Lawan Takfir dengan Taaruf

KolomLawan Takfir dengan Taaruf

Takfir atau menuduh orang atau kelompok Muslim lain sebagai kafir dan bukan Islam, tidak pernah sah. Tuduhan semacam itu belakangan menjadi jurus andalan orang-orang yang lemah dalam berdebat dan kurang pengetahuan agamanya. Takfir adalah kesimpulan tanpa proses berpikir logis, dan sangat berbahaya. 

Takfir merupakan alat untuk melegitimasi aksi kekerasan dan penghakiman pada orang atau kelompok Muslim yang berbeda. Takfir pada kelompok Syiah dan Ahmadiyah misalnya, menjadikan mereka rentan terhadap persekusi dan tindak kekerasan. Kenyataannya, takfir seringkali disebabkan oleh prasangka, pikiran negatif, dan fitnah, karena kurang mengenal cara atau metode pihak lain yang tampak berbeda.

Pada dasarnya, perbedaan adalah sunnatullah, lazim, dan wajar. Islam memandang perbedaan dengan sangat positif, yaitu sebagai rahmat atau kasih sayang Tuhan. Dalam menghadapi perbedaan dan multikulturalisme, Islam mengajarkan untuk taaruf atau saling mengenal, bukan memusuhi yang berbeda. Ayatnya jelas sekali, Al-Hujurat ayat 13.  Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.

Taaruf adalah suatu konsep sosial yang sangat luar biasa. Meskipun belakangan ini kata ini dipersempit menjadi saling mengenal dalam proses pernikahan. Tapi sebenarnya, taaruf tidak terbatas untuk saling mengenal antara calon pasangan saja, tetapi lebih dari itu, untuk saling mengenal dan memahami kehidupan antar sesama manusia.

Manusia adalah makhluk sosial, semakin  kuat  pengenalan  satu  pihak  kepada  selainnya,  semakin terbuka  peluang  untuk  saling  memberi dan mendapat manfaat. Maka dari itu,  al-Quran menekankan perlunya  saling  mengenal di tengah keberagaman manusia. Taaruf atau saling mengenal membuahkan tindakan untuk saling memahami, menghargai, dan menghormati. Sehingga, perbedaan dan keberagaman menjadi suatu hal yang positif.

Baca Juga  Teladan Moral Buya Syafii Maarif

Bagaimanapun, saling mengenal itu  dibutuhkan  untuk saling belajar, menarik pengalaman  pihak  lain, saling melengkapi dan bekerja sama, semata-mata untuk  meningkatkan ketakwaan  kepada  Allah  swt. Ketakwaan seseorang mauppun komunitas, tercermin  pada  kedamaian dan  kesejahteraan  hidup  duniawi  dan  kebahagiaan  ukhrawinya.  

Maka dari itu, perbedaan seharusnya dihadapi dengan saling mengenal dan toleransi. Segala prasangka dan pikiran negatif dapat dihilangkan dengan taaruf, mencari tahu, dan mengenali berbagai keunikan dan keragaman yang ada, sebagai rahmat tuhan. Salah satu cara taaruf ialah dengan bergaul dan berdialog. Contohnya ialah dialog penuh persahabatan bersama tokoh Syiah dan Ahmadiyah yang rutin diselenggarakan Islam Ramah TV dalam sesi Kajian Lintas Madzhab. 

Pada intinya, kalimat pembuka QS. Al-Hujurat ayat 13 jelas menegaskan kesatuan  asal  usul  manusia. Sehingga semua  manusia  derajat  kemanusiaannya  sama  di  sisi Allah.  Tidak  wajar  seseorang  berbangga  dan  merasa  diri lebih  tinggi  dari  pada  yang  lain, hanya karena kelompok, gender, warna kulit atau identitas sosial lainnya.

Satu-satunya parameter keistimewaan manusia adalah  yang  memiliki ketakwaan, yaitu akhlak  yang  baik  terhadap  Allah  dan terhadap sesama  makhluk. Kualitas  ketakwaan  dan  kemuliaan  seseorang, hanya dapat diketahui oleh Allah SWT. Mustahil bagi manusia dapat menilai kadar dan kualitas keimanan serta ketakwaan diri sendiri, apalagi orang lain. 

Jadi, perbedaan dan keberagaman yang ada di tengah-tengah kita, semestinya mendorong kita untuk memperbanyak taaruf dan membuka wawasan. Saling mengenal dan memahami adalah kunci dari hidup damai dan berkah. Jangan pernah resah dengan adanya perbedaan mazhab atau aliran di antara sesama Muslim. Takfir no! Taaruf yes!

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.