Islam Mengoreksi Budaya Patriarki

KhazanahIslam Mengoreksi Budaya Patriarki

Patriarki adalah satu revolusi sosial masyarakat setelah umat manusia melalui sejarah matriarki. Di dunia modern saat ini, patriarki yang telah cukup lama membudaya ditengah kita, berkembang sebagai budaya yang melegalkan dominasi laki-laki atas perempuan. Sebenaranya, yang tidak adil atau keliru bukan hukum perbapaan atau patriarki itu, sebab patriarki merupakan keharusan sejarah yang memang dibutuhkan dalam perkembangan umat manusia. Yang tidak adil dan menindas adalah ekses-ekses atau kelewatbatasan yang ada di dalam masyarakat patriarki. Islam, yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, mengajarkan nilai-nilai yang berusaha meluruskan, mengoreksi, dan memoderasi budaya patriarki.

Tentang ekses patriarki ini dapat ditemukan di dalam buku Sarinah (1947). Bung Karno membanggakan norma patriarki, tetapi ia juga mengritik tajam ekses-ekses patriarki yang tidak adil terhadap perempuan. Di dalam bukunya itu, ia menulis, “saya pencinta patriarki, tetapi hendaklah patriarki itu satu patriarki yang adil, satu patriarki yang tidak menindas perempuan, satu patriarki yang tidak mengekses pada kezaliman laki-laki di atas kaum perempuan. Satu patriarki yang sebenarnya kebapakkan.”

Jadi, kita harus membedakan antara patriarki yang melewati batas, dan patriarki yang tidak melewati batas. Patriarki pada dasarnya sekadar hanya untuk menetapkan hukum-turunan dan hukum waris, hal itu sesuai dengan perkembangan masyarakat. Revolusi sosial ‘dari hukum peribuan ke hukum perbapakan’ adalah satu revolusi yang progressiff. Demikian pula, agama Islam tidak menetang patriarki yang demikian ini, namun mengoreksi hal-hal yang menyimpang di dalamnya.

Memang, setiap revolusi senantiasa mengekses, menjadi ektrem, dan melewati batasan yang semestinya. Hal inilah yang terjadi pada hukum patriarki, yang awalnya muncul sebagai revolusi atas hukum matriarki. Seharusnya patriarki ini adalah revolusi yang memerdekakan laki-laki dengan menjaga kemerdekaan perempuan. Tetapi ekses-eksesnya yang menjadikan patriarki sebagai satu revolusi yang memerdekakan laki-laki dengan mengorbankan kemerdekaan perempuan.

Bagi Bung Karno, patriarki merupakan suatu sistem masyarakat yang cocok dengan perkembangan umat manusia, dan bersumber dari ke-mahabijaksana-an Allah. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan Islam dengan meluruskan sistem patriarki dan melindungi perempuan dari ekses-ekses patriarki. Hanya saja, banyak sekali masyarakat yang tidak memahami hikmah patriarki ini, dan pada akhirnya membuat agama menjadi satu alat kezaliman bagi perempuan.

Agama Islam sebenarnya adalah koreksi atas hukum patriarki yang meng-ekses, melampaui batas, ektrem, atau hukum kebapakan yang bersifat kebiadaban. Hukum kebapakan yang menindas dan merampok, memperlakukan perempuan sebagai benda dan rendah derajatnya. Hukum patriarki yang ‘liar’ itulah yang harus dikoreksi, dan diganti dengan hukum patriarki yang adil dan baik.

Bung Karno menulis, “Agama yang murni, yakni agama yang dianjurkan oleh Nabi Isa dan Nabi Muhammad sendiri, tidak berisi penindasan kepada perempuan. Nabi Isa dan Nabi Muhammad malahan bermaksud mengoreksi ekses-ekses patriarki, yang pada waktu mereka diutus sebagai Nabi Allah, sedang mengamuk di negeri mereka dan di negeri-negeri lain.”

Baca Juga  KH. Ahmad Warson Munawwir: Perintis Kamus Arab-Indonesia

Di dalam buku Sarinah (h. 129), Bung Karno menjelaskan bahwa kedua Nabi Besar ini mengoreksi dan memoderasi budaya patriarki di dalam masyarakatnya. Mereka dengan tegas menyatakan, bahwa laki-laki dan perempuan sama di hadapan Tuhan. Bahkan, iniah yang menjadi sebab kaum perempua tercatat dalam sejarah sebagai pengikut yang paling giat mengikuti dan membela Nabi Isa di zamannya. Kaum perempuanlah yang dengan mulut tersenyum menjalani siksaan-siksaan yang dilakukan kepadanya oleh musuh Nabi Isa.

Sayang sekali, pada zaman setelah itu, derajat perempuan diturunkan lagi. Nabi Isa yang tidak pernah mengucapkan sepatah katapun yang merendahkan perempuan, akhirnya harus menyaksikan umatnya mengadopsi budaya yang menindas perempuan ke dalam agama yang dibawanya.

Di dunia Islam pun sama. Sebelum Nabi Muhammad dinubuahkan menjadi Nabi, Arab sedang berpestaraya dalam ekses-ekses patriarki yang sangat biadab. Jika negeri-negeri lain, perempuan sekadar dibedakan dan dibudakkan, tetapi di Arab Jahiliyah, perempuan sering dianggap sampah dan aib memalukan. Anak-anak perempuan dibuang dan dikubur hidup-hidup. Maka dari itu, datanglah pemimpin besar Muhammad SAW memerangi ekses-ekses patriarki yang sangat ekstrem itu.

Kedatangan Islam bermaksud untuk mengoreksi keekstriman patriarki, dan membawa perubahan bagi perempuan, di antaranya, menentang tradisi masyarakat yang mengubur bayi perempuan hidup-hidup karena takut miskin (QS. Al-Isra’: 31). Islam memberi perempuan hak untuk memiliki harta dan warisan (QS. An-Nisa: 7), sesuatu yang sebelumnya tidak dijamin oleh perempuan dalam budaya itu. Al-Quran memberikan batasan dan mengakhiri praktik menikahi banyak wanita yang merupakan praktik umum dalam masyarakat saat itu (QS. An-Nisa: 3), dan perempuan juga mendapat hak untuk menerima mas kawin, serta melarang praktik memaksa seorang istri membuat surat wasiat untuk kepentingan suaminya yang menuntut harta yang telah diberikannya (QS. An-Nisa: 20).

Singkatnya, ajaran agama yang lurus, yang dibawa oleh Nabi besar Allah SWT, memberikan koreksi yang tegas atas ekses-ekses patriarki yang menindas dan merendahkan perempuan. Nabi Muhammad SAW memoderasi budaya patriarki agar tidak menyimpang, sehingga dapat mendukung kemajuan moral masyarakat. Segala bentuk atau legitimasi bagi dominasi laki-laki atas perempuan harus dilawan, karena itu hanyalah bagian dari ekses patriarki yang semestinya kita buang. Bung karno berpesan, “Kita Wajib berikhtiar membongkar ketidakadilan masyarakat terhadap kaum perempuan!” (Sarinah, h. 29).

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.