Meluruskan Penyimpangan Makna Ghuroba

KolomMeluruskan Penyimpangan Makna Ghuroba

Hashtag bangkitnya al-ghuroba viral di media sosial. Ghuroba yang mereka singgung adalah kelompok mereka sendiri. Orang-orang terasing dan berbeda dari kebanyakan umat Islam yang kerap melegalkan kekerasan dan teror demi terwujudnya kepentingan. Bahkan, mereka menganggap perbedaannya adalah sebuah keistimewaan yang disanjung Nabi SAW. Guroba sebagai ideologi kaum jihadis nyatanya masih bergentayangan sampai saat ini.

Sebelumnya, Dian Yuliana yang berencana melakukan bom bunuh diri di Istana Presiden pada Desember 2016 lalu mengklaim, bahwa pemahaman Islam yang dianutnya adalah hal asing yang dibenarkan Islam. Pertanyaannya, benarkah ghuroba yang dimaksud dalam hadis Nabi SAW adalah kelompok teroris?

Hadis yang disebut-sebut sebagai hadis pendukung gerakan mereka adalah hadis shahih, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda, Islam itu awalnya asing dan akan kembali menjadi asing. Karenanya, berbahagialah mereka orang-orang yang asing [HR Muslim].

Dalam segi sanad, hadis tentang keterasingan umat Islam tidak perlu diragukan lagi keshahihannya, karena tercantum dalam kitab Shahih Muslim, satu dari dua sumber hadis paling shahih. Tidak hanya jalur periwayatannya saja yang banyak, tetapi redaksi hadis ini juga beragam. Dalam al-Ghuraba al-Awwalun disebutkan, jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis tentang ghuroba ini lebih dari dua puluh sahabat.

Awalnya, ketika Nabi Muhammad SAW menerima dan menyampaikan wahyu, Islam dan umatnya terasingkan. Namun, untuk lebih memahami hadis yang masih umum ini, metode yang tepat digunakan adalah dengan cara menelusuri matan (isi) hadis yang masih satu tema dengannya. Sebagaimana fungsi hadis sebagai penjelas al-Quran, hadis juga dapat menjadi penjelas makna hadis lain. Masalahnya, hadis yang diangkat sebagai landasan argumen kelompok teroris adalah hadis yang kualitas sanadnya diperdebatkan ulama.

Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal mula kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. Kemudian ada yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “siapakah yang dimaksud dengan orang-orang asing itu?” Beliau menjawab, mereka itu orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah mereka [HR Ahmad dan Ibnu Majah].

Disebutkan dalam Dabiq, majalah daring yang digunakan untuk propaganda dan perekrutan anggota serta simpatisan Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS), sanad hadis ini shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, al-Darimi, dan Ibn Majah. Menariknya, kata ghuroba (orang-orang yang asing) yang diapresiasi Nabi SAW mereka tafsirkan sebagai orang-orang yang rela meninggalkan wilayahnya demi hijrah ke tempat yang menjadi markas kekuatan mereka.

Baca Juga  Mendedah Pemikiran Bung Karno

Padahal, dalam sanad hadis yang mereka anggap shahih ini, terdapat seorang perawi bermasalah bernama Abu Ishaq al-Sabi’i. Dalam al-Ghuraba al-Awwalun dijelaskan, al-Sabi’i bermasalah, karena hafalannya yang berubah dan tidak kuat (ikhtilath al-dhabt) pada akhir usianya. Di sisi lain, ia juga dinyatakan sebagai seorang mudallis (orang yang gemar menyisipkan narasinya sendiri ke dalam hadis).

Oleh sebab itu, narasi mereka itu orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah mereka dalam hadis di atas adalah kalimat tambahan dari al-Sabi’i, bukan perkataan Nabi SAW. Jika demikian, maka hadis yang dijadikan landasan oleh ISIS dan afiliasinya ini tidak kuat. Bahkan, kata-kata tambahan dari perawi itu tidak dapat dijadikan dalil agama, apalagi sampai menafsirkan ghuroba sebagai orang-orang yang hijrah ke Suriah dan bergabung dengan mereka.

Hadis yang tepat untuk menjelaskan hadis shahih riwayat Imam Muslim, tak lain adalah hadis hasan yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal mula kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. Para sahabat bertanya, “Rasul, siapa orang-orang asing yang engkau maksud?” Rasulullah menjawab, mereka itu orang-orang yang berbuat kebaikan di saat orang lain merusak (muka bumi) [HR Thabrani].

Ghuroba yang dimaksud dalam hadis ini adalah orang-orang yang berbuat kebaikan di muka bumi, bukan merusaknya. Orang-orang yang mengedepankan kemanusiaan, bukan malah menumpahkan darah manusia tanpa tujuan yang jelas. Mereka yang menegakkan keadilan. Menolong orang-orang lemah dan tertindas.

Sedangkan apa yang dilakukan oleh para anggota ISIS dan afiliasinya adalah perbuatan merusak yang merugikan banyak pihak. Melakukan bom bunuh diri yang menghancurkan bangunan, sampai membunuh nyawa banyak orang. Sebetulnya, mereka itu bukan ghuroba yang dimaksud Nabi Muhammad SAW.

Dengan demikian, ghuroba sebagai ideologi kaum jihadis ini adalah bentuk penyimpangan makna yang seharusnya diluruskan. Membiarkan pemahaman ghuroba yang menyimpang sama saja menunggu giliran orang-orang terdekat kita termakan doktrin mereka, atau membiarkan umat Islam tenggelam dalam kekeliruan. Sebaliknya, jadilah ghuroba sesungguhnya, yaitu mereka yang selalu berbuat kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain di setiap harinya, generasi terbaik umat Islam.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.