Mengenal Shalawat Keadilan Jender

KhazanahHikmahMengenal Shalawat Keadilan Jender

Syair shalawat merupakan seni sastra prophetik yang mengiringi tradisi keagamaan umat Islam di negeri ini. Hampir setiap acara sosial-keagamaan masyarakat muslim seperti slametan, syukuran, pengajian, maulidan, khitanan, dan aqiqah selalu diisi dengan gema lantunan syair-syair shalawat. Mencintai, menghormati, dan mengenang Rasulullah SAW merupakan salah satu keshalihan hati umat Islam di seluruh dunia, salah satunya diekspresikan melalui shalawat. Dalam QS. Al-Ahzab ayat 56 dikatakan bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.

Kreasi syair-syair pujian kepada Nabi SAW berkembang dalam khazanah kesusastraan Islam, puncaknya pada abad ke-12 dan 13 seiring dengan perkembangan tasawuf dan sastra sufi. Syair shalawat merupakan karya seni yang memiliki unsur puisi dan prosa, sarat dengat muatan doa pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan berbagai pesan-pesan ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, shalawat memberikan pengaruh yang tidak sedikit sebagai dakwah, pendidikan, dan retorika untuk memuliakan dan meneladani akhlak Nabi SAW.

Karakter mulia Rasulullah SAW selalu bersinar sepanjang zaman, tidak akan pernah redup. Termasuk pula ajaran beliau tentang keadilan dan keharmonisan relasi antara laki-laki dan perempuan. Pada era modern saat ini, ajaran Nabi SAW tersebut banyak dikaji secara ilmiah dan akademis dalam kerangka teori jender. Tidak dapat dipungkiri, kritisme dan reinterpretasi bersifat anti-mainstream yang diproduksi melalui makalah, buku-buku tebal, serta kajian ilmiah, sulit membawa wacana jender membumi di kalangan muslim negeri ini yang kebanyakan masih tradisional.

Uniknya, nilai-nilai keadilan jender itu ternyata dapat dihadirkan dengan merdu dan lembut di tengah-tengah masyarakat melalui lantunan shalawat. Lembaga Rahima, Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan, mengembangkan aktivitas pembacaan syair-syair pujian atas Nabi SAW yang menekankan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan sosial dalam Islam. Hal ini mengacu pada tradisi akulturasi NU yang mengadaptasi praktik budaya lokal untuk menyebarkan nilai-nilai Islam melalui seni sastra shalawat. Tradisi shalawatan yang sangat digemari dalam berbagai acara keagamaan dalam masyarakat kita, sangat memungkinkan untuk diberi muatan ajaran yang menghormati hak-hak individu, keadilan sosial, dan kemanusiaan.

Shalawat bernuansa keadilan jender yang akan dibahas disini merupakan karya kiai Faqihuddin Abdul Kodir, ia menciptakan beberapa rangkaian syair shalawat yang berisi pesan-pesan ajaran Islam tentang keadilan dan keharmonisan antara laki-laki dan perempuan, yaitu Shalwaat Musawah (kesetaraan), Shalawat Mubadalah (kesalingan), dan Shalawat Awliya (kemitraan). Di dalamnya berisi pujian dan sanjungan kepada Nabi SAW, serta jaran beliau tentang pesan-pesan al-Quran yang menjunjung komitmen fundamental Islam terhadap kesetaraan jender dan akhlak dalam relasi laki-laki dan perempuan.

Shalwat Musawah menyajikan keindahan nilai kesetaraan jender dan urgensinya untuk diwujudkan bersama-sama. Penekanan tentang kesetaraan dan kesaman penciptaan manusia antara laki-laki dan perempuan dalam syair ini, nampaknya merujuk pada penafsiran modern atas QS. An-Nisa ayat 1. Makna istilah nafs wahidah yang diadopsi dalam shalawat ini, dikatakan sebagai ‘esensi atau diri’ yang sama, bukan adam sebagaimana yanga ada tradisi penafsirn klasik. Memaknai penciptaan manusia dengan spirit kesetaraan, pada akhirnya menumbuhkan optimisme atas potensi yang sama pula untuk berkontribusi menciptakan kehidupan yang sejahetera dan berkeadilan bagi laki-laki maupun perempuan.

