Pesan Rasulullah SAW untuk Menjaga Lingkungan

KolomPesan Rasulullah SAW untuk Menjaga Lingkungan

Lingkungan hidup kita sedang meradang. Bencana alam terjadi silih berganti di permulaan tahun 2021 ini. Sejumlah wilayah di negeri kita terpantau mengalami rentetan musibah, mulai dari tanah longsor, banjir, erupsi gunung berapi, angin ribut, hingga gempa bumi. Bencana hidrometeorologi masih menjadi yang paling dominan terjadi.

Perilaku destruktif dan eksploitatif manusia merupakan faktor utama yang mengakibatkan lingkungan hidup rusak dan musibah pun merangsek satu per satu. Fenomena cuaca yang ekstrem akibat perubahan iklim global turut meningkatkan risiko bencana tersebut. Secara geologis, kondisi alamiah Indonesia memang potensial akan bencana. Hal ini menjadi kombinasi rawan yang mendesak kita untuk terus memantik kepekaan dalam merawat alam hidup ini.

Sebagai bagian yang integral dengan manusia, lingkungan dan kelestariannya menjadi hal yang juga diperhatikan serius oleh Rasulullah SAW. Karena saat alam terusik, imbasnya pasti akan kembali pada manusia. Beliau tidak hanya teladan dalam urusan keagamaan, sosial, maupun politik, tapi juga fikih lingkungan. Sejak berabad silam Nabi SAW telah menyisipkan pesan dan arahan untuk memperlakukan fasilitas alam secara bijak dan terkontrol.

Isyarat kerusakan bumi telah terdokumen secara jelas dalam al-Quran, seperti yang terekam dalam surat ar-Rum ayat 41. Ringkasnya, ketidakstabilan kondisi lingkungan dan bencana yang menyerbu alam ini terjadi akibat aktivisme buruk manusia. Allah SWT berfirman, Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Maka dari itu, wajar jika secara simultan banyak ayat al-Quran dan sabda Rasulullah SAW yang mengulas seputar peringatan dan ancaman bagi para pengacau bumi sekaligus mendakwahkan prinsip-prinsip umum untuk senantiasa menjaganya.

Alam yang seolah baik-baik saja, di balik itu ia menyimpan kegetiran akibat ulah manusia. Tanpa data matematis pun, adanya bencana dan sikap non-kooperatif dari alam selama ini semestinya telah cukup menjadi bukti yang mendobrak kesadaran dan nurani kita. Alam sedang melayangkan umpan balik atas kondisinya yang sekarat karena tangan jahat. Jika budaya eksploitatif masih saja terpelihara, nalar dan hati manusia sejatinya telah mati. Dengan kata lain, ia tengah mengkhianati ajaran kasih semesta yang dibawa Rasulullah SAW.

Pandangan ramah ekologi, jamak termuat dalam bahasa lisan dan sikap Nabi Muhammad SAW. Beliau pernah mengingatkan dalam sabdanya, Jauhilah tiga perilaku terlaknat, yaitu buang kotoran di sumber air, di tengah jalan, dan di tempat teduh (bawah naungan pohon) (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Dari sini Nabi SAW mengecam segala sikap yang dapat mencemari dan merusak lingkungan.

Obyek-obyek yang tersebut dalam sabda tadi adalah sentral dari hajat dan aktivisme banyak orang. Air merupakan sumber kehidupan dan jalanan adalah tempat banyak manusia berlalu-lalang. Tempat-tempat sederhana yang disebutkan Nabi adalah titik tolak dari larangan pencemaran terhadap obyek-obyek lain yang berkaitan dengan kelangsungan hidup makhluk secara keseluruhan.

