Menggali Makna dari Kelahiran Putra Ka’bah

KolomMenggali Makna dari Kelahiran Putra Ka’bah

Tertanggal 13 Rajab, terlahir seorang putra Ka’bah yang mulia. Ialah Imam Ali bin Abi Thalib. Tersebut demikian karena Imam Ali lahir di dalam rumah kesucian, Ka’bah. Konon, tak ada seorang pun yang dilahirkan di dalam Ka’bah selainnya. Hakim al-Naisaburi dalam al-Mustadrak menuturkan, bahwa peristiwa kelahiran ini disampaikan melalui kabar mutawatir, alias terpercaya. Terlahir di dalam Ka’bah adalah sebentuk kehormatan dari Allah SWT yang menunjukkan keutamaan dan tingginya derajat Imam Ali. Dan di kemudian hari, figur Imam Ali membuktikan nilainya.

Terkisah, ketika Fathimah binti Asad, ibu Imam Ali sedang hamil tua, ia mendatangi Ka’bah setelah merasa mendapat panggilan. Ia pergi dengan diantar oleh Abu Thalib serta Rasulullah SAW. Fathimah berdoa agar persalinannya dimudahkan. Ia meyakini bahwa kemudahan tersebut sebagai satu tanda dari ayat Allah SWT. Tiba-tiba dinding Ka’bah pun terbelah, lalu Fathimah masuk dan melahirkan di sana. Dan secara ajaib dinding itu kembali tertutup. Sampai saat ini, bekas retakan dinding itu pun tidak hilang.

Orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut berupaya sedemikian rupa untuk masuk ke dalam Ka’bah. Namun, usaha itu tak membuahkan hasil. Setelah tiga hari berdiam di Ka’bah, Fathimah keluar dan menyerahkan bayinya kepada Abu Thalib kemudian pada Nabi Muhammad SAW. Diceritakan, bahwa Fathimah menamai bayinya Haidar (singa), sementara Nabi menyematkan nama Ali kepada putra Ka’bah al-haram tersebut.

Sejak kehadirannya di muka bumi, Imam Ali telah diiringi dengan serangkaian kemuliaan. Semenjak itu pula Nabi Muhammad SAW menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Imam Ali. Pengasuhan Imam Ali pun diambil alih oleh Nabi dari pamannya, Abu Thalib, untuk meringankan beban ekonomi keluarga sang paman. Imam Ali tumbuh dalam madrasah kehidupan Rasulullah SAW yang terjaga. Ia pernah menggambarkan kedekatannya dengan Nabi, bahwa ia mengikuti Nabi bak seekor anak unta yang mengikuti induknya. Lekat dan kontinu.

Dalam diri Imam Ali akan dijumpai pribadi yang adiluhung. Terlalu banyak jika hendak diurai. Untuk itu, definisi sederhana tapi menyeluruh ialah, bahwa, sosok Ali bin Abi Thalib merupakan salinan dari kepribadian Nabi Muhammad SAW. Imam Ali terberkahi oleh tiap sendi dari sosok Nabi SAW.

Dalam penggalan firman-Nya pada surat al-Ahzab [33] ayat 33, Allah SWT menegaskan, Sesungguhnya Allah SWT bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Ayat ini adalah penegasan lebih lanjut akan posisi mulia Imam Ali yang merupakan bagian dari Ahlulbait baginda Nabi Muhammad SAW.

Sekitar 30 tahun setelah Nabi Muhammad SAW lahir, Imam Ali hadir di muka bumi ini. Diceritakan sebelumnya, bahwa Abu Thalib telah mendapati isyarat akan kemuliaan anaknya kelak. Dikatakan padanya, bahwa “Bersabarlah 30 tahun lagi, Allah SWT akan memberimu seorang anak yang kelahirannya sama dengan Nabi akhir zaman, kecuali dalam kenabian. Namun, ia adalah penerima wasiatnya dan akan menjadi penolongnya.”

Baca Juga  Haedar Nashir: Hijrah Harus Membangun Peradaban Bangsa

Waktu bergulir dan hal tersebut terbukti adanya. Ali bin Abi Thalib menjadi pewaris keilmuan juga akhlak Rasulullah SAW. Sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi, bahwa Aku (Rasulullah) adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya. Imam Ali memang sosok cendekia. Ia sering menjadi rujukan banyak orang ketika menghadapi kesulitan.

Kemudian, saat Nabi menawarkan Islam, Imam Ali langsung menyambutnya dengan keimanan. Ketika wahyu turun, Imam Ali pula yang menyaksikan pendar cahaya wahyu, dan menghirup wangi kenabian. Risalah dari Tuhan tadi juga menjadi keilmuan yang didiktekan Nabi padanya.

Imam Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW. Salah satunya nampak saat Rasulullah SAW meminta Imam Ali untuk menggantikannya tidur di ranjang beliau pada lailatu al-mabit, yaitu malam ketika Rasulullah SAW hijrah dari Mekkah menuju Madinah. Selain terpercaya, peristiwa ini juga menunjukkan kesediaan berkorban serta keberaniannya. Pasalnya, siasat mabit itu adalah untuk mengelabui kafir Quraisy yang hendak membunuh Nabi saat beliau dalam tidurnya. Niat busuk itu gagal karena ternyata bukan Nabi yang berbaring di sana.

Sikap pemaaf dan tingkat kesabaran Imam Ali begitu tinggi. Perangainya juga tenang. Kualitas tersebut setidaknya terlihat dalam perang Jamal, dan dalam memperlakukan musuh. Nabi pernah mengatakan, bahwa Hak Ali atas umat, sama dengan hak ayah atas putranya. Pernyataan ini menyiratkan, bahwa Imam Ali cakap dan berhak menjadi pemimpin umat. Namun, dalam kenyataannya hingga kini, apa yang terkait dengan Imam Ali kerap menerima persekusi.

Dalam rangkaian verbal, Imam Ali pernah berujar, bahwa sabar bagi keimanan, laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap, maka lenyaplah pula keimanan. Banyak sekali mutiara hikmah Imam Ali yang sampai saat ini kita dengar dalam keseharian.

Kelahiran Imam Ali di Ka’bah bukan tanpa makna. Peristiwa ini adalah pertanda dasar dari Allah SWT akan sosok mulia yang akan menjadi pewaris utama Nabi. Imam al-Alusi, setelah menukil kisah kelahiran Imam Ali, ia menanggapi dengan berkata, bahwa “Mahasuci Dzat yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, dan Dia Hakim yang Mahabijak”. Suatu ungkapan yang menyiratkan kekaguman dan afirmasi atas kehendak Tuhan terhadap Imam Ali.

Sejumlah tokoh Ahlussunnah pun memaknai kelahiran tersebut sebagai karamah dan keagungan bagi Imam Ali yang terlahir di rumah Allah. Sekaligus sebagai pemuliaan untuk tempat lahirnya. Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Shaduq dalam al-Irsyad.

Segala perangai, keilmuan, dan beragam pengakuan yang menyejarah atas sosok Imam Ali adalah bukti dari keistimewaan yang Allah SWT titipkan padanya. Imam Ali terlahir mulia, dididik dan diasuh oleh manusia paling mulia pula, maka definisinya tak lain adalah kombinasi dari kemuliaan. Roda sejarah telah membuktikan posisi luhurnya. Betapa ajaran Nabi yang amat bermakna dapat kita saksikan dari pribadi seorang Ali bin Abi Thalib sang putra Ka’bah al-haram. Selamat hari kelahiran. Shalawat dan salam semoga terhaturkan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.