Ngopi Asyik With Bung Karno

KolomNgopi Asyik With Bung Karno

The two most important days in your life

Are the day you were born

and the day you find out why

–Denzel Washington,

Film The Equalizer

Tuhan yang merdu,

Terimalah kicau burung dalam kepalaku

–Joko Pinurbo

Introduction

Edisi menanti senja di Jum’at berkah dengan diselimuti rintik-rintik hujan sungguh terasa aduhai sekali. Tentunya sambil menyeduh secangkir kopi, ritual kaum milenial umat abad ini. Teringat beberapa hari yang lalu Ibu Megawati Soekarno Putri dalam sambutan acara Harlah NU Ke-95 mengatakan,”selama ini kaum nasionalis dan religius di Indonesia dapat berjalan beriringan. Kedekatan ini sudah terjalin sejak Presiden pertama RI Soekarno dengan pendiri dan penggerak NU, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah”.

Menarik guys!

Kali ini kita akan ngopi bareng Bung Karno, Proklamator Bangsa Indonesia bersama Moh. Hatta. Ya semacam cerita-cerita tentangnya. Ia pernah berkata:“aku dipuja layaknya dewa dan dikutuk layaknya bandit”. Ia sangat kontroversial, jasa besarnya untuk bangsa, dan pengabdiannya untuk Tanah Air tiada terkira. Banyak orang sudah membahasnya dari sudut tergelap dan terang benderangnya Bung Karno. Tentunya, sangat mendapatkan perhatian.

Begitulah Bung Karno, hidupnya untuk rakyat kecil, demi kaum marhaen, melawan penjajah dan penjarah yang menindas bangsa. Jalan hidupnya untuk semua anak bangsa. Bahkan hingga kini dan masa depan, Bung karno masih ada, tetap hidup di sini dan diziarahi anak-anak negeri yang mendamba revolusi dan inspirasi kelas kakap yakni mengubah diri.

Favorit saya dari era jadi anak sekolahan sampai sekarang, tentunya juga favorit antum-antum semua adalah Bung Karno, penggali dasar negara, Pancasila. Kisah dan ceritanya mengasyikkan dan menggetarkan baik di masa lalu dan masa kini. Ngeri dan berbahaya bapak bangsa satu ini. Puspa ragam gambar, foto dan poster Bung Karno dipasang di kos-kosan mahasiswa, tembok-tembok, warung kopi, cafe sampai di gedung pencakar langit, BUMN. Ngeri!

Cerita Bung Karno terletak di hati rakyatnya. Kisahnya penuh makna, selalu didamba seluruh bangsa-bangsa dari Asia hingga Amerika latin. Dengan hal itu, saya berencana untuk menceritakan fragmen penting kisah Bung Karno sebagai anak manusia. Jika mas bro dan sista, antum-antum sejalan dan setuju dengan saya, pasanglah sabu pengaman dan mari kita mulai. Mantab!

Hanya Kepada Tuhan

Hannah Arendt, pemikir besar abad ke-20 berucap:”karakteristik utama kehidupan khas manusia ialah selalu penuh peristiwa-peristiwa yang pada akhirnya bisa disampaikan dengan sebuah cerita”. Nah ini ceritanya:

Alkisah Bung Karno disekap di penjara Sukamiskin di Bandung tahun 1931. Penjara sempit dengan cahaya yang menyerbu masuk dari lubang angin yang tinggi. Bung Karno banyak merenung, banyak hal yang dipikirkannya, menjelma menjadi pergolakan bathiniah. Khususnya tentang  nasib rakyatnya, perjuangannya dan nasib dirinys sendiri. Dan pada akhirnya, ia sampai pada pertapaan religius yakni sebuah kesimpulan. Bagi Bung Karno, betapa Tuhan sangat berperan dalam semua kejadian itu.

Dalam sebuah buku yang saya baca tipis-tipis lebih dari 10 tahun yang lalu, Bung Karno menuliskan bagaimana ia menengahdahkan kepala di penjara serba gelap tersebut. Ia melihat uraian benang cahaya teruntai lurus dari lubang angin, cahaya menyerbu wajahnya. Wajah Bung Karno yang sudah kosong, ikhlas dan dipenuhi Tuhan. Saat itu, Bung Karno bercerita: Ia menangis tersedu-sedu.

Hanya kepada Tuhan ia menghamba, visi iman memenuhi ruang jiwa, raga dan pikirannya saat itu. Sebuah kualitas yang dalam pandangan kita mendapat janji syurga karenanya. Tuhan adalah tujuan Bung Karno, takkan pernah takut kepada selain-Nya.

Saya mafhum, Bung Karno sejak mula hingga akhir hidupnya adalah homo religion yang tulen. Airmatanya adalah airmata anak manusia yang menyatu dengan semesta melalui kekosongan jiwanya. Airmata yang tak pernah berdusta. Tangis pemimpin yang sengguknya dimiliki oleh seluruh rakyat yang dipimpinnya.

