Belajar Nasionalisme dari Syekh Ali Jaber

KolomBelajar Nasionalisme dari Syekh Ali Jaber

Kepergian Syekh Ali Jaber meninggalkan duka mendalam. Pasalnya, kita kehilangan sosok dai yang sejuk dan mendamaikan. Sangat sulit menemukan kembali sosok seperti Syekh Ali Jaber dalam dunia dakwah. Walaupun ia orang Arab Saudi, tetapi tidak menyurutkan kecintaannya kepada Indonesia. Hal ini ia buktikan di beberapa kesempatan baik saat berdakwah, maupun bersosial. Semangat nasionalisme Syekh Ali Jaber demikian, yang mestinya dapat menjadi pelajaran bagi kita, khususnya pribumi.

Syekh Ali Jaber memulai berdakwah di Indonesia pada 2008 silam. Kecintaannya dalam berdakwah Islam dan masyarakat Indonesia membuatnya mendapatkan istri WNI, yakni Umi Nadia, wanita asal Lombok, NTB. Dari skala Lombok dan kemudian nasional sudah banyak puta-putri bangsa ditempa menjadi hafidz dan hafidzah terbaik oleh tangan dinginnya. Tidak berlebihan, jika kemudian presiden SBY kala itu,  memberikan hadian kewarganegaraan Indonesia ke Syekh Ali Jaber pada 2012.

Belum lama Syekh Ali Jaber menjadi WNI, tetapi dedikasinya ke Tanah Air begitu banyak tak terhingga. Sedikitnya ada dua bukti, di mana ia mencerminkan warganegara yang baik dan nasionalis. Pertama, tatkala ia diberikan kewarganegaraan Indonesia. Ia mengatakan, ini adalah tanggung jawab besar. Lebih lanjut, ia pun bertekad untuk dapat menjaga kepercayaan dan penghargaan itu agar tidak menjadi beban bagi Indonesia. “Kalau saya tidak bisa menjaga nama baik negara Indonesia, lebih baik cabut warga negara.”

Dari sini kita dapat melihat kesungguhan dan rasa tanggung jawabnya sebagai WNI. Baginya status WNI bukan hanya sekadar simbol dan status, tetapi lebih jauh, yakni jalan dan kesempatan untuk dapat berbuat lebih untuk negeri. Teladan seperti ini yang mestinya menjadi pelajaran bagi warga naturalisasi khususnya, dan warga negara asli umunya.

Baca Juga  Kritikan, Hasutan, dan Hujatan

Kedua, keinginannya berdakwah dan melahirkan putra-putri bangsa sebagai penghafal al-Quran unggulan. Hal ini sebagaimana ia sampaikan dalam kesempatannya bertemu Mahfudz MD, Menkopolhukan. Dibenarkan oleh Mahfud MD, bahwa Syekh Ali Jaber berniat melahirkan sejuta penghafal al-Quran di Indonesia. Keinginannya demikian, tentu sangat mulia. Apalagi, dilakukan oleh orang yang bukan sama sekali WNI asli.

Samapi per-detik ini, sudah banyak penghafal al-Quran ia munculkan. Karena itu, suatu hal yang wajar jika banyak yang merasa kehilangan kepergiannya. Di sisi lain, keterlibatannya dalam dunia dakwah tidak menutupkan matanya untuk terlibat pula dalam perkembangan sosial-politik bangsa. Sebagai warga negara tidak lantas membuatnya apatis dalam urusan publik. Sesekali, ia pun menjadi oposisi pemerintah.

Namun, yang menjadi pembeda adalah ia menjadi oposisi yang berkemajuan dan berkeadaban. Di saat yang lain menjadi oposisi yang omong kosong, ia hadir membawa solusi dengan jalan berdiskusi. Diakui oleh Mahfudz MD, Syekh Ali Jaber adalah sosok yang nasionalis dan kritis. Hal ini ia buktikan tatkala menyampaikan kegelisahan dan kesedihannya kepada saya, tutur Mahfudz. Ia menyayangkan adanya korban nyawa dalam tragedi Tol Cikampek-Jakarta.

Melihat kepedulian Syekh Ali Jaber terhadap bangsa dan negara tentu patut diapresiasi. Ia membuktikan kepada kita, bahwa nasionalisme bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi tindakkan nyata. Syekh Ali Jaber telah berpulang mendahului kita. Ia belum lama menjadi warga negara, tetapi sudah banyak dedikasinya untuk negara. Semangat nasionalismenya tidak perlu dipertanyakan, bahkan ia sendiri siap menggadaikan status kewarganegaraannya jika ia menjadi beban. Ini bukti dan mesti menjadi peralajaran, jika Syekh Ali Jaber merupakan sosok yang patriotik dan nasionalis. Selamat Tinggal Syekh, do’a terbaik selalu mengiringimu.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.