Meneladani Nabi Muhammad dalam Cinta Tanah Air

KhazanahMeneladani Nabi Muhammad dalam Cinta Tanah Air

Umat Islam di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia bersuka-cita menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi Islam, Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang mulia. Selain sebagai rasul dan penutup para nabi (khatamul anbiya), beliau juga merupakan panutan bagi seluruh umat muslim. Perilaku dan ucapannya adalah contoh ideal yang memberikan teladan bagi umatnya, salah satunya dalam aspek cinta Tanah Air.

Meneladani nabi, bukan hanya secara simbol saja, seperti memperpanjang jenggot, berpakaian kearab-araban, atau bahkan hingga memakai celana cingkrang. Padahal bukan hanya itu yang menjadi fokus utama rasul dalam berdakwah. Apabila menggunakan barometer seperti itu, tentunya akan susah dalam membedakan mana orang yang mengikuti sunah Nabi dan mana yang sifatnya mirip kafir Quraisy, sebab akhlak lah yang menjadi tolak ukur kita dalam menggapai kesempurnaan Islam dari baginda rasul Muhammad SAW.

Dalam momentum kelahiran Nabi kali ini, banyak sekali yang menjadi fokus kita dalam meneladani rasul, terutama mengenai cintanya terhadap kampung halamannya, yaitu Makkah. Nabi pada saat itu terpaksa harus meninggalkan Tanah Airnya untuk menghindari kekerasan dari kafir Quraish di Makkah. Rasa cinta akan Tanah Air yang dirasakan rasul perlu sekali kita teladani dan kita praktekkan dalam kehidupan kita di Indonesia. Dengan rasa cinta itu maka kedamaian dan ketentraman akan selalu kita tabur di bumi Nusantara, dengan beragam perbedaannya, dari agama, suku, ras, dan lainnya.

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) KH Mahbub Maafi dalam bukunya yang berjudul Tanya Jawab Fikih Sehari-hari, menuliskan bahwa Rasulullah pernah mengekspresikan kecintaannya kepada tempat kelahirannya. Hal itu, seperti disampaikan Abbas radhiyallahu yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban. “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu.” (HR Ibnu Hibban).

Di samping Kota Mekkah, Rasullah juga mencintai Madinah yang merupakan tempat Rasulullah menetap serta mengembangkan dakwah Islam. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk komunitas Madinah dengan ditandai lahirnya watsiqah Madinah atau yang bisa disebut oleh kita dengan nama Piagam Madinah. Dalam kutipan hadis tersebut dapat menjadi refleksi dan teladan kita kepada Nabi bahwa apa yang dilakukan menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syahru Shahihil Bukhari menunjukkan bahwa keutamaan Madinah diisyaratkan sebagai cinta Tanah Air.

Dalam konteks Indonesia, mencintai v bukan hanya karena tabiat, melainkan juga lahir dari bentuk keimanan. Karenanya jika kita mengaku diri sebagai orang yang beriman, maka dari itu mencintai Indonesia sebagai Tanah Air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan suatu keniscayaan. Istilah inilah yang disebut sebagai Hubbul Wathan Minal Iman atau cinta Tanah Air sebagian dari iman. Kemudian, konsekuensinya adalah jika ada upaya dari sekelompok orang atau golongan yang ingin berusaha dan berupaya merongrong keutuhan Pancasila dan NKRI. Hal ini tentu wajib untuk kita menentangnya karena sebagai bentuk dari pada keimanan kita.

Baca Juga  Meluruskan Penyimpangan Makna Jihad

Di Indonesia, cinta Tanah Air atau nasionalisme telah melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Kecintaan terhadap Tanah Air, seperti telah dilakukan Nabi merupakan bentuk keimanan kita. Suatu bangsa bisa terus mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan ganasnya ombak, menuju dermaga harapan yang ada didepan sana. Ibarat nahkodah dan penumpang sebuah kapal laut, mereka harus terus berusaha dan berjuang, agar kapal laut tersebut bisa mencapai tujuannya. Begitupun suatu bangsa, memiliki cita-cita yang ingin dicapai, yaitu keutuhan NKRI.  

Meminjam ungkapan dari seorang filsuf bernama Marcus Tullius Cicero, ia berasal dari Romawi kuno mengatakan bahwa, “jangan tanya apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu.” Kata-kata ini bisa menjadi cambuk kesadaran bagi setiap warga negara, agar kita selalu memberikan sumbangsi demi kepentingan bangsa dan negara sebagai bentuk cinta Tanah Air.

Suatu bangsa, bagaikan seluruh anggota tubuh. Ketika salah satu bagian tubuh sakit, maka tubuh yang lain pun akan ikut merasakan sakit, begitulah sistemnya. Dalam bernegara pun demikian, tidak ada yang perlu disalahkan karena persoalan kebangsaan merupakan tanggung jawab bersama sebagai warga negara. Jatuh dan bangunnya suatu bangsa ada ditangan rakyatnya. Ketika rakyat memiliki mentalitas cinta Tanah Air, cita-cita suatu bangsa  pun akan bisa tercapai.

Thomas T. Pureklolon dalam bukunya yang berjudul, Nasionalisme Supermasi Perpolitikan Negara (2018) mengatakan bahwa, cinta Tanah Air atau nasionalisme menjadi wujud ekspresi sosial dan budaya masyarakat yang demokratis. Nasionalisme adalah sebuah ideologi politik yang mampu menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama.

Dengan demikian, secara tegas kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap Tanah Airnya sungguh luar biasa. Bentuk Cinta Tanah Airnya itu menjadi refleksi dan teladan bagi kita sebagai umatnya. Mencintai tanah air sebagaimana tempat tinggal kita adalah merupakan bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mengaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia dengan dasar ideologi Pancasila serta sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas muslim merupakan keniscayaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.