Syahdan, alam yang gersang dan rusak, serta maraknya alih fungsi hutan menjadi alasan dasar dari terjadinya tanah longsor dan banjir. Kondisi lahan kritis semacam ini adalah suatu kerugian. Karena selain dapat mendatangkan bencana, di saat yang sama kita kehilangan kesempatan memetik manfaat dari tanah yang seharusnya rimbun akan tumbuhan. Saat sedang bersama dengan para sahabatnya, Rasulullah SAW pernah mengingatkan agar suatu lahan tidak dibiarkan mati, alias mangkrak. Beliau menekankan pada pemeliharaan dan produktivitas lahan dengan ditanami tumbuhan.

Baca Juga  Islam Menghargai Keanekaragaman Budaya

Persisnya Nabi SAW bersabda, bahwa Barang siapa memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan). Maka jika ia enggan, hendaklah ia memerhatikan sendiri pemeliharaan tanah itu (HR. Bukhari). Menghidupkan bumi yang mati adalah bentuk ibadah, ia akan mendatangkan pahala.

Penanggulangan kerusakan lingkungan akibat deforestasi dapat ditempuh dengan mekanisme reboisasi (penanaman kembali). Bumi kita butuh paru-paru yang sehat untuk kualitas udara yang baik. Hal ini ditopang oleh penghijauan yang memadai. Nabi menghimbau kita agar giat menanam pepohonan. Apa yang kita tanam dapat bernilai sedekah sepanjang tumbuhan itu mendatangkan manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya.

Sumber daya alam dan energi yang dikandung bumi, baik yang terbarukan maupun tidak, harus digunakan secara bijak. Nabi SAW melarang sikap boros. Suatu hari beliau pernah menegur salah seorang sahabatnya karena berlebihan dalam memakai air ketika berwudhu. Dalam sabdanya, Nabi bertutur, Gunakanlah air secara hemat, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir deras. Budaya eksploitatif adalah terlarang, bahkan dalam wudhu sekalipun yang notabene merupakan prasyarat ibadah.

Rasulullah SAW tidak segan mengetengahkan contoh yang terlihat sepele demi mengedukasi umatnya. Nabi SAW bertutur, bahwa beliau pernah diperlihatkan amal baik dan amal buruk dari umatnya. Adapun menghilangkan gangguan dan bahaya dari jalan, termasuk dalam kategori kebajikan. Sedangkan di antara amal buruk umatnya adalah membuang ingus (dalam riwayat lain ludah) di masjid dan tidak dibersihkannya. Hadis ini dicatat oleh Imam Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad. Nabi Muhammad SAW sangat detail. Beliau begitu mengamanatkan kepada umatnya agar mencintai lingkungan dengan menjaga kebersihannya.

Relasi harmonis antara manusia dengan alam adalah rukun dari praktik kehidupan makhluk. Mencermati kedudukan lingkungan yang amat strategis serta mengelaborasi pesan ajaran Nabi, adalah terobosan reflektif untuk membangun kepedulian manusia pada ekosistem hidupnya. Apa harus menunggu korban jiwa dan harta terlebih dahulu agar tersadar untuk merawat lingkungan?

Banyaknya hadis Nabi dan firman Tuhan yang merangkai bahasan mengenai penjagaan alam serta lingkungan hidup, mengindikaskan akan adanya keteraturan yang harus dirawat dan dilestarikan. Apa yang Nabi uraikan dalam sabda-sabdanya tidak untuk dipahami terbatas pada bagaimana bunyi teks. Namun, ruh dan nilainya perlu dicermati kemudian dikembangkan secara kontekstual dan berkelanjutan.

Rasulullah adalah utusan yang inklusif sehingga ajarannya pun universal, layak dijalankan oleh siapapun dengan identitas apapun. Hal ini inheren dengan Islam sebagai definisi kasih sayang yang diedarkan bagi seluruh alam raya. Berlaku ramah terhadap alam adalah ibadah dan menjadi satu refleksi cinta kita pada Tuhan. Dan instruksi Nabi Muhammad SAW di atas adalah acuan untuk merumuskan sikap, baik secara kultural maupun struktural. Kita tak punya pilihan selain berupaya untuk mengayomi lingkungan agar siklus kehidupan tetap selaras. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.