Ibnu Atha’illah: Penghambaan yang Sebenarnya

KhazanahHikmahIbnu Atha’illah: Penghambaan yang Sebenarnya

Ketika kita tidak lagi merasa takut terhadap cemoohan atau cacian makhluk adalah keistimewaan tersendiri. Ketakutannya murni hanya untuk Allah. Meski begitu, bukan berarti ia tidak mendengarkan nasihat sebagai bahan intropeksi diri, akan tetapi ia dapat memilahnya dengan baik bahwa penghambaan yang sebenarnya tidak mengubah dirinya hanya karena bagaiamana makhluk cara memandangnya. Semuanya semata diniatkan untuk Allah SWT.

Ibnu Atha’illah dalam buku Al-Hikam mengatakan hilangkan pandangan makhluk padamu dengan pandangan Allah. Lupakan sambutan mereka dengan menyaksikan sambutan-Nya kepadamu. Sebagaimana yang dijelaskan dalam syarahnya di kitab Al-Hikam, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi Al-Khalwati (2019), lupakan sambutan mereka kepadamu dengan menyaksikan sambutan Allah kepadamu. Jangan menoleh kepada kehangatan mereka, apalagi mencarinya.

Pandangan manusia sangat terbatas oleh panca indra. Itu sebabnya, Tuhan menitipkan hati dan akal agar manusia lebih luas dalam melihat sesuatu yang tidak kasat mata atau bersifat materi. Keadaan batin yang selalu ingin dipandang baik manusia atas segala amal yang dilakukan, sejatinya telah membelokkan pada penghambaan yang sebenarnya. Yakni bukan lagi meniatkan ibadah karena Allah SWT, melainkan karena makhluk. Ini yang harus diwaspadai agar ibadah kita tetap murni dan tidak menjadi riya’.

Jadikan setiap yang yang terlihat sebagai perantara, yang ketika melihat makhluk, maka seseorang dapat merasakan keberadaan Allah SWT terlibat di dalamnya, baik kekuasaan, kehendak, maupun kebesaran-Nya.

Walhasil, sikap riya’ dalam beribadah harus dijauhkan. Tidak perlu banyak berharap penghormatan atau apresiasi dari makhluk. Kendati demikian, penting ketika kita mendapat kebaikan atau pertolongan dari orang lain untuk memberikan apresiasi. Sebab, kebaikan yang diterima merupakan pengejawantahan dari kasih sayang Tuhan. Sementara rasa yang muncul dalam diri kita yang ingin dihargai secara berlebihan mengandung unsur manipulasi dari penghambaan yang sebenarnya, lantas menumbuhkan ‘ujub (sombong atau membanggakan diri sendiri.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.