Sahabat Fillah

Saya dua minggu yang lalu, setiap tengah malam buka-buka buku, direkomendasikan Bung Karno yakni karya L. Stoddard. Alhamdulillah, saya punya dua bukunya. Satu berjudul Dunia Baru Islam (1968). Keren banget buku ini, berkisah sejarah dunia Islam dan ditambahin bab khusus Islam Indonesia oleh ayahandanya Bu Mega.

Baca Juga  Petempur Asing dalam Konflik Rusia-Ukraina dan Ancaman Stabilitas Keamanan

Buku top kedua, berjudul Pasang Naik Kulit Berwarna (1966), berkisah tentang Bung Karno, sejarawan ini berkata:“gelora perjuangan yang dihebatkan oleh tokoh Sukarno itu tentulah tidak memungkinkan pemerintah Belanda tinggal diam; Belanda menganggap pemimpin yang brillian dan berpandangan luas ini laksana musuhnya yang nomor satu, malahan lebih berbahaya dari tindakan kekerasan yang dilakukan PKI tahun 1926, dua tahun sebelum memuncaknya tuntutan Sukarno akan Kemerdekaan negerinya ini”. Sebuah negeri kaya raya yang dijajah ras kulit putih kata Stoddard.

Walaupun dalam penjara, harimau Sukarno ini tak pernah merasakan putus asa. Bahkan ia pernah menulis sebuah surat yang ditutup dengan harapan:”walau dimana sekalipun, patutlah kemajuan diusahakan”. Tentunya kemajuan, sebuah Kemerdekaan bangsa Indonesia. Korban yang sebenar-benarnya dilakukan tentulah tidak akan terbuang begitu saja, ‘no sacrifice is wasted’ atau dalam bahasa Jawa ‘Djer basuki mawa bea’.

Itulah figur Bung Karno, pemimpin bangsa, dambaan dan panutan kaum milenial seperti kita semua dalam meneruskan cita-cita bangsa dan negara di era kekinian.

Akhirul Kalam

Secangkir kopi yang diseduh dengan air mata jauh lebih nikmat dibandingkan dingin dan senyap di luar sana. You pernah merasakan, tentunya!

Kisah Bung Karno sepertinya sama dengan airmata dan tawa bahaga akhirnya.  Negeri yang kini bisa dinikmati oleh antum. Walaupun saat ini dikarantina corona yang mencemaskan. Cerita Bung Karno sebagaimana kisah Kanjeng Nabi Musa yang di-uber-uber rezim Fir’aun, penguasa paling kuat dan digdaya di muka bumi. Tuhan membantu Nabi Musa memecahkan masalah rakyatnya yang penuh derita, nestapa dan banjir airmata. Gaya hidup Bung Karno sama dengan gaya Nabi Musa yakni ikhlas dan tawakal kepada Tuhan dalam menghadapi kebuntuan sejarah. Mungkin seperti you and kita semua, juga pernah mengalami kegelapan dalam kehidupan guys.

“Have your ever been to Red Sea shore in your life,

Where inspite of everything you can do,

There is no way back, there is no way out,

There is no other way but through”

Point penting cerita di atas adalah semoga bangunan besar Indonesia Sukarno tidak diledakkan secara sengaja atau tidak sadar. Masa depan anak semua bangsa menuju kepastian sejarah yakni keadilan sosial. Walaupun negeri ini pernah diledakkan oleh peristiwa dan tragedi. Sebuah tangisan yang jauh, jauh dari mimpi-mimpi nasionalisme awal.

Tarzie Vittachi menulis The Fall of Soekarno (1967) bercerita tentang seorang jurnalis Barat tahun 1960-an, pernah bertanya kepada Bung Karno suami tercinta Fatmawati. Ia menjawab dengan keren, sebuah teriakan:

“Akan aku katakan kepadamu apa yang harus aku banggakan. Dalam dua puluh tahun aku telah membuat negeri 70.000 pulau ini, dari Sabang sampai Merauke, yang membentang lebih luas daripada Amerika Serikat, yang tersusun dari orang-orang, dari warisan budaya yang berbeda dengan beragam tuntutan dan kebutuhan, menjadi SATU BANGSA!

Sekarang mereka semua adalah Indonesia. Mereka semua berbicara bahasa Indonesia. Mereka berpikir seperti aku berpikir sebagai seorang Indonesia. Mereka merasa seperti aku merasakan sebagai orang Indonesia yang tidak akan pernah membiarkan kolonialisme dan imperialisme menyerang pantai-pantai kami lagi dalam bentuk apa pun mereka lakukan.

Apakah itu bukan sesuatu untuk dibanggakan?….Apakah anda tidak mengerti bahwa ada lebih banyak hal pada kehidupan ini daripada hanya menjadi kaya? Orang-orang seperti kamu hanya bisa berpikir tentang keberhasian dalam term-term material. Hanya ekonomi belaka yang anda pikirkan….”.

Akhirnya, ngopi bareng Bung Karno memang asyik dan ngeri. Senja yang panas sepanas secangkir kopi untuk menghangatkan jiwa-jiwa Republik.

Jaga kesehatan teman-temen semua. Do’a-do’a senantiasa, salam bahagia.

Ya Allah, syukur kami bagi-Mu.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.