Innahuu lan na’ish hayaatan thoyyibah

Illa bi juhdinaa rijaalaw wan-nisaa

Sungguh, kita tidak akan pernah bisa menyaksikan kehidupan sejahtera,

tanpa kerja keras kita semua, laki-laki dan perempuan

Baca Juga  Jalan Cinta KH. Jalaluddin Rakhmat

(Shalwat Musawah)

Syair karya Kiai Faqihuddin lainnya ialah Shalawat Awliya, syair ini menghimpun beberapa nilai untuk mendukung kemitraan seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan-perbedaan alami yang telah menjadi sunatullah. Oleh karena itu, peran publik seperti aktivitas di masjid misalnya, tidak boleh di dominasi oleh laki-laki saja jika ingin meraih kemajuan. Shalawat ini mendorong kita untuk berperan dan bekerjasama demi memperoleh kebangkitan dan ketakwaan, sesuai dengan nilai-nilai kealquranan.

Wa al-akrom lit-tuqa fil wahyin naazil

Min duuni farqi jinsin qawmin wa ‘ala

Dalam wahyu yang diturunkan, yang mulia adalah yang bertakwa,

tanpa membedakan jenis kelamin, suku, maupun status sosial

(Shalawat Awliya)

Bait ini contohnya, mengingatkan kita dengan pesan universal al-Quran tentang egalitarian dalam QS. Al-Hujurat ayat 13. Ayat ini menjelaskan tentang komitmen ajaran Islam untuk anti-diskriminasi terhadap sesama umat manusia. Apapun identitas biologis, rasial, maupun sosialnya, semua harus dipandang setara secara kemaanusiaan. Ketakwaan merupakan penilaian yang menjadi hak Allah SWT, hal ini menjadi penegasan bahwa manusia tidak dapat menjudge keshalihan sesama manusia.

Ada pula Shalawat Mubadalah yang mempromosikan harmonisasi antar laki-laki dan perempuan dalam bingkai pernikahan. Kekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah dengan mengajarkan prinsip-prinsip islami dalam ikatan pernikahan, seperti kesepakatan, saling menyayangi dan mencintai, saling menolong, juga saling berbuat baik bahkan jika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Bait-baitnyanya merujuk pada beberapa ayat al-Quran yang berkaitan tentang relasi suami-istri, salah satunya perintah Allah untuk rujuk ataupun cerai dengan cara yang sama-sama baik dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 yang diramu dalam salah satu bait shalawat Mubadalah

Fa imsaakun bi ma’ruufin fittifaaqi,

Aw tasriihun bi ihsaanin fiftirooqi

Jika terus berpasangan lakukanlah dengan penuh kebaikan,

Jika tidak, lebih baik berpisah dengan baik pula.

(Shalawat Mubadalah)

Karya seni sastra dengan motif sanjungan kepada nabi atau yang dikenal sebagai shalawat seperti ini, banyak memuat nasehat petunjuk dan hikmah kenabian. Shalawat dihadirkan dengan etika dan estetika yang membumi, sehingga dapat diminati dan dinikmati masyarakat luas di luar lingkaran elit.

Spiritualitas Shalawat menjadi daya pikat tersendiri bagi masyarakat Muslim. Bershalawat kepada Nabi SAW sangat dianjurkan dalam agama Islam, bahkan mendapat ganjaran pahala yang besar. Shalawat juga sangat disenagi Rasulullah SAW, beliau pernah memuji dan memberikan hadiah untuk seseorang yang berkarya dengan membuat syair indah untuk beliau, yaitu seorang penyair ulung di zaman rasulullah Ka’ab bin Zuhayr. Nabi SAW sangat mengapresiasi bakat dan karya syair dan retorika sanjungan yang dipersembahkan untuk beliau. Hasan ibn Tsabit dan Abdullah bin Rawahah adalah nama tokoh penyair hebat lainnya yang terkenal di masa Rasulullah SAW.

Dengan demikian, penanaman ajaran keadilan dan penghormatan terhadap sesama umat manusia melalui gema shalawat merupakan suatu metode pendidikan yang efektif, cara ini mampu menyentuh masyarakat manapun yang mempraktikan ajaran Islam. Dimensi terpenting shalawat ialah menghidupkan keteladanan Rasulullah SAW, beliau merupakan suri tauladan tertinggi bagi umat manusia. Dengan berusaha mengikuti dan meneladani Nabi SAW membuat kehidupan kita menjadi lurus, bahagia, dan damai. Jadi, shalawat yang memuat kearifan relasi jender dalam ajaran Islam karya kiai Faqihuddin Abdul Kodir ini, patut mendapat apresiasi yang besar dari masyarakat muslim di negeri ini.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.