Ngopi ala Sufi

KhazanahNgopi ala Sufi

Minum kopi merupakan tren yang semakin keren. Banyak orang duduk santai di kedai kopi terkenal, memesan kopi mahal dengan resep unik yang mengesankan selera dan status sosial. Butiran yang semula hitam dan pahit tersebut, kini dikonsumsi 30-40% populasi manusia per harinya, dengan rasa yang semakin mudah dinikmati. Cara menikmati kopi adalah misteri masing-masing orang. Selama ini, saya senang mempertahankan efek kafein dalam secangkir kopi yang saya minum tanpa tambahan gula maupun susu. Keberanian untuk menahan rasa pahit kopi adalah awal dari kekuatan harian.

Meskipun kopi sangat keren hari ini, dalam imajinasi sastra Antoine Faustus Nairon, seorang profesor Romawi yang meninggalkan salah satu manuskrip kuno tentang kopi, tercatat bahwa penikmat kopi pertama ialah sekumpulan kambing. Dikisahkan bahwa kambing-kambing seorang gembala yang bernama Kaldi, menjadi sangat berenergi setelah menggigit buah yang ternyata adalah biji kopi. Sang gembala itu pun membawa biji itu kepada seorang sufi. Sufi itu kemudian membakarnya, hingga tercium aroma harum. Biji yang dipanggang itu lalu dipisahkan dari bara api, digiling, dan dilarutkan dalam air panas, menghasilkan secangkir kopi pertama di dunia. Walaupun kisah menarik itu mungkin hanya mitos, tetapi inti bahwa kopi adalah produk kalangan sufi merupakan fakta yang terang.

Kita mungkin seringkali memanfaatkan efek kopi untuk menambah kekuatan konsentrasi dan bahkan begadang untuk mengerjakan tugas. Siapa sangka, tradisi menikmati manfaat kopi seperti itu ternyata dipopulerkan oleh kalangan sufi Yaman di Arabia selatan pertengahan abad ke-15. Bukan kebetulan jika Arabika, jenis kopi tertua yang dibudidayakan manusia, terdengar kearab-araban. Sebab, tumbuhan kopi dipercaya berasal dari kota Kaffa di Arab Selatan. Tentu saja, para sufi memanfaatkan efek kopi untuk memperpanjang ketekunan dalam ibadah maupun menuntut ilmu, dan menuntaskan tugas mereka sebagai seorang hamba. 

Sebuah buku sejarah dan perkembangan kopi yang berjudul The World of Caffeine (2002), menemani saya menikmati kopi pahit pagi ini. Buku ini bagaikan jendela yang terbuka antara saya dan ahli hukum terkenal di Zabid, sebuah kota di Yaman, yang sedang mengisahkan sekelompok sufi yang sedang ngopi di kota Aden. Di sana, beberapa sufi yang hidup dengan sederhana sedang menikmati kopi. Mereka juga membuatkan secangkir kopi untuk ahli hukum terpelajar Muhammad Ba-Fadl al-Halrami, seorang ahli hukum terkenal, dan untuk Muhammad al-Dhabhani, seorang sufi yang sangat disegani. Keduanya minum kopi bersama sekelompok orang-orang teladan lainnya. luar biasa sekali!

Baca Juga  Pentingnya Menjaga Kebhinnekaan

Abd Al-Qadir al-Jaziri menulis catatan awal tentang sejarah kopi. Ia menjelaskan bahwa para Sufi akan menggunakan minuman tersebut sebagai stimulan, untuk membantu mereka tetap terjaga selama meditasi dan doa.

Menurut penelitiannya, kopi pada awalnya populer di Yaman dan digunakan oleh para Sufi untuk menjaga energi dalam ibadah dan dzikir yang panjang. Para sufi telah lama memanfaatkan kafein dalam kopi untuk mengusir kelelahan dan kelesuan, dan memberikan kecemerlangan dan kekuatan tertentu pada tubuh. Pada akhirnya, tradisi minum kopi dipraktekkan secara luas oleh orang-orang shaleh, terpelajar, dan para pengikutnya. Di antaranya untuk meningkatkan konsentrasi ibadahh, belajar, berdakwah, dan aktivitas lainnya.

Bukan sesuatu yang asing bahwa kaum Muslim dari berbagai bidang dan pekerjaan rutin menghadiri majelis malam yang dipimpin oleh guru spiritual atau para sufi. Sebelum memulai dzikir, atau ritual mengingat kemuliaan Tuhan, para sufi tersebut akan membagikan kopi. Dari sanalah tradisi ngopi bermula dan terus menyebar. Sebagaimana dikutip penulis buku The World of Caffeine (2002) bahwa,”Mereka meminumnya setiap Senin dan Jumat malam, memasukkannya ke dalam bejana besar yang terbuat dari tanah liat merah. Pemimpin mereka menyodoknya dengan gayung kecil dan membagikan kepada mereka untuk diminum, mengopernya ke kanan, sambil menyebut-nyebut salah satu pujian yang sering mereka lafalkan, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Mahakuasa, Realitas Yang paling Jelas’.“

Intinya, kopi hadir untuk memberikan manfaat, khususnya bagi produktivitas manusia. Cara sufi menikmati kopi sungguh luar biasa, tidak lain untuk memperkuat energi dalam menjalankan aktivitas shaleh. Belakangan kopi memang semakin populer dengan berbagai variasinya yang semakin kompleks. Namun, saat kita mempertahankan kesederhanaan secangkir kopi yang penuh manfaat, kita mungkin dapat terhubung dengan tradisi para sufi. Keberkahan kopi dapat kita nikmati bukan hanya dari keunikan aroma dan rasanya, namun juga karena efek kopi yang memberikan semangat positif. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.