Gerak Santri Demi Bumi

KolomGerak Santri Demi Bumi

Bumi adalah rumah kita. Tempat tinggal, ruang berlindung dan mencari penghidupan. Bersedia memiliki, berani mengeksploitasi, maka harus pula bertanggung jawab merawatnya. Apalagi sekarang, ketika gejala kronis alam yang tak sehat terpampang nyata, kesadaran untuk memulihkan kondisi bumi kian mendesak. Santri sebagai komunitas etik yang hadir dari kultur keagamaan dan kearifan, menjadi lakon yang sangat potensial untuk berperan mengawal aktivisme menjaga lingkungan, memberikan wawasan kepada umat, bahwa alam dan manusia harus terlibat dalam kemitraan yang mutualistik. Alam semesta bukan budak manusia. 

Dalam surat al-Rum (30) ayat 41 dijelaskan bahwa manusia tercipta dengan tabiat merusak. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Untuk menyikapi karakter manusia yang suka merusak, maka manusia diberi bekal akal untuk berpikir. Dengan itu, manusia harus memikirkan bagaimana pola interaksi yang tepat dengan alam dan bagaimana mengelola bumi dengan baik. Kurang lebih demikian paradigma yang dipegang KH. Habib Abdul Syakur, pimpinan Ponpes al-Imdad Bantul, Yogyakarta dalam memandang alam untuk mengelola pesantrennya.

Al-Imdad adalah pesantren yang berwawasan lingkungan hidup. Seruan al-Quran bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi, diterjemahkan secara konkret oleh KH. Abdul Syakur dalam mendidik para santrinya. Pesantren ini memiliki program Santri Salih, yakni santri sadar lingkungan hidup. Perhatian utamanya tertuju pada pengelolaan sampah dan limbah, baik yang dihasilkan dari warga pesantren maupun masyarakat sekitar, yang sudah berjalan sejak tahun 2009. 

Paling dasar, sampah dipilah antara yang organik dan non-organik. Para santri dilatih dan terjun langsung dalam proses mengolah sampah tersebut. Ini adalah upaya menjaga kebersihan lingkungan melalui pemanfaatan limbah sebesar-besarnya dan menekan dampak negatifnya sebisa mungkin. Di samping mengurangi pencemaran, sampah yang dikelola tersebut dapat menambah manfaat ekonomi yang membuat pesantren dan santri lebih mandiri serta berdaya. Produk yang dihasilkan antara lain pupuk organik, bibit tanaman, hingga biji plastik.

Dari Yogyakarta bergeser ke arah timur tepatnya menuju Gresik. Di kabupaten ini ada seorang gadis remaja bernama Aeshnina Azzahra Aqilani yang sejak kecil telah menjadi aktivis lingkungan. Dia gencar mengkampanyekan bahaya penggunaan plastik yang berdampak bagi lingkungan, manusia, hingga binatang. Nina, sapaan akrabnya, pernah mengirim surat untuk empat kedutaan negara-negara yang mengekspor sampahnya ke Indonesia, yaitu Jerman, Australia, Amerika Serikat, serta Kanada. Bersama kawan-kawannya, di sekolah Nina mendorong kebijakan bebas penggunaan plastik sekali pakai di lingkungan sekolah. 

Aktivismenya dalam memerangi sampah mengantarkannya ke berbagai forum internasional seputar isu lingkungan. Pada Oktober 2021 lalu ia menjadi salah satu pembicara dalam Plastic Health Summit 2021 di Belanda. Nina juga diundang dalam rangkaian COP26, sebuah konferensi internasional terkait iklim pada akhir Oktober hingga awal November 2021 lalu di Glasgow, Skotlandia. Saat ini Nina menjadi salah satu santri di Pondok Pesantren Modern al-Amanah Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur. Nina tetap dalam komitmennya merawat lingkungan. Terbaru pada September 2022 kemarin, dalam kesempatan kunjungan Menparekraf di pesantren tempatnya belajar, Nina mengajukan pertanyaan seputar penerapan zero waste terhadap perkembangan ekonomi kreatif.

Baca Juga  Mencintai Nabi Muhammad SAW ala Mbah Hasyim Asy’ari

Adapun di tanah Bogor, Jawa Barat, terdapat pesantren yang juga berbasis ekologi bernama Misykat al-Anwar. Diasuh oleh Roy Murtadho atau yang akrab disapa Gus Roy. Keadaan sosial,  krisis iklim, hingga maraknya konflik sosial lingkungan mendorongnya untuk membangun pesantren tersebut bersama-sama dengan istrinya. Yang belajar di situ adalah santri yang setara SMP dan SMA. Pembelajaran keagamaan di pesantren ini didasarkan pada asas inklusif, ekologis, humanis, berjiwa sosial, berkeadilan gender, kritis, serta berwawasan ahlussunnah wal jamaah. Di samping mengkaji kitab-kitab agama, para santri juga dikenalkan konsep-konsep teori sosial seperti filsafat ilmu, ecofeminism, ekologi politik, dan sebagainya. 

Kebun menjadi laboratorium para santri untuk belajar bercocok tanam. Mereka dibiasakan diet plastik sekali pakai, dilatih mengelola sampah rumah tangga, dan menanam berbagai umbi serta sayuran yang kemudian hasilnya dikonsumsi sendiri sebagai menu harian santri. Para santri juga diajari pentingnya penanggulangan pemanasan global. Praktiknya, Gus Roy ingin menerapkan energi bersih mikrohidra sebagai sumber listrik bagi pesantren khususnya, dan untuk masyarakat secara umum. Tak hanya itu, sejauh ini pesantren telah aktif memberdayakan masyarakat dan pendampingan petani di sejumlah tempat. Memahami akar persoalan atas krisis iklim adalah inti dari kesadaran lingkungan yang sangat penting dimengerti.

Khalifah fil ardh adalah konsep mendalam tentang pola hubungan manusia dengan semua makhluk dan alam semesta. Hal ini meniscayakan spiritualitas aktif dalam bentuk kesadaran dan pengelolaan kehidupan di muka bumi. Tak cukup memaknai spiritualitas sebatas hanya berorientasi akhirat. Umat yang melestarikan lingkungan adalah bagian projek utama Islam, yakni rahmatan lil ‘alamin. Sudah mulai bermunculan pesantren yang berwawasan lingkungan hidup. Para santri dilatih peduli, berdaya, dan beraksi demi bumi. Selain yang tersebut di atas, ada Pesantren Annuqayah Sumenep, Pesantren Ath Thaariq Garut, dan Pesantren Nurul Haramain Lombok Barat yang juga menaruh perhatian pada kelestarian alam. Kesadaran semacam ini harus terus dipopulerkan. Menjaga dan bergerak mengabdi untuk kesejahteraan bumi adalah aktualisasi spiritualitas seorang hamba. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.