Tangkal Hoaks dengan Metode Ilmu Hadis

KontributorTangkal Hoaks dengan Metode Ilmu Hadis

Dalam konteks kemajuan teknologi, informasi dan kebebasan mengekspresikan pendapat, menggugah orang-orang untuk selalu berkomentar terhadap segala hal yang ada di media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram. Hal ini merupakan kenyataan yang tak dapat terhindarkan.

Demikian media sosial tidak hanya memberikan kemudahan untuk berkomunikasi dan mengakses informasi, tapi juga andil menjadi wadah bagi masifnya penyebaran berita hoaks di masyarakat.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Atik Astrini mengenai “Hoax dan Banalitas Kejahatan” mengungkapkan bahwa isu-isu SARA merupakan hal yang paling sering diangkat untuk materi konten hoaks. Isu tersebut dimaanfaatkan untuk mempengaruhi opini publik.

Ironisnya berita hoaks ini tidak pernah pandang bulu. Mulai dari masyarakat akar rumput, hingga para intelektual, pemuka agama bahkan doktor sekalipun dapat dengan mudah menerima dan meneruskan berita yang tidak terverifikasi itu.

Dalam Islam terdapat ajaran yang tegas untuk menyeleksi segala berita yang beredar. Al-Quran telah menjelaskan secara eksplisit dalam surat al-Hujurat ayat 6. Di mana Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk memverifikasi (tabayyun) segala bentuk berita yang datang dari orang-orang fasik.

Berhubungan dengan itu, penting bagi kita untuk memfilter segala hal yang ada di media sosial dengan melakukan verifikasi atas berita yang disampaikan. Misalnya dengan menggunakan metode yang dibangun oleh ulama hadis dalam memilah dan memilih perawi beserta konten hadis (al-tahamul wa al-ad’a).

Para ulama hadis membangun metode ini sebagai upaya menolak segala macam kebohongan yang mengatasnamakan Nabi. Ini juga berangkat dari perkataan Rasulullah SAW yang secara asertif mengecam para penyebar berita kebohongan, “Barang siapa yang berbohong atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim.

Setidaknya ada dua metode yang dikembangkan dalam ilmu hadis untuk memverifikasi autentisitas sebuah berita. Pertama, memverifikasi jalur informasi (sanad). Kedua, memverifikasi konten berita (matan).

Dalam konteks informasi yang tersebar di media sosial. Seorang Muslim harus memverifikasi bahwa berita yang tersebar memiliki jalur dan sumber yang jelas, bukan berita yang muncul secara tiba-tiba. Berita yang benar tentunya memiliki sumber yang jelas dan kompeten. Jika berita tersebut tidak memberikan sumber yang jelas, maka besar kemungkinan itu adalah berita hoaks. Dalam ilmu hadis ini disebut ketersambungan riwayat (al-Itishalu al-Sanad).

Selain itu, masyarakat harus memastikan bahwa pembawa informasi—orang atau institusi—harus memiliki integritas dan kapasitas atas berita yang disampaikannya. Artinya informan tersebut bukan dari kalangan yang suka menyebarkan berita bohong dan bermasalah secara etika, moral sosial. Karena informan—media portal, atau bahkan akun yang tidak memiliki integritas—dapat merusak dan mempengaruhi autentisitas sebuah berita. Dalam ilmu hadis seorang perawi harus memiliki sikap dhabit (integritas) dan ‘adl (kredibilitas).

Setelah memverifikasi jalur dan sumber berita, maka hendaknya penerima berita mengklarifikasi kebenaran isi kontennya. Meskipun memiliki sumber dan jalur yang jelas, bisa jadi isi kontennya bertentangan dengan sumber berita tersebut. Dalam ilmu hadis ini dikenal dengan kritik sanad (naqd al-sanad).

Konten berita yang disampaikan harus masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Artinya ketika terdapat konten yang tidak masuk akal dengan menggunakan judul-judul bombastis dan manipulatif (clickbait) maka dapat disinyalir bahwa beritu itu adalah hoaks dan bohong.  

Di sisi lain, kuantitas informan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebenaran sebuah berita. Kebohongan sebuah berita bisa dideteksi ketika konten yang disampaikan oleh salah satu media berbeda dengan khalayak media secara umum—kontra narasi. Dalam ilmu hadis ini disebut dengan hadis syadz.  

Baca Juga  Kritik Simplifikasi Masjid

Metode di atas dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk melakakukan verifikasi terhadap berita yang tersebar. Menumbuhkan budaya kritis terhadap masyarakat untuk ikut andil dalam memutus mata rantai berita bohong. Karena kabar bohong dapat menjadi sumber fitnah di kalangan masyarakat itu sendiri.

Sejak dulu berita bohong selalu membawa malapetaka menuju kehancuran dan perpecahan. Betapa dasyatnya peristiwa yang terjadi pada masa khalifah Usman bin Affan yang menyebabkan seorang sahabat membunuh sang khalifah. Peristiwa tersebut bermula dari berita hoaks yang menyatakan bahwa sang khalifah Usman membuat surat untuk membunuh sebuah rombongan dari Mesir, padahal surat tersebut tak pernah dibuat oleh khalifah.

Dengan menggunakan metode dari para ulama hadis. Maka setiap muslim memiliki tanggung jawab dalam menciptakan kedamaian dan menghentikan penyebaran berita bohong yang dapat menyebabkan kerusuhan serta perpecahan di tengah-tengah masyarakat.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.