Menjadi Manusia

KolomMenjadi Manusia

Jika suatu amal tidak dilandasi pada keikhlasan,
maka tidak akan tambah kecuali kegelapan dalam hati

—-Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari

Ada sebuah kisah dan cerita, sosok Albert Camus pernah menulis dalam karyanya yang masyhur, berjudul Wabah. Buku novel yang berkisah tentang seorang dokter yang bergerak untuk menolong korban-korban wabah. Langkah yang juga membahayakan keselamatannya sendiri. Bener-bener inspiring!

Dokter itu berkata,”Aku tak tahu apa yang sedang menanti aku atau apa yang akan terjadi sekiranya ini semua berakhir. Untuk saat ini, yang aku tahu hanya ini: ada orang-orang yang sakit yang perlu diobati, tak ada perkara heroisme di sini. Hanya masalah kesopanan yang biasa. Aku kira, heroisme dan kesucian tidak menarik hatiku. Yang menjadi kepentinganku hanyalah menjadi manusia, being a men.”

Sejujurnya, tulisan khusus ini didedikasikan untuk para dokter dan tenaga medis, dan siapa pun yang berjuang mengobati korban virus corona yang menggila. Sekaligus untuk seluruh rakyat Indonesia yang bergerak bersama mengakhiri sejarah pandemi. Bumi manusia yang sedang dikarantina corona. Tetep ya kita ngopi-ngopi, selalu sehat wal afiat dan do’a-doa kita senantiasa. Saling mendo’akan ya bro!

Ada cerita juga, kali ini seorang turis dari negeri Barat datang ke Tokyo, Jepang. Ketika ia sedang antri untuk membeli tiket kereta bawah tanah, ia melihat tumpukan uang tak bertuan di dekat loket. Ia melihat dengan heran, setiap orang yang mengambil tiket tidak menghiraukan uang itu. “Akhirnya,” lapor pelancong itu,”saya senang ketika melihat seorang perempuan berjalan mendekati dan mengambil uang itu. Tetapi, ia membawanya kepada seseorang. Ia bertanya apakah uang itu miliknya. Ketika orang itu menjawab,”Tidak,’ ia mengembalikan uang itu ke tempat semula.”

Saat turis itu ditanya mengapa ia senang melihat ada yang mengambil uang, ia menjawab,” Ya, paling tidak masih ada orang yang normal”. Ia menganggap bahwa orang-orang yang membiarkan uang itu sebagai abnormal, karena seharusnya mereka mengambilnya. Jadi, kita normal kalau mengambil uang orang lain untuk kepentingan kita. Manusia normal hanya memikirkan dirinya sendiri. Egoisme adalah sifat asli manusia. Hati kita pasti menginginkan uang itu. Kalau kita tidak mengambilnya, kita adalah seorang munafik, kata penceramah.

Oh ya, saya punya temen ngopi, yang dibesarkan dalam sebuah pendidikan Islam, tetapi sangat modern sependapat dengan turis tadi.”Egoisme itu adalah fitrah,” katanya. Ketika ideologi komunisme roboh dan sempal di benua Eropa, ia berkata,”Lihat, hanya Barat yang berhasil mendatangkan kesejahteraan dan perdamaian dunia. Ideologi komunisme jatuh karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Komunisme mengajarkan orang untuk menghilangkan kepentingan dirinya. Kapitalisme Barat bertahan karena karena berpijak pada fitrah manusia. Fitrah manusia adalah kepentingan diri. Manusia hanya melakukan sesuatu untuk keuntungan dirinya sendiri.”

Dalam warna-warni pikiran, terdapat teori yang disebut “manusia egois” menjadi dasar falsafah dari paradigma sains modern saat ini. Filsuf George Santayana menyimpulkan pandangan ini dalam kalimat singkat,”dorongan untuk berbuat baik hanyalah kemunafikan yang menipu diri. Galilah sedikit di bawah permukaan, anda akan mendapatkan manusia yang rakus, serakah, kepala batu dan benar-benar mementingkan diri”. Pemikir bernama Jeremy Bentham bertutur juga tentang manusia yang perilakunya dikendalikan oleh prinsip mengejar kesenangannya sendiri.

Dari titik inilah dirumuskan prinsip ekonomi.”Prinsip pertama dalam ekonomi ialah setiap manusia hanya digerakkan oleh kepentingannya sendiri,” tulis Francis Edgerworth tahun 1880-an. Seratus tahun kemudian, Dennis Mueller menulis,”satu-satunya pandangan yang mendasari ilmu perilaku manusia adalah egoisme.” Ekonomi tampaknya ditegakkan di atas prinsip yang dikemukakan seratus tahun yang lalu.

Banyak pakar ekonomi mengambil homo economicus dari ilmu biologi. Dalam alam raya, makhluk berebut dan bertarung mempertahankan hidup. Seluruh model evolusi yang dimaksud adalah untuk membela kepentingan diri sendiri. Hanya yang kuat yang akan menang, survival of the fittest.

