Alam bekerja dengan dua sisi berlawanan, tetapi di saat yang sama keduanya seperti saling membutuhkan. Bencana alam bagian dari kemarahan alam, meski di dalamnya juga terkandung pelajaran kebaikan bagi manusia untuk tidak melakukan pengrusakan terhadapnya. Ini yang dimaksud kebaikan tidak bisa terpisahkan dari keburukan. Pilihannya kembali bagaimana cara kita melihat, apa hanya terfokus pada kebaikannya atau sebaliknya pada keburukannya saja.
Dalam buku Fihi Ma Fihi (2016), Rumi mengatakan tunjukkan kepadaku kejahatan di dunia ini yang tidak berisi kebaikan dan kebaikan yang tidak mengandung kejahatan. Baik dan jahat adalah satu hal, tak mungkin dipisahkan. Pada sisi inilah, kita tidak sepakat dengan penganut Zoroastrian. Mereka mengatakan ada dua Tuhan, satu pencipta kebaikan dan satunya lagi pencipta kejahatan.
Sudah menjadi konsekuensi bagi manusia setiap kebijakan yang diambil. Boleh jadi suatu perkara baik bagi kita, tetapi tidak baik bagi orang lain. Sebaliknya, terkadang baik bagi orang lain, akan tetapi tidak bagi diri sendiri. Ini hal dasar bagaimana cara alam bekerja, karenanya tak usah ambil pusing berlama-lama. Selagi apa yang diniatkan baik dan tak bermaksud menyakiti, niat ini sudah cukup.
Keburukan akan tetap menjadi buruk, akan tetapi kekeliruan yang kemudian disusul dengan pertaubatan Allah SWT memberi jalan selebar-lebarnya atas pengampunan dosa yang dilakukan. Oleh karenanya jangan pernah putus asa dengan segala kekeliruan yang dilakukan dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi. Kendati sulit memaafkan dan mendapat penerimaan dari manusia, sesungguhnya Allah SWT maha pengampun. Demikian orang-orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya telah keluar dari apa yang diyakini, sebab ia tidak memercayai kekuasaan Tuhannya.
