Merangkul Minoritas Gaya Gus Dur

KolomMerangkul Minoritas Gaya Gus Dur

Gaya kepemimpinan setiap Presiden di negeri ini mempunyai style yang berbeda-beda. Bung Karno, dia memiliki ciri tegas dan gaya berbicara lugas. Soeharto dengan murah senyumnya. Habibie dengan kejeniusannya. Gus Dur memiliki ciri khas pluralismenya. Megawati Soekarno Puteri dengan kebaya dan kalemnya. SBY dengan suara indahnya. Dan Jokowi dengan blusukannya.

Namun dari ketujuh Presiden tersebut, ada Gus Dur yang mempunyai kelebihan dan keunikan tersendiri, yakni Presiden sederhana, humoris, dan mengedepankan toleransi antar umat manusia. Seorang Bapak bangsa dengan menyandang pluralisme patut ia terima. Karena berkat jasanya, negeri ini terawat kemajemukan yang indah.

Gus Dur adalah tokoh terkenal nan fenomenal pada masanya hingga saat ini. Presiden yang mempunyai nama lengkap KH. Abdurrahman Wahid merupakan seorang cucu Kiai karismatik Nusantara sekaligus pahlawan nasional dan pendiri NU, sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Menilik dari beberapa keunikan Gus Dur, ada satu kelebihannya yang tidak pernah dilupakan semua orang, yakni merangkul dan mengajak semua orang untuk mencintai sesama tanpa adanya kesenjangan. Dengan merangkul minoritas, Gus Dur dicintai oleh rakyat, khususnya warga NU. Itulah sebab mengapa Gus Dur digelari Bapak pluralisme Indonesia.

Negeri ini memang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, Gus Dur pun beragama Islam. Namun, dengan ia menganut agama mayoritas tidak membuatnya berperilaku semena-mena terhadap agama minoritas. Gus Dur malah melindungi minoritas dari segala ancaman dengan merangkul semua elemen agama yang ada di negeri ini.

Bahkan pada era Gus Dur, agama Khonghucu mendapat pengakuan resmi dari negara dan membebaskan masyarakat Khonghucu untuk mejalankan ibadah agamanya secara terbuka serta merayakan Hari Raya agamanya. Pengakuan ini didapat setelah masyarakat Konghucu berjuang bertahun-tahun lamanya untuk bisa sejajar dengan agama-agama besar yang ada di negeri ini.

Usaha yang dilakukan Gus Dur tidak serta-merta ingin mencampuri agama Khonghucu atau ingin mendapat perhatian lebih dari publik. Namun melihat dari sisi sosial, Gus Dur ingin menanam dan memanifestasikan nilai-nilai yang sudah tercantum pada UUD 1945 dan Pancasila. Di sinilah Gus Dur menjadi tokoh sekaligus pahlawan pluralisme yang dicintai masyarakat.

Baca Juga  Dubes RI untuk Tunisia: Nuzulul Quran Momentum Menjadi Manusia Berperadaban Qurani

Apresiasi Gus Dur terhadap Hak Asasi Manusi (HAM) ternyata sering dilakukannya dalam pengimplementasiannya. Terbukti dengan pembelaan Gus Dur dari beberapa kasus diskriminasi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap kelompok minoritas yang menimbulkan tindakan intoleransi yang terjadi di beberapa tempat pada masanya.

Saat menjabat sebagai Presiden, Gus Dur pernah memperbolehkan bendera OPM berkibar asalkan tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih. Dari situ Gus Dur dapat mengambil hati masyarakat Papua. Gus Dur percaya pada Orang Papua. Gus Dur tahu, bahwa itulah cara untuk merebut hati suatu masyarakat yang puluhan tahun merasa tersinggung, tidak dihormati, dan bahkan dihina. Karena itu orang-orang Papua mencintai Gus Dur, hal ini disebutkan dalam buku Gus Dur Ku, Gus Dur Anda dan Gus Dur Kita karangan Muhammad AS Hikam.

Dalam buku berjudul Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Agama Masyarakat Demokrasi,Gus Dur mengkritik adanya penamaan terhadap segala aktifitas dengan menggunakan bahasa Arab, contohnya seperti menggantikan kata “Minggu” menjadi Ahad dan banyak kata lain. Hal itu disebut olehnya sebagai Arabisasi. Seolah-olah jika masyarakat tidak menyebutkan beberapa kata dengan bahasa Arab, ke-Islaman seseorang akan berkurang. Formalisasi seperti itu akibat rasa kurangnya percaya diri ketika menghadapi kemajuan barat yang sekuler. Padahal itu Arabisasi bukanlah Islamisasi.

Gus Dur juga menyukai silaturahmi dan berkunjung kepada tokoh-tokoh lintas agama. Ia selalu datang ketika diundang ke tempat-tempat peribadatan selain Islam. Memanusiakan masyarakat Indonesia dengan melindungi dan menghargai pribumi serta segala etnis tidak hanya menjadi tugas Gus Dur, tetapi menjadi tugas kita semua. Gus Dur mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan dalam Islam tumbuh kerukunan untuk semua manusia.

Dengan demikian sebagai Presiden pencari perdamaian, Gus Dur mengajari kita bagaimana caranya merangkul minoritas tanpa ada yang tertindas. Saat ini sudah seharusnya kita implementasikan secara nyata ke dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi dan pluralisme harus hidup dan tumbuh subur di negeri ini demi tercapainya kedamaian atas perbedaan. Damailah bersama Gus Dur.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.