Jangan Berlebihan dalam Beragama

KolomJangan Berlebihan dalam Beragama

Setiap hal yang berlebihan itu tidak baik, meskipun hal yang dilebih-lebihkan itu pada dasarnya baik. Sebagaimana halnya makanan yang baik sebab memenuhi asupan gizi tubuh kita. Namun, jika berlebihan, justru penyakit yang timbul berkatnya. Begitu pula agama, dalam Islam kita tidak diperkenankan berlebihan dalam beragama.

Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan [al-An’am (6): 141]. Ayat ini membuktikan, bahwa dalam hal yang baik dan bagian dari ajaran agama, yaitu zakat, kita dilarang untuk berlebih-lebihan. Apalagi dalam menganut keyakinan dan madzhab serta menjalankan seluruh ajaran agama. Bahkan, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kita untuk seimbang dalam menjalankan hidup untuk dunia dan akhirat kelak.

Salah satu ciri yang paling mencolok dari fenomena berlebihan dalam beragama adalah fanatik terhadap satu pendapat dan tidak mengakui pendapat yang lain. Ia selalu menganggap, bahwa pendapat yang ia ikuti paling benar di antara perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama. Orang-orang dengan sifat seperti ini sangat kaku dan intoleran dalam memberikan ruang diskusi kepada orang lain.

Pada masa Nabi SAW, pernah terjadi perbedaan pendapat seputar shalat Ashar di perkampungan Banu Quraidzhah. Kala itu, kelompok pertama melakukan shalat Ashar meskipun telah melewati waktu Maghrib. Mereka melakukannya, karena pesan Nabi SAW, janganlah kalian shalat Ashar, kecuali di perkampungan Banu Quraidzah.

Sebaliknya, kelompok kedua khawatir jika shalat ashar dilakukan di perkampungan tersebut, maka mereka akan shalat tidak tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, di tengah perjalanan, mereka melaksanakan shalat Ashar. Namun, Ketika Nabi Muhammad SAW mendengar perbedaan pendapat tersebut. Beliau tidak menyalahkan atau mencela keduanya.

Tak ayal, kedua kelompok sahabat itu berbeda dalam memahami pesan Nabi SAW. Meskipun keduanya berbeda dalam praktik, tetapi keduanya diperbolehkan sebab telah melewati proses ijtihad sebelum bertindak. Untuk itu, jumhur ulama menyimpulkan tidak ada dosa bagi mereka yang sudah berijtihad.

Baca Juga  Fenomena Tren Hijrah Kaum Urban

Peristiwa yang dikisahkan dalam hadis shahih tersebut menunjukkan bahwa perbedaan pendapat itu adalah hal yang biasa terjadi di kalangan ulama, bahkan sahabat. Fiqh yang berbeda-beda bukan alasan kita untuk membenarkan salah satunya dan menyalahkan sisanya. Akan tetapi, perbedaan tersebut seharusnya membuat kita menghargai pendapat orang lain. Bukan memusuhinya, apalagi sampai memerangi dan menerornya.

Imam Syafi’i berkata, “pendapatku boleh jadi benar, tetapi berpeluang salah. Sedangkan pendapat orang lain bisa jadi salah, tetapi berpeluang benar”. Perkataan yang bijak ini seharusnya menyadarkan umat, bahwa kita sebagai manusia bisa salah dan bisa benar. Dengan begitu, sikap fanatik dalam beragama akan sirna dan tergantikan oleh sikap moderat atau seimbang.

Berlebihan dalam beragama hanya akan menyusahkan diri sendiri, sebab mereka cenderung menolak dan memusuhi orang lain yang tidak satu suara dengannya. Padahal, Rasulullah SAW bersabda, mudahkanlah dan jangan menyusahkan. Berikanlah kabar gembira dan jangan menyusahkan. Ketika agama tidak menyusahkan dan menyulitkan para pemeluknya, mengapa justru para pemeluknya lebih memilih mempersulit diri mereka sendiri?

Di sisi lain, bersikap keras dan kasar merupakan cerminan dari berlebihan dalam beragama. Padahal, rasulullah SAW sesungguhnya adalah manusia yang lembut, penuh kasih sayang. Bukan seseorang yang bersifat kasar. Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman [al-Taubah (9): 128].

Dengan demikian, Islam itu agama yang mudah dan mendamaikan. Hal itu seharusnya menjadikan para pemeluknya untuk tidak berlebihan dalam beragama yang hanya akan mempersulit diri mereka sendiri. Tidak berlebihan dalam beragama adalah cerminan Muslim sejati.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.