Spirit Santri Melawan Ekstremisme Agama

KolomSpirit Santri Melawan Ekstremisme Agama

Tepat tanggal 22 Oktober, diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan ini, merupakan sebuah momentum untuk mengingat dan menggali kembali spirit santri dalam Resolusi Jihad, pada 22 Oktober 1945. Pada saat itu, para santri memiliki andil yang cukup besar dalam melawan penjajah. Tak hanya itu, santri beserta kiai juga dianggap mempunyai peran tersendiri terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, dalam menyambut peringatan Hari Santri Nasional, selain kita merefleksikan peran santri di masa lalu, juga untuk membangkitkan spirit santri dalam melawan segala bentuk ancaman bangsa, khususnya melawan ekstremisme agama.

Ekstremisme agama merupakan akar dari persoalan radikalisme dan terorisme, yang sampai saat ini belum bisa diatasi sepenuhnya, dan terus-menerus merongrong eksistensi bangsa dan negara. Khaled Abou el Fadl dalam bukunya The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremist menyebutkan bahwa kaum ekstremis berbasis agama makin menguat meski jumlahnya minoritas.

Hal ini telah kita saksikan sendiri, bahwa selama kurang lebih satu dekade belakangan ini, gerakan-gerakan keagamaan bercorak konservatif-radikal telah mendominasi ruang publik. Citra Islam Indonesia yang dahulunya dikenal santun, ramah, toleran, moderat pun perlahan mulai luntur. Digantikan dengan citra Islam yang kaku, tidak ramah pada perbedaan, intoleran, dan seringkali menjurus pada tindakan ekstrem dan radikal. Dengan begitu, ekstremisme agama sudah bukan lagi menjadi persoalan sepele, melainkan telah menjadi permasalahan serius yang perlu diatasi bersama, terutama oleh para santri.

Persoalan ekstremisme agama, terlihat dalam sejumlah kasus terorisme yang selama ini menghantui Indonesia. Sejak peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002, Indonesia seolah lekat dengan aksi terorisme. Kelompok ekstrem-radikal yang mengatasnamakan agama, berkembang biak membentuk berbagai jaringan yang kuat, dan solid sekaligus sulit diidentifikasi. Tentunya, aksi teror ini telah menelan banyak korban jiwa, menghancurkan fasiltas yang ada, serta mengakibatkan trauma kepada bangsa Indonesia.

Bahkan, tidak hanya gencar melakukan aksi teror, kelompok ini juga sangat masif dalam menyebarkan paham radikalisme di kalangan ummat Islam. akhirnya, paham radikal kini layaknya virus yang menyebar ke seluruh elemen masyarakat, mulai dari masyarakat umum, kalangan intelektual, sampai pegawai pemerintah. Lebih parahnya lagi, kelompok radikal kini secara terbuka berani mempromosikan dan mengampanyekan agendanya untuk mengganti NKRI Pancasila dengan khilafah islamiyyah.

Dalam situasi yang memprihatinkan ini, spirit santri harus dibangkitkan kembali.  Jika di masa lalu, santri memiliki peran besar dalam melawan penjajah, maka saat ini santri dituntut kembali untuk berperan dalam menjaga keutuhan bangsa, dengan cara melawan narasi-narasi yang bertujuan memecah belah bangsa. Kelompok ekstremisme dalam banyak hal sama membahayakannya dengan kolonialisme. Mereka memaksakan kehendaknya melalui cara-cara kekerasan yang tidak mengindahkan nilai kemanusiaan.

Baca Juga  Imam Malik yang Tidak Jumawa

Sejatinya, Islam adalah agama yang cinta damai dan tidak menyukai kekerasan. Santri sebagai tokoh yang mempunyai pengetahuan tentang nilai-nilai ajaran Islam, seharusnya dapat mengimplementasikannya secara tepat. Dengan sikap tasamuh (toleransi), ta’awun (tolong-menolong), tenggang rasa, serta empati yang dimiliki santri, itu dapat menciptakan budaya damai dan menangkal ekstremisme.

Selain itu, di era milenial ini, santri wajib menebarkan pesan damai dalam media sosial, baik itu dalam bentuk video, tulisan, maupun meme yang dibaluti oleh pesan-pesan kebaikan yang mendamaikan. Santri dengan berbekal ilmu agama yang dipelajarinya di bangku pesantren selama bertahun-tahun, sudah harus berbagi ilmunya melalui media kekinian.

Hal ini dikarenakan generasi milenial lebih banyak menghabiskan waktunya dalam bermain media sosial. Mereka menggunakan media sosial untuk memperlajari apapun, salah satunya agama. Maka dari itu, jika di media sosial hanya berisikan kelompok-kelompok ekstrem, tentunya generasi milenial akan menjadi generasi yang cenderung memiliki sikap intoleransi.

Dengan demikian, peringatan Hari Santri Nasional ini sudah sepatutnya kita sambut dengan momentum untuk membangkitkan kembali spirit santri dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Para santri harus kembali berjihad, dalam melawan pembodohan dan penyesatan ideologi yang dilakukan oleh kaum ekstremis.

Jangan sampai, negeri yang sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata, malah diambil alih dan dikuasi oleh kelompok-kelompok yang tidak pernah memperjuangkannya. Santri harus tetap menjadi garda terdepan dalam perjuangan bangsa ini. Oleh karena itu, mari kita kobarkan spirit santri dalam mengawal negeri dan melawan segala bentuk ekstremisme atasnama apapun, khususnya agama.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.