Nabi Muhammad SAW Membela Hak-Hak Perempuan

KhazanahNabi Muhammad SAW Membela Hak-Hak Perempuan

Hak-hak perempuan, topik yang ramai diperbincangkan tetapi tidak sering dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW atau Islam. Padahal, ketika hak-hak perempuan diabaikan besar-besaran sepanjang masa pra-Islam, Rasulullah SAW justru hadir menyampaikan ajaran yang membela, bahkan mengubah nasib kelam perempuan.

Kondisi yang begitu memprihatinkan terlihat dari kehidupan perempuan pada masa jahiliyah yang dijajah, seperti halnya barang, bebas diperlakukan apa saja oleh laki-laki dan wajar diwariskan. Tugas perempuan hanya memenuhi keinginan laki-laki dan harus siap kapan saja dibutuhkan. Tak jarang perempuan sampai dianiaya dan direndahkan.

Bahkan, kelahiran bayi perempuan kala itu merupakan sebuah aib. Apalagi, bayi perempuan tersebut lahir di sebuah keluarga terpandang yang memiliki kedudukan terhormat dalam kelompok masyarakat. Demi menutupi aib keluarga, lantas mereka mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru dilahirkan.

Jika bayi perempuan tidak dibunuh (diselamatkan), maka anak perempuan di zaman jahiliyah ini hanya akan menghabiskan hidupnya sebagai pemuas kaum pria. Ia wajib menuruti dan melayani semua kehendak pria, termasuk bapaknya. Perempuan tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah dan tidak berhak mendapatkan pendidikan, sebagaimana halnya laki-laki.

Pengabaian hak hidup perempuan pada masa itu diceritakan dalam al-Quran surah al-Nahl ayat 58-59, “Apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah. Lalu dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang diterimanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruk (keputusan) yang mereka tetapkan.”

Jauh berbeda dengan perempuan, laki-laki yang lahir pada masa pra-Islam dibangga-banggakan dan dijadikan calon pemimpin yang kelak memberikan kehormatan kepada keluarganya. Masyarakat Arab Jahiliyah jelas menjadikan perempuan sebagai objek yang tidak berhak bersuara dan memenuhi kebutuhannya.

Fenomena tersebut lantas dilarang dalam ajaran Islam, sebab mengubur bayi perempuan yang merupakan karunia Tuhan adalah bentuk kemungkaran. Allah ta’ala berfirman, “apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh.” [al-Takwir (81): 8-9]

Qiraat jumhur ulama menggunakan bentuk kata pasif, yakni suilat dan al-mau’udah artinya bayi-bayi yang sewaktu masa jahiliyah dikubur hidup-hidup oleh orang tua mereka karena malu. Menurut Imam Ibnu Katsir, bayi-bayi yang ditanya pada hari kiamat, dimaksudkan sebagai ancaman terhadap para pelakunya, sebab apabila orang yang teraniaya ditanya, maka terlebih lagi beratnya hukuman yang ditanggung pelaku aniaya tersebut.

Bahkan, dalam beberapa riwayat, orang-orang Muslim yang mengadu kepada Nabi Muhammad SAW bahwa pada masa jahiliyah dahulu pernah membunuh bayi perempuannya, diharuskan memerdekakan budak sejumlah bayi perempuan yang dibunuhnya, sekaligus bertaubat meminta ampunan-Nya. Dalam riwayat lain, jika pelaku aniaya itu tidak masuk Islam dan bertaubat, maka besar dosa yang ditanggungnya.

Di sisi lain, Rasulullah SAW tidak hanya menaruh perhatian terhadap hak hidup perempuan, tetapi juga berkontribusi besar dalam perkembangan pendidikannya. Beliau berpesan, “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah”, hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani ini menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki, yaitu menimba ilmu pengetahuan dan memperkaya wawasan.

Baca Juga  Terampil Mengelolah Sampah Refleksi Mencintai Alam

Manifestasi penegakkan hak perempuan untuk memiliki pendidikan yang baik dan berkualitas terlihat dari cara Rasulullah SAW mendukung semangat belajar beberapa sahabat perempuan, sehingga diberi waktu satu hari khusus untuk mengkaji ilmu-ilmu dari beliau. Bahkan, Rasulullah SAW memberikan akses pendidikan yang sama kepada perempuan, termasuk Aisyah istrinya, yang dikenal telah menyebarkan lebih dari 2.000 hadis kepada kaum Muslim.

Selanjutnya, pemaksaan kehendak perempuan perlahan sirna sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW, khususnya dalam hal pernikahan. Perempuan berhak menolak atau menerima lamaran nikah yang datang menghampirinya dan wali harus meminta izin perempuan saat hendak menikahkannya. Seorang wali tidak boleh memaksanya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak diinginkannya.

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya. Seorang gadis harus dimintai izin atas dirinya dan izinnya adalah diamnya” pesan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Hadis tersebut menunjukkan bahwa janda dan gadis sama-sama memiliki hak untuk memutuskan calon suami yang akan dinikahinya, sama sekali bukan atas dasar paksaan. Perbedaan di antara keduanya hanya sikap yang ditunjukkan saat dimintai izinnya. Seorang gadis cenderung malu dan tidak berkata-kata saat menyetujuinya, sementara seorang janda lebih berhak atas dirinya karena sudah berpengalaman sebelumnya.

Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW mendorong perempuan dalam komunitas Muslim awal untuk berperan aktif dalam menyuarakan pendapatnya dan menegakkan hak-haknya yang selama ini diabaikan oleh orang-orang jahiliyah. Hak untuk hidup, hak untuk mengenyam pendidikan, dan hak untuk lepas dari pemaksaan kehendak ditanamkan Nabi Muhammad SAW untuk mengeluarkan kaum perempuan dari nasib kelam yang menyengsarakan menuju masa depan yang cerah.

Tulisan ini akan ditutup dengan sebuah kisah menakjubkan. Para perempuan suatu waktu bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai al-Quran, mereka mengaku merasa terganggu sebab al-Quran kerap menggunakan kata ganti laki-laki, seolah-olah “orang beriman” hanya laki-laki saja. Tak lama setelah percakapan ini terjadi, Nabi menerima wahyu yang menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki.

“sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” [al-Ahzab (33): 35]

Jadi, Nabi Muhammad SAW tidak pernah merendahkan perempuan, apalagi mengabaikan hak-haknya. Sebaliknya, pada masa penghinaan dan penindasan, Nabi Muhammad SAW justru memberikan hak-hak sekligus status terhormat kepada para perempuan. 

Artikel Populer
Artikel Terkait

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.