Membumikan Islam dengan Pancasila

KolomMembumikan Islam dengan Pancasila

Mulai tahun ajaran baru pada  Juni 2022 mendatang, Pancasila akan menjadi satu subjek mata pelajaran di sekolah-sekolah Tanah Air. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan. Wapres Ma’ruf Amin, mengapresiasi dan memberikan dukungan bagi rencana yang diampu oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)  ini. Memang, sampai hari ini, implementasi nilai-nilai Pancasila masih membutuhkan banyak usaha konkrit, terutama di tengah berkembangnya ekstremisme beragama yang kerap membangkitkan suasana duel, antara agama dan negara, atau antara Islam dan Pancasila. Sebagaimana pula kekhawatiran Wapres Ma’ruf Amin yang disampaikan dalam momen audiensi dengan PBIP. 

Kecemasan bahwa Pancasila dapat menggantikan peran agama, dan agama bisa menggantikan Pancasila memang merupakan persoalan klasik, yang terus timbul-tenggelam mengikuti dinamika politik negeri kita. Sebenarnya antara Islam dan Pancasila telah terang dan jelas titik temunya. Kesimpulan yang kita pegang sampai saat ini ialah, dengan lahirnya Pancasila, Indonesia bukanlah negara sekuler, yang secara keras dan tegas memisahkan agama dan negara, tidak menyudutkan peran agama ke ruang privat atau komunitas. Begitupun sebaliknya, Indonesia bukan negara Agama yang tunduk pada otoritas dan dikte agama semata.

Sebagai umat Islam, kita tentu telah menyadari pentingnya mengadopsi, membangun, mengembangkan, dan mempertahankan budaya dan local wisdom, sebagai perantara dalam menerapkan al-Quran. Ajaran Islam perlu diserap kemurniannya sesuai kebutuhan kehidupan umat Islam di manapun berada, termasuk di Indonesia. Upaya pencarian pesan-pesan ilahi harus terus dilakukan, kemudian diterapkan dalam konteks Indonesia. 

Maka dari itu, Pancasila adalah bagian penting dari membumikan nilai-nilai Islam di negeri ini. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kepemimpinan, keadilan sosial, adalah nilai-nilai pokok dalam Islam yang amat asasi, yang membumi di Tanah Air dengan rumusan Pancasila. Tidak diragukan lagi, Pancasila adalah kemaslahatan kita dalam bernegara dan beragama.

Umat Islam manapun pasti meyakini bahwa Islam, sebagai keyakinan agama, selalu menempati kedudukan penting dalam kehidupannya. Namun, kita juga perlu menyadari pentingnya integrasi antara agama yang kita yakini dan negara tempat kita hidup. Keduanya tidak terpisahkan, maka dari itu pula, tafsir-tafsir Pancasila setidaknya selalu menolak tesis ‘memasing-masingkan’ agama dan negara (sparatisasi), ataupun membatasi agama ke ranah pribadi saja (privatisasi). Melainkan mendukung tesis ‘Pembedaan’ atau diferensiasi. Dalam salah satu buku tafsir Pancasila, yaitu Negara Paripurna (2019), digambarkan dengan mendalam bagaimana peran agama dan negara yang tidak dipisahkan, tetapi dibedakan dengan batas otoritas masing-masing. 

Baca Juga  Sunan Giri, Wali Nasionalis

Bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai religiusitas sebagai sumber etika dan spiritualitas, yang dianggap penting bagi dasar-dasar etika kehidupan bernegara, dan telah diadopsi dalam Pancasila. Hal inilah yang membuat Pancasila tidak terpisahkan dari ajaran kitab suci apapun yang ada di Indonesia.

Di negeri kita, masyarakat yang tersebar di penjuru bumi Indonesia, dengan berbagai adat, bahasa, bahkan agama yang berbeda, dapat dipersatukan menjadi Bhineka Tunggal Ika, dengan sama-sama berpegang pada Pancasila. Sehingga, melalui persatuan tersebut, masyarakat Indonesia dapat mengembangkan kualitas kehidupannya di lingkungan yang penuh perbedaan ini, termasuk keagamaannya. Pancasila adalah pedoman bagi kemajemukan masyarakat Indonesia.

Kita patut bersyukur, dengan adanya Pancasila, keragaman di Indonesia terus terpelihara. Masyarakatnya masih bersatu dalam banyaknya perbedaan, sampai saat ini. Hal itu membuat segala bentuk peribatanan umat manusia menjadi langgen dan lestari. Pancasila mengajarkan kecerdasan dalam membumikan nilai-nilai agama secara inklusif dan harmonis.

Pada saat Rasulullah SAW menjadi pemimpin masyarakat di Madinah pun misalnya, persatuan di tengah keberagaman seluruh kelompok masyarakat yang ada di sana, yang terdiri dari berbagai agama dan suku yang kuat, ditetapkan di atas suatu dokumen persatuan atau perinsip yang dapat diakui seluruh kalangan. Bukan dengan al-Quran dan as-Sunnah, melainkan Piagam Madinah, yang merangkum aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah. Dengan produk kesepakatan itu, maka terbentuklah kesatuan hidup di antara seluruh penghuni negeri tersebut. Mirip konsep penerapan Pancasila dan UUD 45 bukan?

Singkatnya, sejak penyebaran Islam awal di Nusantara sampai berdirinya Negara Republik Indonesia, al-Quran senantiasa berdialog dengan konteks masyarakat yang dijumpainya. Maka dari itu, kita yakin bahwa nilai-nilai Pancasila, sebagai puncak kesepakatan seluruh bangsa Indonesia, tidak terlepas dari nilai-nilai pokok Islam, terutama al-Quran. Bagi umat Islam Indonesia, kehadiran Pancasila itu sakral, karena merupakan bagian dari kontekstualisasi al-Quran di negeri ini. Adanya persatuan umat manusia yang tercipta dari Pancasila, serta kemaslahatan di dalamnya, merupakan upaya mencapai dan mengembangkan nilai-nilai al-Quran.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.