Dr. Syafaatun Almirzanah: Lawan dari Islam bukan Kafir, Tapi Kriminalitas

BeritaDr. Syafaatun Almirzanah: Lawan dari Islam bukan Kafir, Tapi Kriminalitas

Istilah kafir maupun non-muslim sering kali menjadi sekat bagi kemanusiaan. Pemahaman awam tentang siapa itu kafir maupun non-Muslim kerap menjadi argumentasi untuk menyudutkan berbagai pihak dan menciptakan kerenggangan. Anggapan bahwa lawan dari Islam adalah kafir, telah mendominasi masyarakat Muslim di negeri ini. Meskipun demikian, ada pemahaman alternatif yang menarik tentang hakikat non-muslim dalam diskursus Al-Quran. Ditemukan bahwa lawan dari terminologi Islam bukanlah kafir, melainkan kriminalitas.

Prof. Syafaatun Almirzanah, salah seorang pakar di bidang interreligious studies, menjelaskan hal ini dalam sesi seminar Cak Nur Society yang bertema “Fitrah Beragama dan Penghormatan terhadap Kemanusiaan”. Ia menerangkan bahwa Islam merupakan keyakinan universal bagi setiap umat beragama yang beriman kepada tuhan, hari akhir, dan amal saleh. Kenyataan itu berdasarkan pada Surat al-Baqarah ayat 62. 

Maka dari itu, dapat dipahami bahwa Muslim bukan hanya orang-orang yang memeluk agama Islam, tetapi juga siapa saja yang percaya kepada adanya tuhan, hari akhir, dan beramal kebajikan, apaun kelompok agamanya. Jika demikian, sebetulnya apakah lawan dari kata Islam itu sendiri? Prof. Syafa Menjelaskan “Jika kita kembali kepada ayat, yaitu interpretasi, sebenarnya lawannya dari Islam itu bukan kafir, tapi Ijram. Sehingga Muslimun itu lawan katanya mujrimun, sedangkan Islam lawannya Ijram ”. Ia lalu mengajak audiens untuk melihat beberapa ayat dalam al-Quran, di antaranta Surat Al-Qalam ayat 35-36.

Wanita yang meraih Ph.D dari Lutheran School of Theology di Chicago tersebut menjelaskan tentang istilah jurm atau  ijram itu yang artinya adalah terputus. Istiliha tersebut berhubungan erat dengan perilaku kriminalitas. “Kiminal itu mujrimun, orang yang terputus, karena secara umum orang-orang yang pencuri, pembunuh, dan pemerkosa adalah orang yang terputus dengan hukum-hukum yang ada di dalam masyarakat. Dan mereka hanya mengikuti dorongan apa yang dia punya sendiri, tanpa memperhatikan hukum-hukum dan nilai-nilai manusia”.

Baca Juga  Ibnu Hazm, Ulama Prolifik yang Telat Belajar

Lebih lanjut, Prof. Syafa kembali menerangkan, “Mujrim atau kriminal itu adalah seseorang yang memutus hubungannya dengan tuhan dan menyangkal keberadaannya yang Mahamulia. Kenapa itu menjadi lawan islam? karena Islam artinya adalah submit to god (tunduk pada tuhan), amana billah. Sedangkan, yang mujrim tidak begitu. Dia menolak eksistensi Tuhan, dia juga tidak beriman kepada hari akhir, menolak adanya kebangkitan. Di samping itu juga dia juga memutus hubungannya dengan nilai-nilai kemanusiaan.” Itulah makna dari katogori non-Muslim yang ditemukannya dalam al-Quran.

Bagi penulis disertasi yang terbit dengan judul When Mystic Masters Meet: Toward a New Matrix for Christian – Muslim Dialogue ini, kriminil memutuskan hubungannya dengan tuhan karena tidak beriman kepada hukum tuhan apalagi dengan hari akhir, dan juga tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga dia menjadi mujrim daripada Muslim yang beriman kepada Tuhan dan beramal kebajikan. Jadi, siapapun yang tidak mengakui, menghormati, atau menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupannya dan masyarakat, sesungguhnya telah terputus dari nilai-nilai Islam.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.