Pesan Kebudayaan Islam dalam Tahiyat

KhazanahHikmahPesan Kebudayaan Islam dalam Tahiyat

Tahiyat merupakan tertib menjelang akhir dalam tiap shalat kita. Sejak ikrar takbiratul ihram, seorang Muslim masuk dalam miniatur mi’raj menghadap Tuhan, naik sejenak pada dimensi ilahiah. Sebagaimana Nabi yang kembali turun dari Sidratul Muntaha, mukmin juga dikirim pulang lagi ke dimensi dunia. Posisi tahiyat yang ditempatkan saat tasyahud akhir menjelang salam, mengantarkan kita untuk kembali pada peran-peran insani di bumi manusia. Bacaan tahiyat berisi pernyataan penghormatan, persaksian, serta salam yang merupakan bekal hakikat, mengarahkan manusia pada pesan-pesan kebudayaan serta peradaban yang dimaksud Islam.

Berangkat dari tanggung jawab manusia sebagai mandataris Tuhan untuk mengelola bumi. Tugas ini mengacu pada terciptanya situasi kondusif di tengah semua makhluk. Di mana nilai-nilai kemanusiaan terjamin, tauhid hidup, umat manusia saling mengenal dan bekerja sama secara produktif, hingga terangkai tatanan hidup yang berbudaya dan berakal budi. Shalat menitipkan pesan transformatifnya bagi kebudayaan manusia melalui substansi tahiyat sekaligus bangunan shalat itu sendiri.

Tahiyat memuat makna penuh, menceritakan keterhubungan cinta spiritual yang memancar luas. Jika diurai, tahiyat mengandung setidaknya tiga esensi. Pertama, ikrar tauhid dan ketiadaan serikat bagi-Nya, menjadi kesaksian primordial serta paling awal seorang anak manusia. Persaksian inilah yang menjadi penentu arah dan akhir hidupnya. Kalimat awal tahiyat menjadi gagasan utama bahwa Allah adalah sumber tunggal segala keberkahan, keselamatan, kehormatan, rahmat, serta kebaikan.

Adapun kesaksian atas kerasulan Muhammad merupakan ungkapan paling tinggi atas maksud diciptakannya manusia itu sendiri dan semesta seluruhnya. Nabi Muhammad adalah alasan adanya eksistensi. Rasulullah SAW, atas dasar ini, merupakan kiblat dan poros dari orientasi ideal peradaban serta kebudayaan Islam. Pendek kata, disebut budaya atau peradaban Islami hanya jika bersesuaian dengan figur Nabi Muhammad SAW.

Kemudian, shalawat atas Nabi beserta keluarga beliau dalam kaitannya dengan kebudayaan dan peradaban adalah menyangkut fungsi keberlanjutan penjagaan atas diri tiap manusia agar tetap terarah dalam petunjuk yang lurus. Nama keluarga Nabi disebut secara eksplisit dalam narasi tahiyat, menunjukkan peran signifikan mereka dalam kesinambungan fungsi perwalian atas anak Adam. Dengan kata lain, keturunan Rasulullah yang saleh adalah pemegang estafet keteladanan yang berperan fundamental bagi pola budaya dan peradaban. Demikian halnya Nabi Ibrahim dan keluarganya juga menjadi uswatun hasanah, di mana Nabi Muhammad pun hadir dari keturunannya.

Kedua, salam, rahmat, dan berkat khusus untuk Nabi Muhammad SAW. Sapaan istimewa ini adalah cara mengoneksikan diri kita dengan Rasulullah, sang pusat perputaran roda peradaban. Tanpa kedekatan yang terjaga dengan beliau, kita bisa menjadi gelandangan peradaban yang buta orientasi dalam menjalani kehidupan. Mengikuti Nabi berarti kita menolong diri sendiri untuk menaati Allah. Komunikasi tanpa sekat yang coba dibangun dengan Nabi itu jika dipantulkan pada peradaban, maka seorang mushalli (pelaku shalat) sejati akan menyusun kebudayaan yang memihak kalangan lemah dengan intensi mengentaskan derita mereka. Sebab, inti pengutusan Nabi adalah implementasi teologi kasih sayang kepada sekalian alam.

Baca Juga  Alissa Wahid: Mengekang Perempuan, Ciri Ekstremisme Beragama

Ketiga, salam hangat untuk diri kita serta hamba-hamba yang saleh. Sebagai hamba pada umumnya kita tetaplah diakomodir dalam naungan doa keselamatan. Agar lebih lanjut selalu berusaha meniru akhlak Nabi untuk mencapai status saleh. Relasi masyarakat yang diisi pribadi-pribadi dengan kapasitas kesalehan sosial merupakan pilar utama budaya serta peradaban Islam. Sebab, bukanlah kesalehan utuh jika hanya saleh personal tanpa ada efek sosial yang mengikuti.

Menyebarkan salam serta keselamatan bagi siapapun secara menyeluruh menjadi puncak dari pesan budaya serta peradaban Islam. Makna Islam sendiri adalah keselamatan, agama yang menghendaki perdamaian. Muslim autentik pun adalah mereka yang menjaga dirinya dari melukai orang lain. Seperti yang disabdakan Nabi dalam khotbah wada’, bahwa Seorang Muslim (sejati) adalah yang kaum Muslim selamat dari gangguan lisan dan tangannya (HR. Bukhari). Salam adalah narasi Ilahi, yaitu kedamaian serta kesejahteraan untuk segenap makhluk-Nya.

Shalat menjadi penyangga utama keberlangsungan agama, yang secara tak langsung menopang pula keberlanjutan peradaban umat manusia. Sebab agama bisa berbicara dan hidup ketika ditafsirkan oleh perilaku manusia. Shalat merupakan ruang untuk mengingat Allah dan terapi agar pelakunya tercegah dari laku-laku keji serta durhaka. Tercegahnya komunitas Muslim dari kemungkaran dan di saat bersamaan peduli untuk menerapkan kebaikan sebagai dampak dari shalat, merupakan suatu rekayasa sosial dan budaya yang mengagumkan.

Jika amar makruf nahi mungkar telah mewatak dalam diri seseorang, ia pun dapat menjadi figur yang layak untuk ambil bagian dalam menyeru masyarakat. Yang wajib diingat, mengkomunikasikan amar makruf nahi mungkar harus ditunaikan secara arif. Dia yang menyuruh mestinya seseorang yang telah berakhlak anti-kemungkaran. Tidak hanya bisa memerintah tanpa melakukan. Amar makruf nahi mungkar juga  mesti dilakukan dalam konteks yang tepat, baik secara kedekatan maupun situasi. Tanpa hal itu, sulit membayangkan efektifitas tindakannya.

Refleksi pesan kebudayaan dari tahiyat ialah gagasan menyebarkan keselamatan sejak permulaan hingga akhir. Dimulai dari persaksian seorang manusia atas tauhid dan kerasulan Muhammad yang kemudian dijadikan sebagai pandangan hidup serta pedoman bertindak, yang jika disebarluaskan secara efektif akan membentuk perilaku bersama, berangsur menjadi budaya, hingga tampak raut peradaban damai, bermaslahat sebagaimana yang Islam kehendaki. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.