Pesan Nabi agar Tidak Cepat Marah

KhazanahHikmahPesan Nabi agar Tidak Cepat Marah

Satu ketika ada seorang sahabat yang mendatangi Rasulullah SAW. Diduga ia adalah Abu Darda’. Pada kesempatan tersebut, laki-laki itu berkonsultasi kepada Nabi dan meminta nasihat yang singkat dan padat makna (cekak aos) agar mudah diingat dan diamalkan. Sejurus kemudian Nabi memberikan pesan agar ia tak mudah marah. Merasa kurang puas dengan jawaban Nabi, ia mengulangi permintaannya beberapa kali, dan ditimpali dengan jawaban yang sama oleh Rasulullah SAW, yakni jangan mudah marah. Imam Bukhari dalam Shahih-nya telah menuturkan kisah tadi.

Dunia saat ini masih diriuhkan perihal gambar kartun yang mengejek Nabi Muhammad SAW sepaket dengan pernyataan presiden Perancis, Emmanuel Macron yang menyatakan bahwa publikasi kartun itu bagian dari kebebasan berpendapat. Sikap tersebut layaknya menabur garam di atas luka, perihya berganda. Pasalnya, visualisasi Nabi saja diyakini sebagai larangan bagi umumnya umat Islam. Dan di situ Nabi direndahkan, dibunuh karakternya. Ini yang menciderai perasaan orang Muslim. Macron dan Perancis kini menjadi bulan-bulanan masyarakat internasional, khususnya negara berpenduduk mayoritas Islam.

Aksi boikot produk-produk Perancis di berbagai negara saat ini adalah buntut dari kejadian di atas. Setelah sebelumnya terjadi pembunuhan kepada guru yang memertontonkan kartun Nabi tersebut di ruang akademis. Ia dieksekusi oleh seorang pemuda yang sakit hati atas penghinaan kepada Nabi. Tentu aski ini sangat disayangkan.

Indonesia tak luput dari seruan-seruan untuk mengambil langkah serupa untuk memboikot. Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak mengeluarkan kebijakan untuk menarik produk-produk Perancis dari peredaran. Di luar komando pemerintah, ada sebagian masyarakat yang mengambil inisiatif untuk memboikot barang dagangan negara Perancis. Namun, tidak sedikit masyarakat yang salah kaprah dalam memahami maksud dari pemboikotan.

Seperti yang dilakukan sejumlah massa dari Gerakan Pemuda Islam (GPI) pada hari Selasa (3/11/2020) lalu di kawasan Menteng. Sebagai bentuk protes kepada kepala negara Perancis karena dianggap melecehkan Nabi, gerakan massa tersebut melakukan sweeping produk Perancis dengan memborongnya di Indomaret. Selepas itu mereka beramai-ramai membakar apa yang sudah dibeli. Pimpinan aksi tersebut menyebutnya sebagai aksi simbolis atas kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap Macron.

Aksi massa seperti di atas justru menjadi semacam pertunjukan kekonyolan. Mereka terayun-ayun rasa marah dan mengalienasi peran akal sehat serta nurani dalam menentukan langkah. Makna dasar boikot adalah berhenti membeli atau menggunakan barang tertentu, bukan malah berduyun-duyun memborong dan menyia-nyiakannya dengan dibakar.

Bukan hanya salah kaprah, aksi tersebut juga kontraproduktif dengan pesan ketuhanan dan kenabian. Terang disebutkan dalam Q.S. Al-Isra’ [17]: 26-27, bahwa pelaku pemubaziran (pemborosan) adalah rekan para setan karena hawa nafsu yang diunggulkan.

Boikot ialah sebentuk protes agar pihak pemrotes memiliki posisi tawar dan pihak terkait mau mengakomodir tuntutannya. Efek kejut dan efek jera akan salah sasaran jika tidak dipikir dengan kepala dingin. Yang terlihat malah pembodohan dan kebodohan murakab.

