Ngaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Menjaga Lisan Dari Ghibah (Bagian 1)

KhazanahNgaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Menjaga Lisan Dari Ghibah (Bagian 1)

ISLAMRAMAH.CO, Jagalah lisanmu dari ghibah dan mendengarkan ghibah. Artinya, diam sebagai bentuk persetujuan terhadap pembicaraan tersebut karena dosa ghibah lebih besar daripada dosa 30 kali berzina. Pernyataan ini adalah keterangan yang bersumber hadis. Ghibah berarti menyebut sesuatu pada diri seseorang yang tidak disukai bila ia mendengarnya, baik menyebutnya dengan lisan, tulisan, maupun dengan isyarat mata, tangan, dan kepala.

Dalam pengertian lain, ghibah artinya membuka atau membeberkan aib orang lain tentang kekurangan yang ada pada dirinya, seperti cacat tubuh, nasab, perbuatan, perkataan, agama, atau harta miliknya; rumah, perhiasan, pakaian, dan hewan peliharaannya. Dengan demikian, ghibah adalah perbuatan zalim meskipun apa yang kau katakan benar adanya. Rasulullah Saw bersabda:

“Jika pada dirinya terdapat kekurangan seperti yang kau katakan maka engkau telah berbuat ghibah (menggunjingnya), dan jika tidak ada padanya berarti engkau telah memfitnahnya.”

Maka dari itu, jagalah dirimu dari ghibah yang disertai riya’, yaitu menampakkan aib seseorang secara langsung dengan menyebut nama orang itu seakan-akan engkau orang saleh yang merasa berduka atas keadaan orang lain, baik orang itu sudah meninggal atau masih hidup. Karena perbuatan itu termasuk jenis ghibah yang paling buruk.

Contohnya, ketika engkau ditanya, “Bagaimana keadaan si fulan?” Kemudian engkau menjawab, “Semoga Allah Swt memperbaiki keadaannya. Sesungguhnya aku merasa sedih atas apa yang dilakukannya. Ia berusaha mendekati seorang penguasa; atau ia mencari sisa-sisa makanan; atau iaa punya rasa malu, dan sebagainya. Maka, marilah kita memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaannya dan memperbaiki keadaan kita.”

Di dalam ucapan seperti di atas terdapat dua keburukan: pertama, dikatakan sebagai ghibah jika dengan perkataan ini masing-masing orang bisa saling memahami siapa orang yang dimaksud. Namun, tidak mengapa jika tidak menyebutkan nama orang yang dimaksud. Dalam hal ini Rasulullah memberikan teladan yang ideal. Jika beliau tidak suka terhadap seseorang, beliau tidak pernah menyebut nama orang yang dimaksud, tetapi dengan mengatakan, “Mengapa orang-orang melakukan begini dan begini?

Baca Juga  Ngaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Adab Masuk dan Keluar Kamar Kecil (Bagian 1)

Kedua, engkau memuji dirimu sendiri dengan mencela orang lain. Dalam arti menganggap dirimu lebih baik daripada orang lain dengan cara mencela dan merendahkannya. Dengan begitu, engkau telah melakukan dua keburukan; ghibah dan memuji diri sendiri, riya, dan merasa lebih baik dari orang lain. Engkau telah berbuat riya dan karena kebodohanmu engkau mengira termasuk orang-orang saleh yang tidak mau melakukan ghibah.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.