Silaturahim sebagai Ibadah Sosial

KolomSilaturahim sebagai Ibadah Sosial

Tak ada yang cara lebih baik dan sederhana untuk menyemai kedamaian kalau bukan dengan silaturahim. Tali kasih manusia segalanya terajut dalam silaturahim. Semakin kita sering menjalin silaturahim dengan banyak orang, tentu akan mudah memahami karakter dan keadaannya. Sebab itu, silaturahim merupakan ibadah sosial yang penting untuk dijaga dan dilakukan dengan tulus, bukan sekadar pencitraan.

Silaturahim menurut para intelektual dan cendekiawan Muslim dikategorikan sebagai ibadah sosial, yang berorientasi pada kerukunan antar umat manusia. Mestinya bukan hal yang asing bagi umat Muslim, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk bersilaturahim. Salah satu hadis yang diceritakan dari Sahabat Abu Ayyub Al-Anshari, Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara (HR Bukhari).

Kendati makna silaturahim sudah banyak yang tahu, tak ada salahnya kita memahami maknanya kembali. Istilah silaturahim sebenarnya terdiri dari dua kata, yakni shilah (jalinan) dan al-rahim (kasih-sayang), yang dapat diartikan sebagai jalinan kasih sayang. Adapun jalinan kasih-sayang yang dimaksud di sini tentu pengertiannya harus dipahami secara luas. Tak ada batas untuk untuk menjalin kasih sayang pada sesama manusia tanpa memandang warna kulit, agama, suku, budaya, tradisi dan negara.

Lalu kiranya silaturahim seperi apa yang dikategorikan ibadah sosial dan bisa memberikan kerukunan? Karena itu, silaturahmi di sini harus dimulai dengan niat yang baik dan menjaga etika. Ke manapun kita bersilaturahim etika itu harus diikut sertakan. Tujuannya agar seorang yang didatangi tidak merasa tersinggung. Meski seorang yang datang bersilaturahim adalah tamu, yang konon tamu adalah raja. Bukan berarti ia bisa berbuat sekehendak hati, hingga harus merepotkan orang lain. Apalagi berkunjungnya kepada orang yang tengah tertimpa musibah dan diliputi masalah atau sibuk, ini sangat tidak diperkenankan.

Dalam buku Islam Madzhab Cinta, terdapat sebuah kisah seorang Arab yang sangat membenci Rasulullah SAW, setiap kali bertemu orang tersebut, ia acap kali memberikan cacian dan hinaan. Suatu ketika orang tersebut tak dilihat Rasulullah SAW dalam beberapa hari, beliau pun menanyakannya dan diketahui orang tersebut sedang terbaring sakit. Mendengarnya, Rasulullah SAW langsung bergegas menjenguk. Kedatangan beliau membuatnya terkejut, terlebih saat ditanyai dengan kondisi yang dialaminya. Kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah orang yang aku benci dan aku hina, tetapi engkau datang membesukku dengan tulus. Sedangkan teman-temanku yang selama ini aku agungkan sampai kini mereka belum ada yang membesukku. Betapa Mulianya budi pekertimu, wahai Muhammad.”

Baca Juga  Ngaji Bidayatul Mujtahid: Kenapa Kita Wajib Berwudhu sebelum Shalat?

Silaturahim yang bernilai ibadah ialah silaturahim yang memberikan manfaat dan kebahagiaan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai manusia, jalinan kasih-sayang merupakan fondasi untuk mengukuhkan keberlangsungan hidup. Silaturahim berarti bersinergi membangun keharmonisan, bersatu padu dalam menjalin kasih-sayang. Untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang pelural. Bung Karno tak sungkan menjalin silaturahim dan berdiskusi dengan sesama anak bangsa, hingga terbentuknya negara Indonesia.

Dunia politik mempraktikan silaturahim dengan berkampanye, turun ke jalanan dan rela menghampiri pelosok-pelosok daerah. Meski bersifat sporadis, hal tersebut dilakukan demi menjalin hubungan yang lebih dekat dan memahami kondisi rakyatnya. Menjalin silaturahim di era pandemi saat ini bukan suatu hal yang mustahil. Media sosial menjadi jalan yang tak terpisahkan dari kemajuan teknologi yang berhasil mengubah aktivitas berbasis virtual.

Oleh karena itu, silaturahim memiliki urgensi yang tak bisa diabaikan dalam kehidupan sosial. Rasulullah SAW juga berbicara tentang keutamaan dari silaturahim yaitu, Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturahim. (HR. Bukhari dan Muslim). Akan tetapi, sangat picik bila seseorang yang bersilaturahim hanya terobsesi untuk mendapat keuntungan materi semata.

Sejatinya tujuan silaturahim adalah untuk merekatkan tali persaudaraan dan kebutuhan kita sebagai makhluk sosial. Melihat banyaknya keutamaan dan hal positif terkait silaturahim, patutnya kita melestarikan jalinan kasih-sayang tersebut. Demi terciptanya keharmonisan dan menjaga kerukunan antar umat.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.