Ilusi Nilai dan Transaksi dalam Kebijakan Luar Negeri AS

KolomIlusi Nilai dan Transaksi dalam Kebijakan Luar Negeri AS

Dalam sejarah panjang kebijakan luar negeri Amerika Serikat, satu pola terus berulang dari masa ke masa: siapa pun presidennya—baik dari Partai Demokrat maupun Republik—umumnya akan bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling setia mendukung Israel. Hal ini telah menjadi bagian dari konsensus politik internal di Washington, sekalipun dukungan tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip hukum internasional yang kerap mereka serukan ke seluruh dunia.

Pendekatan ini memperlihatkan kegagalan mendasar dalam mewujudkan tata kelola berbasis nilai (value-based governance)—yaitu praktik pemerintahan dan pengambilan keputusan, baik domestik maupun luar negeri, yang dibimbing oleh prinsip keadilan, akuntabilitas, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta keberpihakan pada nilai-nilai universal kemanusiaan. Tata kelola semacam ini tidak hanya penting dalam konteks negara berkembang, tetapi justru paling krusial bagi negara-negara besar yang memiliki pengaruh global, seperti Amerika Serikat.

Namun dalam praktiknya, kebijakan luar negeri AS terhadap dunia Muslim dan Global South, termasuk dalam konteks genosida di Palestina oleh Israel, tampak lebih ditentukan oleh kalkulasi politik domestik dan kepentingan lobby, bukan oleh pertimbangan nilai. Pemerintahan Joe Biden–Kamala Harris, misalnya, walau mengusung retorika demokrasi dan hak asasi manusia, pada kenyataannya justru terus mendukung agresi Israel melalui pengiriman senjata dan perlindungan diplomatik di forum internasional. Sebaliknya, Donald Trump mendukung Israel dengan terbuka dan frontal, termasuk mendorong perluasan pemukiman ilegal dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Perbandingan keduanya hanya memperlihatkan perbedaan gaya, bukan substansi. Dalam isu Gaza, Lebanon, Iran, hingga Turki, keduanya menerapkan pendekatan represif yang sama, hanya berbeda dalam retorika dan metode komunikasi. Ini menegaskan bahwa perbedaan di antara kandidat utama AS dalam pemilu hanya ilusi pilihan, bukan perubahan nilai.

Baca Juga  Paradoks Bulan Suci Ramadhan

Di sinilah urgensi pemberdayaan politik (political empowerment) menjadi sangat penting, khususnya bagi komunitas Muslim di Amerika Serikat dan masyarakat sipil global. Pemberdayaan politik adalah proses membangun kesadaran, kapasitas, dan kekuatan kolektif warga untuk memengaruhi kebijakan, termasuk dalam menuntut pertanggungjawaban moral atas keputusan-keputusan luar negeri yang mendukung penindasan dan pelanggaran hak asasi. Ini mencakup partisipasi dalam pemilu, advokasi publik, kampanye informasi, serta tekanan terhadap lembaga legislatif dan eksekutif.

Tanpa dorongan dari akar rumput, sistem politik akan terus dikuasai oleh elite yang tidak berorientasi pada nilai, tetapi pada kepentingan jangka pendek. Maka dari itu, masyarakat yang memiliki nurani, baik di dalam AS maupun di luar, harus menyadari bahwa perubahan tidak akan datang dari atas, melainkan dari bawah—melalui mobilisasi kesadaran politik yang terarah dan berkelanjutan.

Di tingkat global, ketidakadilan yang terus dibiarkan akan melahirkan ketidakstabilan. Dunia tidak dapat lagi bertumpu pada sistem internasional yang dikendalikan oleh kekuatan yang mengabaikan prinsip nilai dalam kebijakan luar negerinya. Tragedi Palestina adalah pengingat nyata bahwa tata kelola yang tidak berbasis nilai akan menciptakan penderitaan massal dan pelanggaran kemanusiaan yang terus berlangsung. Dunia internasional seharusnya menjadikan tragedi ini sebagai momentum koreksi. Bahwa hegemoni tanpa nilai tidak akan menciptakan ketertiban, dan kekuasaan tanpa moral hanya akan mempercepat disintegrasi sosial dan politik—baik di tingkat negara maupun global.

Di tengah langit yang gelap, harapan itu tetap ada. Harapan bahwa masyarakat global, umat beragama, akademisi, aktivis, dan komunitas dunia global akan bersatu memperjuangkan kebenaran, bukan berdasarkan loyalitas politik, tetapi karena keyakinan terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang tak bisa ditawar. []

Artikel Populer
Artikel Terkait

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.