Gus Yaqut, Menteri Borobudur

KolomGus Yaqut, Menteri Borobudur

Sebuah keputusan yang luar biasa berani sekaligus mengagumkan adalah ide yang muncul dari Menteri Agama yang baru ditunjuk Presiden Joko Widodo beberapa bulan yang lalu. Yaqut Cholil Qoumas atau lebih akrab disapa dengan panggilan Gus Yaqut, mengharapkan situs candi Borobudur tidak hanya dijadikan sebagai destinasi wisata, melainkan menjadi rumah ibadah umat Buddha seluruh dunia.

Tidak hanya wisatawan yang akan datang berkunjung ke candi Borobudur, banyak para peziarah yang juga datang untuk menjalankan ritual ibadah, sumber inspirasi, serta mempelajari ajaran dan nilai-nilai kebajikan. Gebrakan positif Gus Yaqut, banyak kalangan mengapresiasi atas poin-poin kemanfaatan yang dihasilkan bagi pariwisata unggulan nantinya.

Langkah progresif dan gagasan yang brilian dari Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor itu, mengingatkan saya pada sejarah masa lalu tentang candi Borobudur sebagai simbol toleransi dan kebhinekaan bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, situs candi Borobudur yang berada di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, menjadi icon spiritualitas berdasarkan proses panjang sejarahnya.

Perlu diketahui, sebagai khazanah wawasan keindonesiaan sekaligus memahami ide Gus Yaqut yang cemerlang—tentang pusat rumah ibadah umat Buddha Dunia—Indonesia atau Nusantara pada masa lalu, berdiri dua kerajaan besar yang merupakan pusat keagamaan Buddha dan Hindu. Apa saja persatuan dan perbedaan dari kedua kerajaan tersebut?

Kerajaan Mataram Kuno yang didirikan oleh Dinasti Sanjaya berdiri tegak. Dinasti Sanjaya beserta masyarakatnya menganut agama Hindu. Pada masa kejayaan Dinasti Sanjaya, berdiri juga Dinasti Syailendra yang didirikan oleh Garung. Dinasti Syailendra memiliki corak agama Buddha. Menurut Gus Muwafiq dalam bukunya, Islam Rahmatan Lil ‘Alamin: Berasal dari Arab tapi Islam Bukan Arab (2019), sekitar Tahun 825 M, akhirnya dua Wangsa itu—Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra—berebut pengaruh dan terjadilah perang besar yang menghancurkan kedua Wangsa tersebut.

Karena lelahnya perang, raja Sanjaya yang bernama Panukuh turun dari tahtanya dan kemudian pergi mengembara sampai akhirnya menjadi seorang seniman arsitektur. Kemudian ia muncul kembali dan dikenal dengan sebutan Resi Gunadharma (nama yang kemudian diabadikan sebagai nama universitas pada zaman modern kekinian). Karena raja Sanjaya mundur dari tahtanya, Garung mengukuhkan diri sebagai penguasa besar dan menobatkan dirinya dengan sebutan Samaratungga.

Setelah berkuasanya Dinasti Syailendra yang beragama Buddha, Samaratungga memiliki angan-angan membangun sebuah Candi besar sebagai simbol kejayaannya. Namun unuk mewujudkan impiannya itu, Samaratungga menunjuk arsitektur untuk membangunnya. Dan Panukuh atau Resi Gunadharma yang kemudian menjadi arsitek proyek pembangunan Candi Buddha yang besar itu.

Karena Resi Gunadharma beragama Hindu, maka struktur pembangunan Candi Buddha tersebut memiliki karakter dan bernuansa kental Hindu. Lalu candi itu diberi nama ‘Sambara Budura’ dan kemudian lebih dikenal dengan candi Borobudur. Setelah pembangunan rampung, putri raja Samaratungga yang cantik bernama Pramudawardhani, jatuh hati kepada Resi Gunadharma. Awalnya ditentang oleh ayahnya, tapi akhirnya ayahnya luluh dan merestui pernikahan yang diadakan secara megah dan agung itu, meski keduanya berbeda agama.

Setelah Resi Gunadharma menikahi putri raja Syailendra, kedua bangsa itu hidup rukun dengan tingkat pluralisme dan kebahagiaan yang tak tertandingi. Resi Gunadharma kemudian menjadi raja di kerajaan Buddha bergelar Maharaja Sri Rakai Pikatan. Seorang resi bernama Kumbhayoni meminta Maharaja Sri Rakai Pikatan untuk membangun sebuah candi yang kira-kira kemegahannya setara dengan Candi Borobudur. Rakai Pikatan menyetujui dan mengutus putranya bernama Lokapala untuk membangunnya. Candi kedua yang dibangun kemudian dikenal dengan Candi Prambanan.

