Mengimani Isa Al-Masih

KolomMengimani Isa Al-Masih

Setiap tahunnya, Umat Kristiani merayakan hari raya Natal pada tanggal 25 Desember. Setiap tahun pula, ada saja segelintir Umat Islam negeri ini yang meributkan ucapa selamat natal, dekorasi natal, maupun berbagai isu pertentangan lainnya. Kelahiran Yesus, yang menurut teologi Islam merupakan Nabi Isa AS, selama ini terlalu banyak diperdebatkan oleh Muslim secara dogmatis. Jangan sampai, kita sibuk mengurusi bagaimana Umat lain mengimani Isa Al-Masih, sebaliknya, lalai mengimaninya menurut kepercayaan kita sendiri.

Salah satu pilar keimanan umat Islam ialah iman kepada rasul-rasul Allah. Umat Islam percaya kepada rantai panjang nabi-nabi yang kembali ke Adam, yang menurut sebuah riwayat jumlahnya ratusan ribu. Para nabi yang diutus ke bumi adalah orang-orang terdekat Tuhan, mereka mengandung cahaya Tuhan sebagai sumber identitas esensial mutlak. Jadi, para nabi adalah aliran rahmat yang sesungguhnya, mengalirkan welas asih tak terbatas (ar-rahman) ke seluruh semesta alam. Dan Kami tidak mengutus engkau, Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS. Al-Ahzab: 107).

Selain itu, Islam merupakan agama terakhir yang kembali ke agama asli kesatuan (agama Tauhid). Al-Quran sendiri menyebut nabi kita sebagai ‘Penutup Para Nabi’ (33:40). Agama terakhir, sekaligus agama awal yang asli, merupakan dua karakteristik Islam. Maka dari itu, Islam menghimpun universalitas intelektual dan budaya dari agama-agama yang datang sebelumnya. Dalam buku The Essential, Seyyed Hosssen Nasr berkata, tidak ada kitab suci yang lebih universal dalam pemahamannya tentang agama selain al-Quran, atas perspektifnya tentang universalitas wahyu dan nabi-nabi.

Dari dua karakteristik Agama Islam itu pula, menurut Seyyed Hossen Nasr dalam artikelnya yang berjudul Many Prophets, Islam telah menghidupkan kenabian yang mendahuluinya secara spiritual. Sehingga, tokoh-tokoh seperti Ibrahim, Musa, dan Isa al-Masih memainkan peran yang besar di alam semesta spiritual Islam, jauh lebih signifikan daripada Abraham dan Musa di alam semesta Kristen. Jadi, meskipun Nabi Muhammad SAW mengakhiri mata rantai panjang Nubuwah, nabi-nabi sebelumnya muncul di cakrawala Islam, serta tidak kehilangan makna spiritual mereka.

Salah seorang di antara nabi-nabi yang wajib diimani ialah Isa Al-Masih. Di dalam al-Quran namanya disebut berulang-ulang dengan berbagai panggilan dan gelar. Nabi Isa AS merupakan nabi yang paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW, tidak ada nabi lain di antara masa kenabian mereka. Muslim mengimani Isa al-Masih sebagai seorang nabi pada masanya, sementara cahaya semua nabi-nabi juga diserap ke dalam Islam.

Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda, Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat. Para nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu (HR. Bukhari, Bab Ahadits al-Anbiya’). Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Isa AS dalam peristiwa perjalanan Mi’raj. Dalam sebuah riwayat, dikatakan pula bahwa Nabi SAW bermimpi tentang Nabi Isa AS.

Kehidupan Isa Al-Masih, di dalam al-Quran, dinarasikan dalam bentuk wacana naratif yang sistematis. Kisahnya digambarkan dalam empat topik utama, yaitu kelahirannya dari Maryam yang suci, otoritasnya dalam kenabian, hubungannya dengan Tuhan, serta kematian dan kenaikannya.

