Kepahlawanan Habib Husein bin Abubakar Alaydrus Luar Batang

KolomKepahlawanan Habib Husein bin Abubakar Alaydrus Luar Batang

Khazanah keislaman Indonesia banyak menghiasi sejarah kepahlawanan. Habib Husein bin Abubakar Alaydrus adalah salah satu tokoh pejuang yang misi utamanya menyebarkan agama Islam di Nusantara sekaligus penentang kolonial Belanda di Kawasan sunda kelapa. Selain itu, keistimewaan karomahnya menjadikan makamnya yang ada di Masjid Jami Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, kian popular diziarahi banyak masyarakat dan diyakini akan membawa keberkahan.

Habib Husein adalah ulama yang lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut, Yaman. Kedatangannya di tanah Betawi diperkirakan pada tahun 1746 M sekitar awal abad ke-18. Namun, perlu diketahui sebelum menghampiri bumi Nusantara, konon ia melakukan perjalanan bersama kafilah dan musafir dengan mendapat tumpangan yang hendak bertolak ke India. Kemudian ia sampai di kota bernama Surati yang lebih dikenal Gujarat, di sana ia menyebarkan Islam sedangkan penduduknya beragama Budha. Tidak ada catatan pasti mengenai berapa lama Habib Husein bermukim di India, tak lama kemudian melanjutkan hijrahnya menuju Asia Tenggara, sampai di pulau Jawa dan menetap di Batavia.

Pada tempo dulu, pusat pemerintahan Belanda dan pelabuhannya berada di Sunda Kelapa. Di Pelabuhan ini Habib Husein dan pedagang kafilah Gujarat tiba, hingga pelabuhannya menjadi masyhur di zamannya. Untuk melancarkan syiar dakwahnya, ia mendirikan surau sebagai pusat pengembangan ajaran Islam. Nama harum Habib Husein terbilang cepat tersebar. Alhasil banyak orang yang datang berkunjung untuk belajar Islam dan meminta doa, baik masyarakat sekitar maupun dari luar daerah.

Nyatanya, kehadiran ulama asal Yaman ini mengundang kegelisahan bagi VOC Belanda. Mereka khawatir keberadaan mengganggu ketertiban dan keamanan, terlebih sampai menumbuhkan semangat revolusi perlawanan kolonialisme. Akhirnya, Habib Husein dan beberapa pengikut utamanya ditangkap dijatuhi hukuman dan ditahan dipenjara Glodok. Perjalanan sang habib berakhir di kampung Luar Batang, Jakarta Utara, yang kemudian menjadi tempat pemakamannya.

Di samping kisah heroiknya yang membesarkan namanya, karomah yang dimiliki Habib Husein juga menjadi daya tariknya. Menurut rekam cerita yang dipaparkan almarhumah Syarifah Muznah binti Husein Alaydrus, pernah suatu ketika saat sang habib dan pengikutnya ditangkap Belanda, keduanya dimasukkan dalam sel tahanan yang berbeda. Habib Husein ditempatkan di sel yang sempit untuk seorang diri, sedangkan pengikutnya ditempatkan di sel yang luas bersama tahanan lainnya.

Uniknya, ketika mereka mengadakan shalat berjamaah, terlihat yang mengimami adalah Habib Husein di sel pengikutnya. Di tempat yang sama pula, sang habib tengah tertidur di dalam selnya yang sempit. Raga Habib Husein seakan-akan terbagi menjadi dua. Ini membuat Belanda terheran-takjub dan segan, setelah itu mereka dibebaskan karena memang tidak ada alasan untuk menangkapnya, selain kekhawatiran dari VOC sendiri.

Baca Juga  Jiwa itu Dipelihara, Bukan Dibom

Karomah lainnya yaitu saat Habib Husein singgah Gujarat, kota itu tengah ditimpa kekeringan dan wabah kolera terjadi di mana-mana. Kepala setempat yang mendengar kedatangan sang habib langsung disambutnya dan meminta pertolongan agar bencana tersebut segera berakhir. Habib Husein pun menyanggupi, karena dengan pertolongan Allah SWT semuanya menjadi mungkin.

Ketika itu, mereka diperintah untuk melafalkan dua kalimat syahadat dan menerima Islam sebagai agamanya. Syarat tersebut disanggupi lantas masyarakat diperintahkan membuat sumur dan kolam untuk, tak lama kemudian atas izin Allah SWT hujan turun dengan lebat dan air-air terwadahi dengan sangat cukup. Kota ini seketika berubah menjadi subur dan tidak lagi tandus.

Ada banyak kisah lain yang menjelaskan tentang keilmuan dan karomah yang dimiliki oleh Habib Husein. Ini alasannya mengapa makamnya ramai diziarahi dan orang-orang bertawasul mengharap keberkahan darinya. Surau yang didirikan Habib Husein hingga kini masih berdiri kokoh, Masjid Jami Keramat Luar Batang menjadi surau pertama dan paling otentik, sebab mempunyai sejarah panjang sekaligus tanda untuk mengenang jasa kepahlawanan Habib Husein dan para pengikutnya. Mungkin ini yang dimaksud bahwa orang yang berilmu itu akan tetap hidup walaupun sudah mati. Senada dengan yang dijelaskan dalam nazam alala:

أَخُو الْعِلْمِ حَيُّ خَالِدٌ بَعْدَ مَوْتِهِ # وَأَوْصَالُهُ تَحْتَ التُّرَابِ رَمِيْمُ

وَذُو الْجَهْلِ مَيْتٌ وَهُوَ يَمْشِى عَلَى الثَّرَى # يُظَنُّ مِنَ اْلاَحْيَاءِ وَهُوَ عَدِيْمُ

Orang yang berilmu akan tetap hidup setelah matinya walaupun tulang-tulangnya telah hancur di bawah bumi

Sementara orang bodoh telah mati walaupun masih hidup berjalan di bumi, disangkanya dia hidup padahal dia telah tiada.

Manusia wafat meninggalkan nama, sementara gajah mati meninggalkan gading. Itu artinya, kalau kita bisa menjadi orang yang berilmu dan bermanfaat bagi banyak orang maka nama kita akan dikenang. Kita diajarkan berlomba-lomba dalam kebaikan agar manusia yang hidup di waktu yang bersamaan dan setelah kepergian kita merasakan manisnya kebaikan. Kemaslahatan itu meringankan beban orang lain sekaligus membuat dunia ini menjadi baik.

Demikian kisah kepahlawanan dan karomah Habib Husein. Setiap tanah yang dijejakinya merasakan adanya Islam rahmatan lil ‘alamin dan semangat juang kemanusiaan dalam melawan kolonialisme dengan mendidik bangsa ini belajar Islam dan kemerdekaan. Tauhid itu membebaskan umat dari belenggu manusia, hanya Tuhan yang ditaati. Bukan manusia zalim yang hanya memanfaatkan orang lain demi kepentingan sendiri sebagaimana karakter yang dimiliki oleh kolonialisme VOC.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.