Kedua agama itu hidup penuh kedamaian dan toleran sampai akhirnya gunung Merapi meletus yang mengakibatkan porak porandanya kawasan di sekitar kedua candi. Mereka banyak mengungsi ke luar jauh. Yang lari ke wilayah Timur, dipimpin oleh Mpu Sindok sampai akhirnya membuat suatu Wangsa yang dinamakan Isyana. Bangsa Isyana ini kemudian membangun sebuah kerajaan besar di Kediri dan Singosari.

Baca Juga  Manfaat Travelling Upaya Tadabbur Alam

Kerajaan di wilayah Timur, Barat, Utara, maupun di seluruh Nusantara, tidak lagi mempersoalkan agama, baik itu Buddha ataupun Hindu. Semua hidup berdampingan secara rukun, damai, dan tenang. Hal itu tidak lain atas jasa besar kedua elite bangsa yang telah berhasil mendamaikan kedua keyakinan yang sebelumnya dirundung pertempuran.

Maka tidak heran di kemudian hari, kerajaan terbesar Nusantara, kerajaan Majapahit mengeluarkan sebuah keputusan legitimasi yang amat fundamental bagi nilai-nilai persatuan. Keputusan itu diberi nama Bhineka Tunggal Ika—dari bahasa sansakerta—yang secara harfiah berarti ‘Beraneka Satu Itu’. ‘Beraneka satu itu’ secara semoboyan terminologi makna kontemporer berarti beranekaragam—ras, suku, budaya, Wangsa atau bangsa, agama, dan kepercayaan—tetapi tetap satu kesatuan, satu tujuan.

Dengan demikian, bangsa Indonesia kuno adalah sebuah bangsa yang besar, bangsa dengan peradaban besar. Karena setelah Majapahit menggunakan pilar Bhineka Tunggal Ika, bangsa Indonesia tidak boleh lagi saling berebut pengaruh; harus hidup rukun; lingkungan nyaman dan adem ayem; guyub dengan penuh nilai etik tinggi; solid dalam gotong royong yang koheren dengan nilai bangsa yang satu, terlepas dari segala perbedaan; selaras dan seimbang dalam harmoni perdamaian. Terlepas dari segala perbedaan di antara mereka, termasuk berbeda keyakinan agama.

Fakta sejarah tersebut dibuktikan dengan artefak yang masih kita nikmati di era digital sekarang ini. Itulah sebetulnya sebuah konsep atau gagasan yang menjadi harapan Gus Yaqut. Sebuah pesan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban dunia. Apalagi bangsa Indonesia yang kini mayoritas beragama Islam, perlu melihat lebih luas mengenai sejarah sekaligus bangga pada bangsanya sendiri. Sebagaimana bangsa lain kini, seperti Persia yang bangga terhadap kejayaan raja-raja masa lalunya.

Tidak dapat dimungkiri, Indonesia akan dikagumi dunia. Mengapa demikian? Jika bangsa Arab adalah satu bangsa, terdiri dari beberapa negara. Eropa yang satu bangsa, ditopang beberapa negara. Sedangkan Indonesia, terdiri dari puluhan bangsa, dijunjung hanya dengan satu negara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Afghanistan yang terdiri dari tujuh suku dan satu keyakinan agama saja, perang tak berkesudahan, hingga sekarang ini.

Secara logika tentu akan sangat sulit untuk mempersatukan seluruh bangsa yang tegak dalam satu negara. Para waliyullah di abad ke-14 dan 15 yang datang ke Nusantara, harus berpikir keras dengan melihat realita bangsa yang berbeda-beda, bersuku-suku, berkasta-kasta, akan tetapi dapat bersatu dalam satu kawasan dan wilayah yang sama.

Norma dan kehidupan sosiologis yang berlangsung, sudah sesuai dengan syariat Islam. Hanya beberapa saja yang dihilangkan dan disamaratakan statusnya, seperti sekat-sekat hamba-raja atau kawulo-gusti, hamba sahaya, abdi dalem dan seterusnya. Ditambah perjuangan era Bung Karno yang berupaya lepas dari penjajahan kolonial. Membangun dasar negara yang disebut Pancasila.

Namun demikian, untuk mewujudkan rencana candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha dunia, Gus Yaqut perlu mengkomunikasikan berbagai pihak terkait, seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan seluruh suprastruktur politik dan pemerintahan terkait candi Borobudur.

Candi Borobudur yang merupakan kuil sekaligus monumen terbesar di dunia, dapat mendatangkan wisatawan dan peziarah yang cukup menjanjikan bagi pemasukan devisa negara. Selain itu, Candi Borobudur akan memberikan sebuah pesan ke seluruh dunia bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang dapat mengejawantahkan sikap dan nilai pluralisme serta toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesuai dengan harapan dan pesan kebangsaan Ansor Banser, Panglima Tertinggi Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Menag Gus Yaqut, bahwa bangsa Indonesia tidak didirikan oleh hanya satu agama. Semua berkontribusi bagi bangsa Indonesia. Candi Borobudur sebagai destinasi ibadah umat Buddha adalah salah satu apresiasi konkret dari Menag Gus Yaqut. []

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.