Mengenal Lebih Dekat Kiai Ma’ruf Amin: Aktivis NU Sejak Muda (Bagian 2)

BeritaMengenal Lebih Dekat Kiai Ma’ruf Amin: Aktivis NU Sejak Muda (Bagian 2)

ISLAMRAMAH.CO, Kia Ma’ruf Amin, adalah sosok yang membaktikan dirinya kepada Nahdlatul Ulama (NU) sejak muda. Lebih dari sepertiga hidupnya didedikasikan untuk merawat dan membesarkan NU. Persentuhan Kiai Ma’ruf dengan NU dimulai sejak usianya masih 21 tahun, yaitu ketika ia mendirikan dan sekaligus menjadi ketua ranting Anshor di Kelurahan Koja, Tanjung Priok pada tahun 1964. Jadi, ketika saat ini usianya 75 tahun, maka itu berarti genap 54 tahun ia menjadi bagian dari organisasi keagamaan terbesar di Tanah Air, bahkan di dunia.

Sejak usia muda Kiai Ma’ruf dianggap sebagai kader yang matang dan piawai dalam berorganisasi, karena itu ia mencuri perhatian pengurus NU wilayah DKI Jakarta. Ketika baru dua tahun menjadi ketua NU Cabang Tanjung Priok, Kiai Ma’ruf diajak oleh kepengurusan NU Wilayah DKI Jakarta untuk bergabung ke dalam struktur pengurus NU Wilayah itu. Posisi yang diberikan tidak tanggung-tanggung, ia langsung menjadi wakil ketua. Saat itu tahun 1968 usia Kiai Ma’ruf masih 25 tahun. Bahkan, melalui partai NU ia berhasil duduk sebagai anggota DPRD DKI Jakarta.

Kiai Ma’ruf mulai masuk lingkaran elit kepengurusan NU pada Muktamar NU ke-28 di Krapyak, Yogyakarta pada tahun 1989. Saat itu ia terpilih menjadi Khatib Aam (sekretaris) Syuriah mendampingi Kiai Ahmad Siddiq yang kembali terpilih menjadi Rais Aam dan Wakil Rais Aam Kiai Ali Yafie, sementara Ketua Umum PBNU kembali terpilih Gus Dur. Pada posisi itu, Kiai Ma’ruf mulai memperlihatkan kapasitasnya sebagai kiai yang mendorong dinamisasi pemikiran di kalangan NU yang dinilai mengalami kejumudan dalam berpikir.

Dalam kepengurusan NU 1995-2000, Kiai Ma’ruf dipercaya menjadi Rais Syuriah PBNU, sedangkan Rais Aam diamanahkan kepada Kiai Ilyas Ruchiyat dan Wakil Rais Aam Kiai Sahal Mahfudz. Dalam kepengurusan itu, Kiai Ma’ruf terlibat aktif dalam berbagai kegiatan NU karena ia bermukim di Jakarta. Di sisi lain, Rais Aam dan Wakil Rais Aam lebih sering berada di luar Jakarta, dan Gus Dur saat itu memiliki agenda yang cukup padat dan kesehatan fisik yang menurun. Maka Kiai Ma’ruf secara khusus ditunjuk sebagai Kordinator Harian (Kohar), dan perannya semakin nampak, termasuk menjadi inisiator pendirian partai PKB sebagai partainya NU saat itu.

Pada saat menjadi Kohar NU, Kiai Ma’ruf makin sibuk mendirikan partai politik, apalagi di kabinet Presiden Habibi tidak ada satu pun kader NU di dalamnya. Karena itu ia mendirikan PKB dan terpilih sebagai Ketua Dewan Syuro PKB pertama serta turut berkompetisi menjadi anggota legislatif dan ia terpilih. Sejak berkiprah di politik praktis, Kiai Ma’ruf memilih tidak aktif di NU pada kepengurusan 1999-2004. Sikap itu sesuai dengan komitmen bahwa jika aktif di PKB, maka harus melepaskan jabatan di struktural NU.

Baca Juga  Cak Nun : Puasa Sebagai Perbaikan Kesalahan

Berakhirnya periode sebagai anggota DPR pada tahun 2004, Kiai Ma’ruf memilih untuk tidak terlibat dalam politik. Kiai Ma’ruf merasa tidak nyaman karena di PKB terlalu banyak friksi. Ia memutuskan istirahat dari dunia politik praktis dan memilih fokus dalam dakwah dan pendidikan. Karena itu, pada Muktamar NU ke 31 di Surakarta yang mengamanahkan Rais Aam kepada Kiai Sahal Mahfudz dan Kiai Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum, Kiai Ma’ruf masuk kembali dalam struktur kepengurusan NU periode 2004-2009 dan menjabat sebagai Rais Syuriah. Sejak itu, Kiai Ma’ruf memilih fokus untuk aktif di NU dan Majelis Ulama Indonesia.

Setelah itu, pada Muktamar NU ke-32 di Makasar tahun 2010, Kiai Said Aqil Siroj terpilih sebagai Ketua Umum dan Kiai Sahal Mahfudz sebagai Rais Aam untuk periode 2010-2015. Di periode kepengurusan ini Kiai Ma’ruf duduk sebagai Mustasyar PBNU. Pada tahun 2014, Kiai Sahal Mahfudz wafat, Kiai Mustofa Bisri atau Gus Mus yang sebelumnya menjadi wakil Rais Aam diangkat menjadi Rais Aam menggantikan Kiai Sahal.

Sebagaimana sudah terjadwal lima tahunan, maka pada tahun 2015 dilakukan kembali muktamar NU di Jombang. Kiai Mustofa Bisri terpilih sebagai Rais Aam dan Kiai Ma’ruf sebagai Wakil Rais Aam 2015-2020. Namun demikian, ternyata Kiai Mustofa Bisri yang sejak awal tidak bersedia menjadi Rais Aam, tetap bertahan dengan sikapnya. Meskipun tim formatur (ahlul halli wal aqdi) secara resmi memilihnya, Gus Mus tetap tidak bersedia. Tentu saja ini menjadi dilema, karena pemilihan ketua umum harus dilakukan malam itu juga dan kandidat terpilih harus mendapatkan restu dari Rais Aam.

Akhirnya tim formatur kembali menggelar sidang kilat, dan menyepakati Kiai Ma’ruf Amin sebagai Rais Aam. Artinya, jabatan sebagai wakil Rais Aam hanya diemban selama kurang lebih 2 jam. Kiai Ma’ruf pun lantas memberikan restu dan rekomendasi kepada calon ketua umum yang mendapat suara sesuai minimal persyaratan untuk dipilih muktamirin. Muktamar itu kemudian menetapkan Kiai Said Aqil Siroj sebagai Ketua Umum PBNU terpilih kembali periode 2015-2020.

Setelah separuh abad lebih jejak keaktifan Kiai Ma’ruf di NU, kini ia dipilih menjadi calon wakil presiden Republik Indonesia 2019-2024 untuk mendampingi presiden Jokowi. Tentu saja pencapaiannya merupakan suatu kebanggaan bagi keluarga besar NU dan generasi muda NU. Melalui segudang pengalaman dalam dunia organisasi keummatan yang dalam hal ini ia abdikan kepada Nahdlatul Ulama, maka mari kita tunggu kiprah dan sumbangsihnya yang lebih besar kepada bangsa, negara dan agama.

Artikel Populer
Artikel Terkait

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.