Mengaji dan Mengkaji Al-Quran

KhazanahMengaji dan Mengkaji Al-Quran

“Apa gunanya membaca al-Quran tanpa memahami maknanya?”, pertanyaan yang mengganggu ini sudah ada sejak lama. Tapi belakangan ini muncul kembali dengan cara yang lebih tidak ramah. Banyak dakwah yang begitu semangat meyakinkan orang-orang untuk memahami ayat al-Quran, tetapi tidak segan-segan meremehkan orang yang hanya mampu mengaji bacaan al-Quran tanpa mempelajari maknanya. 

Bagi sebagian orang, pemahaman kecil dari penjelasan singkat sebuah ayat atau pesan Islami, yang tersebar setiap hari di Whatsapp misalnya, dianggap lebih mewah daripada membaca al-Quran tanpa mengetahui maknanya. Sehingga, tidak sedikit orang yang akhirnya melalaikan pentingnya membaca al-Quran yang sudah menjadi budaya kita, dan merasa puas hanya dengan mengetahui terjemah, intisari, dan tafsirnya saja.

Padahal, membaca al-Quran tanpa memahami sepatah katanya pun, sama sekali bukanlah hal yang sia-sia. Hanya orang-orang hipokrit yang  bahwa tidak ada gunanya membaca teks al-Quran saja tanpa memahami apa yang sedang dibaca. Berdasarkan riwayat hadis, membaca al-Quran merupakan aktivitas penting yang berkah dan dipenuhi rahmat, bahkan tanpa pemahaman tentang maknanya. Terutama dari sabda Nabi SAW yang berbunyi, Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitabullah (al-Quran) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan “Alif lam mim” itu satu huruf, tetapi “Alif” itu satu huruf, “Lam” itu satu huruf dan “Mim” itu satu huruf. (HR. At-Tirmidzi)

Jadi, di sini Nabi SAW memilih kata-kata  “alif lam mim” sebagai contoh, yaitu kata-kata abstrak dari al-Quran yang maknanya tidak pernah diketahui dengan jelas. Huruf-huruf samar dalam al-quran seperti itu, yang disebut sebagai huruf al-muqattha’at, hanya ditafsirkan dengan penegasan wallahu a’lam bi muradihi, Allah paling tahu apa artinya” oleh sebagian besar ulama kita. Sementara itu, Nabi SAW menggambarkan pahala besar yang didapat seseorang karena membaca tiga huruf samar yang membentuk alfabet Arab dan al-Quran ini.

Itu Artinya, memang ada pahala untuk membaca al-Quran, bahkan jika seseorang tidak tahu artinya, atau dalam bahasa kita ialah mengaji. Selain itu, tidak ada satu ulama terkemuka pun yang membatasi membaca al-Quran atau menyangkal pahala bagi pembaca yang tidak mengetahui maknanya.

Meskipun demikian, tilawah tanpa pemahaman juga tidak boleh menjadi amalan yang dianggap cukup sampai di situ. Sebab, mindset seperti itu akan menggagalkan tujuan diturunkan-Nya al-Quran. Sebagai Muslim, kita semua harus mengetahui bahwa tujuan al-Quran ialah untuk dipahami maknanya dan diamalkan. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29). Di sinilah pentingnya kita mengkaji al-Quran, yaitu mempelajari maknanya.

Baca Juga  Islamisme dan Basa-basi Demokrasi

Lebih dari itu, banyak hadits yang berbicara tentang keistimewaan Ahlul Quran atau Hamilul Quran, yang berkonotasi pada orang-orang yang sering sekali membaca al-Quran sampai menghafalnya. Keistimewaan itu, perlu dipahami di sini, tidak hanya sekadar karena menghafal al-Quran, tapi juga sebab mempelajarinya, merenungkan keajaiban dan kebijaksanaan, dan mengamalkannya. Ibnu al-Qayyim dalam Zad al-Ma‘ad (1:327) memberikan komentar bahwa, Ahlul Quran adalah orang-orang yang mempelajari al-Quran dan bertindak sesuai dengan apa yang ada di dalamnya, bahkan jika mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Adapun bagi mereka yang telah menghafalnya, tetapi tidak memahaminya atau menindaklanjutinya, mereka bukan dari kaum tersebut (ahlul Quran).

Generasi sahabat Rasulullah SAW adalah contoh nyata dari orang yang ahli al-Quran, yaitu memahami, merefleksikan, bertindak berdasarkan cahaya al-Quran. Menurut riwayat Abu ‘Abd al-Rahman, para sahabat akan mempelajari sepuluh ayat dari Nabi SAW, dan tidak akan belajar sepuluh ayat lagi sampai mereka tahu apa ilmu dan amalan yang terkandung di dalamnya. Mereka berkata, “kami belajar ilmu dan amal sekaligus” (HR. Ahmad). 

Maka dari itu, mari tingkatkan bacaan bacaan al-Quran kita, dari hanya melafalkan kata-katanya (tilawah) menjadi melafalkannya dengan kesadaran untuk tadabbur dan merefleksikan maknanya. kemudian melafalkannya untuk menginternalisasi pesannya dan bertindak sesuai bimbingan dan inspirasi di dalamnya. Hanya dengan begitu kita akan benar-benar menuruti firman Allah tentang para pembaca al-Quran sejati. Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya… (QS. Al-Baqarah 121)

Singkatnya, tidak masalah jika kita hanya membaca teks al-Qurannya saja, tanpa memahami maknanya. Sebab, hal itu sudah bernilai ibadah. Akan tetapi, kita juga perlu meningkatkan pemahaman tentang makna-makna al-Quran yang kita baca, seata-mata demi memperoleh petunjuk-petunjuk di dalamnya dan mulai mengamalkannya. Membaca al-Quran dan memahami maknaya perlu dilakukan dengan seimbang, tanpa melalaikan salah satunya. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.