Tidak ada yang melarang untuk mengambil sikap pribadi dengan memboikot dagangan Perancis, asal memakai akal dan tidak menimbulkan kegaduhan. Adapun boikot dalam skala nasional, hajat hidup orang banyak semacam ini, tidak bisa diputuskan secepat makan mi instan. Prinsip maslahat untuk menjaga jiwa manusia adalah yang dikedepankan, terlebih di tengah peliknya dampak pandemi saat ini.

Baca Juga  Perkataan Sayyidina Ali tentang Kemuliaan Guru

Situasi memang tak bisa dikontrol, tapi kita punya kuasa untuk mengatur respons diri atas keadaan tersebut. Tindak brutal berupa pembunuhan kepada guru di atas juga potret dari emosi yang memunculkan agresi. Lingkaran api setan sedang mendominasinya, karena rasa marah itu dari setan dan setan tercipta dari unsur api. Nabi mengabarkan bahwa kita disebut kuat ketika mampu menangani emosi diri saat marah, bukan orang yang mampu mengalahkan orang lain secara fisik (HR. Bukhari).

Pengulangan Nabi dalam nasihat tadi menunjukkan bahwa rasa marah adalah kumpulan dari keburukan, dan menjaga diri darinya ialah sumber kebaikan. Demikian Ibnu Rajab al-Hanbali menegaskan dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam.

Nabi melihat besarnya potensi kerusakan tersebab emosi yang tak disikapi dengan bijak, sehingga beliau menekankan untuk tidak mudah marah dan menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan tersulutnya emosi. Al-Baji dalam al-Muntaqa Syarh al-Muwattha’ mengingatkan bahwa banyak perkara dalam agama akan rusak karena amarah. Emosi tak terkontrol acap kali melahirkan ucapan dan tindakan di luar batas yang dapat merusak hubungan antarmanusia, serta menjadi bibit tumbuhnya kebencian.

Rasulullah SAW mewariskan banyak resep yang dapat diterapkan untuk mengatasi godaan amarah. Paling sederhana kita bisa memohon perlindungan dari rongrongan setan dengan membaca ta’awudz. Panasnya api kemarahan dapat pula ditangani dengan berwudhu dan menegakkan shalat. Terkadang, ketika dirundung rasa marah, Nabi meminta sahabatnya, Bilal, untuk melantunkan azan agar beliau merasa tenang. Rasulullah juga memberikan tips untuk mengatur posisi badan. Sebaiknya duduk ketika kita marah dalam posisi berdiri, dan jika duduk belum juga meredakan emosi tersebut, maka berbaringlah. Urat saraf yang menegang saat marah memang perlu dijinakkan.

Wasiat Nabi di atas selalu menemukan relevansinya bagi manusia sebagai makhluk yang memang dianugerahi corak emosi oleh Tuhan. Ada tiga emosi dasar yang dimiliki manusia sejak lahir, yaitu rasa senang, marah, dan takut (Yadi, 2016). Hanya diri kita sendiri yang punyai kuasa atas tuas-tuas kendali emosi ini. Rasa marah yang liar tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan mental, tapi juga fisik.

Potensi dasar emosi yang kita miliki adalah tantangan bagi diri kita. Al-Ghazali menawarkan pendekatan ilmu dan amal untuk nego dengan emosi. Ilmu, yakni dengan mencari tahu dan mengingat keutamaan memaafkan dan mengatur emosi. Sedang amal, adalah dengan melanggengkan zikir untuk menenangkan sukma.

Ulama menyebut hadis wasiat Nabi tadi sebagai jawami’ al-kalim, karena terkumpul di dalamnya kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW adalah manusia yang berliput kasih sayang. Umatnya adalah prioritas beliau. Nabi tak mengingini umatnya tumpul dalam mengelola anugerah emosi dari Allah SWT. Pesan Nabi untuk tak gampang marah tidak hanya berlaku bagi laki-laki yang meminta kepada Nabi tadi, tetapi universal. Camkan! Marah adalah kunci segala keburukan. Wallahu a’lam.

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.