio-kultural serta corak keberagamaannya kepada dunia Arab. Misi diplomatis untuk membawa Indonesia lebih berdaulat dalam sektor migas, juga menjadi program yang akan diupayakan.

Praktisnya, ia berkeinginan menggelar program di televisi Arab Saudi untuk mengulas dan mempromosikan apa yang negeri kita miliki, supaya dapat menjadi bangsa yang diperhitungkan dan kontributif dalam kancah internasional. Keberhasilan negeri Tirai Bambu dalam menanamkan pengaruhnya di Arab Saudi menjadi salah satu inspirasinya. Di mana Cina mampu menjadikan bahasa Mandarin sebagai materi pembelajaran di lembaga pendidikan Arab Saudi. Dengan gagasan berkemajuan, semoga nama Indonesia akan mewangi karena prestasi.

Arab Saudi, negara pelayan dua kota suci (khadim al-haramain) ini sedang mulai membuka diri akan realitas modern. Hal tersebut menjadi harapan baru pula bagi perkembangan corak keberislaman yang lebih lentur, kosmopolit, dan tengahan di sana. Mengingat, selama ini Saudi masih mengadopsi cara pandang konservatif dan kaku. Dalam hal ini, Indonesia adalah mitra yang tepat untuk menyuplai ide-ide moderasi Islam.

Arah baru Arab Saudi tersebut bersesuaian dengan kepakaran intelektual muda NU ini. Ia memiliki perhatian besar dalam mempromosikan Islam moderat, toleransi, dan perdamaian manusia. Dibuktikan melalui Magnum Opus-nya Al-Quran Kitab Toleransi serta buku-bukunya yang lain yang juga tak lepas dari tema toleransi dan misi persaudaraan kemanusiaan.

Pengalaman intelektual sebagai mahasiswa al-Azhar, Mesir dan sepak terjang menjadi aktivis saat belajar di sana, juga kiprah keikutsertaan Gus Mis dalam forum-forum internasional akan sangat menunjang kecakapannya dalam berdiplomasi. Dengan ini semua, Gus Mis dapat menjadi jembatan yang potensial bagi relasi bilateral Indonesia dan Arab Saudi. Mengawal citra baru Indonesia yang lebih dihormati.

Seperti kata bapak bijak bestari, Socrates, seyogyanya kita berpikir dulu sebelum berkata, serta mendengar dahulu sebelum memberi penilaian. Apapun yang saya utarakan di atas, semata-mata bersumber dari segala yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Jika tak ingin kacau, suatu perkara haruslah diserahkan kepada ahlinya. Dan Gus Mis kompatibel untuk mandat kenegaraan tersebut.

Selain pencapaian tadi, potret Gus Mis yang berani dan selalu menunjukkan komitmen dalam perjalanannya, adalah bukti lanjutan akan kelayakannya mengemban misi diplomatis ini. Akhir kata, semoga Allah SWT meridhai niat berkhidmat Gus Mis untuk mengharumkan bangsa dan negara Indonesia tercinta di Arab Saudi dan Timur Tengah. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.