Di dalam sebuah ayat, Isa al-Masih disebutkan sebagai tanda kebesaran Allah bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami (QS. Maryam:21). Ayat ini menyiratkan esensi sosok Isa al-Masih dalam keimanan Muslim. Apa itu tanda kebesaran Allah dalam diri Isa al-Masih, dan bagaimana ‘tanda’ tersebut berhubungan dengan belas kasihan atau kasih sayang (Rahmat)? Penafsiran sufistik dari ayat ini menjelaskan dengan cara yang paling instruktif bagaimana kedua aspek Isa Al-Masih ini dapat dipahami, tentunya, secara spiritual.

Baca Juga  Apakah Potensi Kesalihan Perempuan Lebih Rendah dari Laki-laki?

Menurut banyak literatur tafsir dan tasawuf, prinsip terpenting dari figur Isa Al-Masih di dalam al-Quran ialah sebagai perwujudan konkret dari welas asih yang merupakan buah realisasi Jati Diri yang Nyata (Nafs al-Haqq) dalam diri seorang hamba. Hal ini saya telusuri melalui kajian Reza Shah-Kazemi yang berjudul Jesus In The Quran: Selfhood And Compassion (an Akbari Perspective). Dalam artikle ini, Ibnu Arabi memberikan keterangan yang saling terkait tentang ‘kedirian’ dan ‘kasih sayang’ dengan cara yang sangat tajam.

Berangkat dari perinsip bahwa kasih sayang adalah sifat dasar Tuhan. Di dalam teologi Islam, ada banyak indikasi bahwa welas asih merupakan esensi dari Dzat Tuhan. Di dalam al-Quran dikatakan bahwa “Kasih sayangku meliputi segala sesuatu” (QS. Al-A’raf: 156). Jadi, apabila kemudian kasih sayang mengalir dari makhluk, ini tidak lain adalah belas kasihan Tuhan, bukan semata-mata kasih sayang makhluk itu, belas kasih ini mengalir lebih kuat dalam ukuran yang tidak dimiliki makhluk itu. Hal inilah yang kiranya terjadi dalam diri Isa al-Masih, aliran kasih sayang Tuhan yang amat deras kepada umatnya, melalui diri seorang hamba yang sangat shalih.

Sifat welas asih merupakan buah ‘kedirian’ Isa al-Masih yang terwujud dari kehambaan yang abadi, bukan ketuhanan. Ibnu Arabi menuliskan, jadilah yang Nyata dan jadilah makhluk, Demi Tuhan, anda akan berbelas kasih. Dengan kata lain, kerendahan hati dan kasih sayang adalah dua kebajikan yang mengalir dari kesadaran yang tepat atas realitas (hamba). Sebagaimana perkataan pertama Isa AS ketika masih dalam buaian “Sesungguhnya aku ini hamba Allah” (QS. Maryam: 30).

Semakin menjadi hamba, semakin dekat individu pada sumber kasih sayang (tuhan), sehingga kasih sayang akan lebih terwujud melalui dirinya. Dengan demikian, ia tidak hanya menjadi marhum, objek limpahan belas kasihan, tetapi juga seorang rahim, orang yang melimpahkan belas kasihan kepada orang lain. Jadi, Isa al-Masih merupakan ‘tanda’ kehambaan yang amat dalam yang berbuah menjadi luapan sifat kasih sayang (ar-Rahman).

Jika seseorang hanya memiliki kesadaran sebagai makhluk, tanpa rasa realitas batin dari Diri Ilahi, maka kebajikan seseorang, termasuk welas asih, akan kekurangan totalitas dan kedalaman yang tak terbatas dari pengetahuan spiritual yang terealisasi. Maka dari itu, semakin seseorang menyadari realitas Tuhan sebagai agen ontologis sejati, satu-satunya Jati Diri, semakin alami dan spontan welas asih mengalir dari dirinya. Inilah inti ajaran Isa al-Masih yang universal.

Walhasil, Isa al-Masih mewakili hubungan antara dua agama yang memiliki pengikut terbanyak di dunia saat ini. Terlepas dari berbagai kontradiksi antara Islam dan Kristen dalam mengimani Isa al-Masih, kedua agama ini percaya bahwa Isa al-Masih merupakan sosok yang penuh kasih sayang. Mengimani Isa al-Masih, berarti percaya pada kekuatan kasih sayang dan welas asih antar sesama umat manusia sebagai pantulan dari rahmat Tuhan.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.