Baca Juga  KH Abbas Buntet: Ulama Pakar Ilmu Bela Diri

Dalam alam raya, kata pakar biologi, tidak ada tindakan yang dilakukan untuk menguntungkan pihak lain. Tidak ada sedekah atau amal sosial. Dari para biolog, ilmuwan sosial memungut konsep ini. Ragam teori sosial dirumuskan. Hampir seluruh teori psikologi yang berkaitan dengan motivasi manusia hampir tanpa kecuali, didasarkan pada egoisme.

Jika para filsuf sudah sependapat dengan ilmuwan, orang banyak yang menyakini pendapat itu sebagai kenyataan, rujukan moral, dan perspektif untuk memandang dunia. Di dunia ini, kita hanya melihat kerakusan, keserakahan, penjarahan, penindasan, dan kebakhilan manusia. Manusia menjadi serigala bagi manusia yang lain, Homo homini lupus. Manusia adalah serigala, kata Thomas Hobbes yang hampir sama dalam film John Wick 3 yang dibintangi Keanu Reeves.

Bila kita “memergoki” manusia yang berbuat baik, kita berusaha melacaknya pada motif-motif kepentingan diri itu. Pokoknya, tidak pernah ada orang yang beramal dengan ikhlas. Berbeda dengan Maha guru bangsa Indonesia, piwulang dari Hadratussyaikh KH.Hasyim Asy’ari,”Jika suatu amal tidak dilandasi pada keikhlasan, maka tidak akan tambah kecuali kegelapan dalam hati.”

Situasi terkini, banyak orang meragukan teori “manusia egois” ini. Hari demi hari kita menemukan orang yang dengan ikhlas mengorbankan kepentingan dirinya, orang yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya ketika menolong orang lain, seperti halnya pahlawan pejuang Kemerdekaan. Mereka beramal shaleh demi bangsa dengan menggorbankan harta, darah dan airmata.

Ada juga orang kaya yang mendermakan hartanya untuk membantu orang miskin, atau beberapa pejabat, betapa pun sedikit jumlahnya, yang hidup sederhana dan tidak mau diajak berkomplot alias bareng-bareng kolusi atau korupsi untuk menggarong duit negara. Bagi filsuf Sartre, hidup adalah absurd. Sedangkan menurut al-Quran, hidup adalah medan tempur beramal shaleh.

Akhirul Kalam

Ada banyak temuan yang mendaftarkan sejumlah besar penelitian yang menolak teori manusia egois ini. Teori ini salah secara logis dan lemah secara empiris. Berbeda dengan sahabat ngopi saya di atas, Islam memandang manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik. Menurut Al-Quran, fitrah manusia adalah cenderung (hanif) kepada ajaran Islam: Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), fitrah Allah yang telah menciptakan manusia pada fitrah itu.

Ada juga temuan baru bro, sebuah fenomena ngeri dan mengerikan yakni wabah beragama di Republik kita ini. Tentunya beda dengan wabah coronavirus. Wabah beragama tersebut jika dibiarkan akan menjadi parasit dan penyakit. Banyak orang merasa religius, dan paling religius dalam beragama. Mereka terus merasa religius dan menafikan yang lain, berhak menghakimi sesama anak bangsa yang berbeda agama dengannya, di luar dirinya dari sisi keyakinan, ideologi, dan cara pandang.

Agama yang watak dasarnya melindungi dan mengayomi manusia, sudah berubah jadi ‘monster dan drakula’. Agama berubah wujud jadi penyakit sosial yang berbahaya. Agama juga berganti wajah jadi institusi yang mengerikan, jadi alat menebar kebencian dan ketakutan, delirium religiousum. Kebencian bersemi karena merasa terusik dengan kehadiran orang lain, juga ketika kenyamanan dan kekebasan dipertanyakan oleh orang lain, demikian kata Michael Levinas. Mestinya agama menjadi inspirasi untuk menjadikan manusia yang baik, toleran dan ramah sebagaimana jejak langkah para Nabi dan wali. Ayolah kita lewati sejarah itu, kawan. Jangan dibiasakan sikap tersebut nggih. Beragama dan beramal shalehlah dengan ikhlas.

Ala kulli hal, pada dasarnya DNA kita semua adalah jadi manusia baik, menjadi being a men. Karena kita mesti sadar, masalah terbesar makhluk Tuhan adalah tak mampu mengendalikan masalah perut dan di bawah perut. Naudzubillah Mindzalik.

Marilah kita ramaikan tahun 2021 di dunia maya dan dunia nyata. Kita bersama bertekad menjadi manusia dan menjadi manusia. Tentunya jadi manusia keren dan ikhlas, seperti halnya antum dan kamu bro. Semoga.

Salam ngopi senja.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.