Melaksanakan Haji atau Menikah Dulu?

KhazanahMelaksanakan Haji atau Menikah Dulu?

Haji dan menikah sama-sama ibadah. Pergi haji merupakan pelengkap rukun Islam. Haji adalah demonstrasi paripurna yang ditetapkan Islam guna menguji kita untuk berhadapan dengan rotasi tauhid, kepasrahan, upaya fisik, cinta kasih, dan kemanusiaan. Sedangkan menikah disebut-disebut sebagai penyempurna separuh agama. Keduanya adalah jalur takwa yang amat baik untuk ditunaikan. Persoalan muncul manakala seseorang memiliki modal terbatas hanya cukup untuk melangsungkan salah satunya. Sebagaimana mafhum, haji dan menikah sama-sama membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Hukum dasar menikah ialah sunnah yang sangat dianjurkan bagi yang memang telah kuasa melaksanakannya. Adapun berhaji merupakan kewajiban kelima dalam rukun Islam, dengan catatan bagi mereka yang mampu, baik dari segi finansial maupun fisik. Jika dibandingkan sekilas, bobot ibadah haji nampak lebih berat dari menikah yang hukumnya sunnah, sehingga haji lah yang mesti diprioritaskan.

Selayang pandang pertimbangan tidaklah cukup. Pernikahan adalah ibadah sunnah yang selanjutnya dapat menghasilkan lima hukum berbeda, bergantung pada kondisi. Menikah ada kalanya dihukumi sunnah, bisa pula menjadi makruh, mubah, dalam situasi lain dapat menjadi wajib, hingga berhukum haram.

Menikah bisa dihukumi wajib ketika seseorang yang sudah mampu menikah dan ia khawatir akan terjadinya fitnah atau zina menimpanya bila tak kunjung menikah. Ketakutan pada tuduhan atau zina ini adalah situasi yang bisa menggeser hukum asal pernikahan yang sunnah menjadi wajib. Sesuatu yang ada di depan mata, menurut para ulama mesti didahulukan ketimbang yang belum terlihat. Dalam hal ini, menikah yang dihukumi wajib itu lebih prioritas daripada haji.

Demikian para ulama memberikan pandangan. Seperti penjelasan Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, bahwa Jika seseorang berhajat untuk menikah dan takut terjerumus maksiat (zina), maka menikah didahulukan, karena ia menjadi wajib melakukannya, ia membutuhkannya. Pernikahan pun ibarat nafkah baginya. Namun jika tak ada kekhawatiran, maka haji yang didahulukan. Sebab menikah itu sunnah. Dan tidaklahlah pernikahan yang sunnah didahulukan atas ibadah haji yang wajib.

Perihal senada disampaikan pula oleh Imam al-Syirazi dalam kitab al-Muhadzdzab, ia menerangkan, Bila seseorang butuh menikah dan dia takut zina, maka didahulukan nikah, karena kebutuhan menikah dalam hal ini mendesak. Sementara haji bukanlah ibadah yang sifatnya mendesak.

Skema di atas didukung pula dengan karakter kewajiban haji yang tidak bersifat fauriyyah atau ibadah yang menuntut untuk segera ditunaikan. Tak seperti kewajiban puasa Ramadhan misalnya yang tidak bisa ditunda ketika masanya telah tiba. Ibadah haji oleh sebagian ulama dikategorikan bersifat taraakhi, yakni boleh ditunda. Kategorisasi taraakhi dan fauriyyah ini tentu bukan dalam arti mutlak. Artinya, karena kondisi dan pertimbangan tertentu, ada ibadah yang mesti ditentukan skala prioritasnya jika berbenturan. Bersegera dalam melakukan segala ibadah dan amal mulia pastilah perilaku yang terbaik.

Baca Juga  Ngaji Bidayatul Mujtahid: Pengantar Metodologi Ijtihad

Dilema menentukan prioritas antara melaksanakan pernikahan atau beribadah haji, sekiranya tak akan dialami mereka yang masih single atau fresh graduate yang sedang dalam tahap menunggu wawancara kerja. Namun, bagi yang tengah bingung melabuhkan tabungan antara untuk haji atau menikah, pilihan itu semuanya dikembalikan pada keadaan orang yang bersangkutan. Bila memang memenuhi syarat mampu menikah disertai kekhawatiran zina atau fitnah, maka menikahlah. Jika tidak, Tanah Haram menanti diziarahi.

Kondisi menjadi variabel yang sangat dipertimbangkan dalam praktik ibadah, menunjukkan bahwa aturan Islam diarahkan pada opsi-opsi kemaslahatan manusia, artinya dimensi antroposentris ditentukan penting. Ibadah adalah sarana agar Tuhan dikenal kasih sayang-Nya, bukan pemberat yang justru membuat orang-orang menjadi sangsi menunaikannya. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.