Waspada Ustadz Dadakan!

KolomWaspada Ustadz Dadakan!

Pandemi Covid-19 menyebabkan hampir setiap proses pertukaran informasi beralih ke dunia maya, termasuk pengetahuan keagamaan. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian kalangan untuk terjun menjawab pertanyaan khalayak seputar agama. Tak perlu belajar Islam selama bertahun-tahun, hanya bermodal penjelasan instan di internet, secara lantang ia bertutur, bak ustadz di ruang publik. Menariknya, sejumlah masyarakat Muslim Tanah Air lebih memercayai ustadz dadakan daripada ulama yang ahli di bidangnya.

Fenomena ustadz dadakan ini sebetulnya bukan hal baru. Sebelumnya, Gus Dur telah memprediksi munculnya orang-orang yang bukan lulusan pesantren, tetapi akan dipanggil masyarakat dengan sebutan ustadz. Sebagaimana yang telah disebutkan, ustadz-ustadz dadakan cenderung digandrungi dan diminati kaum Muslim, baik tua maupun muda, terutama di media sosial.

Fakta menunjukkan, ustadz dadakan yang aktif berbicara seputar agama di dunia maya, kian laris diundang di pelbagai stasiun televisi Tanah Air. Sebaliknya, ulama yang kapasitas keilmuannya mapan, justru jarang terlihat. Baik ulama yang ahli dalam bidang tafsir, fiqh, maupun hadis.

Hanya segelintir ulama saja yang terkespose di dunia maya, khususnya media sosial. Jika ditanya siapa mufassir (ahli tafsir al-Quran) Tanah Air misalnya, kebanyakan masyarakat Muslim awam kemungkinan besar hanya akan menyebut Buya Hamka atau Prof Quraish Shihab yang sering kali tampil di televisi dan sosial media atau bahkan tidak keduanya. Melainkan menyebutkan nama-nama pendakwah yang baru saja masuk Islam atau pendakwah yang tidak mampu membaca al-Quran sesuai kaidah, yang terpenting pendakwah itu viral di media sosial.

Padahal, jika saja kian banyak ulama moderat yang hadir di media sosial, maka ustadz-ustadz dadakan jelas akan kalah saing, kehilangan pamor, dan meninggalkan konten berbau keislaman. Maksudnya, ulama atau para muridnya, seharusnya ikut menebarkan konten keislaman di jagat maya, karena sebagian besar orang, kini lebih memilih mendengarkan ceramah di gadget daripada di masjid. Selain karena praktis, aktivitas perkumpulan di masjid masih tidak dianjurkan, sebab pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai.

Ciri utama ustadz dadakan yang perlu diwaspadai oleh masyarakat adalah tidak memiliki sanad keilmuan. Secara sederhana, adalah mereka yang berbicara agama tanpa guru. Mereka yang asyik menyampaikan ajaran Islam tanpa argumen yang kuat. Tradisi sanad keilmuan dalam Islam sangat fundamental, sebab menyangkut sumber ajaran yang diterima.

Sebagaimana sanad dalam hadis Nabi SAW yang mempengaruhi diterima atau tidaknya sebuah narasi. Begitu pula halnya ustadz atau pendakwah. Jika ia belajar dari guru yang memiliki sanad keilmuan sampai kepada Nabi SAW, maka pendakwah tersebut kita terima. Sebaliknya, jika ia belajar Islam dari internet saja atau membaca buku saja, tanpa ada guru yang membimbing, maka sudah seharusnya kita tolak.

Baca Juga  Sumber-sumber Non-Muslim tentang Partisipasi Kristen (Bagian III)

Kedua, orang yang sekonyong-konyong menjadi ustadz cenderung memiliki kepentingan pribadi. Baik itu popularitas, materi, maupun suara publik. Dakwah Islam hanya dijadikan instrument atau perantara untuk mencapai tujuan tersebut. Secara sederhana, kita dapat mengidentifikasi ustadz-ustadz dadakan dari konten yang dibicarakannya. Tentu, kita dapat membedakan, mana orang yang menguasai materi dan mana yang tidak. Narasi seperti apa yang mengandung propaganda dan mana yang tidak. Jemaah seharusnya memperhatikan secara seksama narasi dakwah Islam, tidak menerimanya mentah-mentah.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya [al-Isra (17): 36].

Adapun dalam sebuah riwayat Ali ibn Abu Talhah, dari ibn Abbas mengatakan, makna la taqfu adalah la taqul (jangan katakan). Sedangkan Qatadah menjelaskan, makna yang dimaksud adalah janganlah kamu mengatakan, bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya; atau kamu mendengarnya, padahal kamu tidak mendengarnya; atau kamu mengetahuinya. Padahal, kamu tidak mengetahui. Sesungguhnya Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal tersebut secara keseluruhan.

Maka dari itu, berbicaralah sesuatu yang kamu pahami dan kuasai, bukan sebaliknya. Jangan mengatakan sesuatu hal yang kamu tidak pahami betul-betul. Jika mengerti ilmunya, maka katakan dengan lantang. Jika tidak, maka diam. Barangkali ini merupakan gejala matinya kepakaran. Saat di mana yang bukan ahlinya lebih didengar dan dipercayai publik.

Di sisi lain, sebagai umat Islam kita perlu cermat dalam memilih ustadz. Jangan belajar atau mengaji dan mengkaji Islam kepada orang yang bukan ahlinya. Sebagaimana telah dijelaskan, ustadz lulusan pesantren sekaligus moderat adalah pendakwah yang akan mengantarkan kita kepada pemahaman yang baik dan tepat di tengah keberagaman negeri kita. Bahkan, makian tak akan terucap dari lisannya.

Dengan demikian, waspadalah terhadap ustadz-ustadz dadakan, mereka kerap hadir di sekitar, baik di dunia nyata maupun maya, tetapi kita dapat mengatasinya dengan cara memilih ustadz yang benar. Ia adalah guru yang menguasai ilmu-ilmu keislaman, memiliki sanad keilmuan sampai kepada Nabi SAW, dan tidak mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan umat.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.