Menggerakkan Literasi Keberagamaan

KolomMenggerakkan Literasi Keberagamaan

Berkembangnya akses digital dan arus demokratisasi membuat masyarakat kita mengalami euforia berwacana, terutama persoalan keagamaan. Sayangnya, hal itu sering tak disertai tanggung jawab atas apa yang disampaikan. Berbagai kekerasan wacana seperti narasi kebencian dan penyesatan pada pihak yang berbeda, klaim-klaim kebenaran tunggal, intoleransi, hingga diskriminasi memenuhi ekosistem media sosial. Kekerasan wacana itu pun tak jarang bergeser menjadi kekerasan fisik. Politisasi agama juga menjadi tren yang telah menimbulkan salah kaprah perilaku keagamaan yang terakumulasi menjadi polarisasi sosial.  

Isu Sunni-Syiah menjadi satu contoh abadi dari tragedi keberagamaan umat Islam. Narasi penyesatan, diskriminasi, hingga kekerasan terhadap kelompok Syiah yang notabene minor di negeri ini bukanlah hal baru lagi. Kabupaten Sampang menjadi saksi bagaimana masyarakat Syiah setempat diusir, rumah-rumah mereka dibakar hanya karena apa yang mereka pahami dan yakini dianggap sesat. Salah arah sikap keberagamaan di tengah realitas keberagaman kita adalah bahaya laten yang akan merenggut perdamaian dan persatuan. Sebab itu, menjernihkan dan mendewasakan pemahaman keberagamaan masyarakat menjadi sangat penting digalakkan. Pendewasaan sikap beragama itulah yang menjadi fokus literasi keberagamaan.

Pertama-tama masyarakat harus tahu bahwa agama berbeda dengan paham keagamaan. Agama merupakan ajaran dan nilai-nilai sakral yang tetap dan akan terus relevan. Sedangkan paham atau pengetahuan keagamaan adalah hasil pembacaan seorang manusia atas agama. Pengetahuan itu bersifat profan, layak dan terbuka untuk dikoreksi. Dengan kata lain, tidak ada yang berhak mengklaim kebenaran atas pengetahuan agama secara sepihak. Keberagaman paham atau mazhab keagamaan pun menjadi keniscayaan yang sah. 

Syahdan, literasi tidak cukup dipahami sebagai kegiatan baca tulis. Lebih dalam, literasi mencakup kemampuan seorang individu untuk membaca teks dan non-teks, memahaminya, mengartikulasikan ide serta informasi untuk tujuan kecakapan diri dalam berkehidupan. Sedangkan literasi keberagamaan merupakan suatu kemampuan untuk membaca serta menganalisis titik temu mendasar antara agama dan kehidupan sosial, budaya, juga politik dari berbagai sudut pandang untuk membangun jaringan masyarakat yang cakap mengelola berbagai perbedaan sehingga tercipta tatanan yang harmonis. Masyarakat yang literat dalam persoalan keberagamaan, setidaknya dicirikan beberapa hal, yaitu memiliki pemahaman akan nilai-nilai pokok agama, akan karakter teks yang sentral, dan memahami agama dari sisi sosio-historis yang di dalamnya terdapat dimensi budaya, sosial, dan politik.

Baca Juga  Tajamnya Pena Bung Hatta

Pentingnya literasi keberagamaan di tengah masyarakat yang majemuk juga dikemukakan oleh Stephen Prothero yang dikutip oleh Yetri, dkk (2019, hlm. 200), bahwa sebagai salah satu bangsa yang dikenal paling beragama di dunia, masyarakat Indonesia dinilai tak sepenuhnya mengetahui dasar-dasar agama yang dipeluk. Sebab itu, masyarakat kita perlu berupaya meningkatkan literasi keagamaan serta pengetahuan-pengetahuan mendasar mengenai agama yang dipeluk oleh masing-masing mereka. Literasi keberagamaan itu penting untuk menolak stereotipe terhadap sesama umat beragama serta menciptakan hubungan baik di atas segala perbedaan yang ada.

Literasi keberagamaan hadir untuk menegur kaum beragama yang keras, tertutup, dan cenderung memusuhi keberagaman serta usaha kontekstualisasi. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan counter narasi mereka melalui diseminasi alternatif gagasan keagamaan yang inklusif, logis, humanis, interaktif antara teks dan konteks. Literasi keberagamaan merupakan rangkaian dari proses memberi pemahaman, penyadaran, dan pemaknaan agama secara tepat, tidak semata dogmatis dan ideologis. Mengunci paham keagamaan secara dogmatis hanya akan menghasilkan hal-hal kontraproduktif.

Agama dihidupkan oleh manusia dalam manifestasi perilaku beragama. Interaksi manusia dengan agama menghasilkan dimensi pengetahuan, pemahaman, kesadaran, keyakinan, dan pengamalan. Literasi keberagamaan beroperasi untuk menjaga dan mengarahkan arena pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran agar seseorang sampai pada keyakinan personalnya yang hanif dan pengamalan yang sesuai nilai moral agama.

Berbagai persoalan sosial-keagamaan, kebangsaan berakar dari rapuhnya budaya literasi di masyarakat. Agama begitu rentan dijadikan komoditas untuk kepentingan partisan yang bisa merusak stabilitas. Karena itu, mengawal nalar keberagamaan masyarakat menjadi hal yang tak bisa ditawar. Pemahaman agama yang tepat akan berdampak pada sikap positif terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Literasi keberagamaan pada prinsipnya adalah perjalanan diri menuju kualifikasi moral luhur. Literasi menjadi kunci utama untuk cakap hidup. Dengan kata lain, literasi merupakan keniscayaan dan kekuatan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.