Duka Karbala dan Kemuliaan Asyura

KolomDuka Karbala dan Kemuliaan Asyura

Asyura, 10 Muharram, kita peringati sebagai hari duka dan kesedihan. Cucu Rasulullah SAW, Imam Husein terbunuh secara brutal akibat kekejaman dan tingginya ambisi politik Yazid bin Mu’awiyah. Kepala Imam Husein telah terlepas dari badannya, perlakuan amoral ini menjadi peringatan agar kita tidak menjadi budak hawa nafsu duniawi, karena seseorang akan dengan mudahnya tak sadar diri bahwa dirinya manusia yang harusnya mengasihi sesama makhluk.

Kebencian yang diwariskan Mu’awiyah bin Abi Shufyan kepada keturunannya mengekor peristiwa suram. Meski Mu’awiyah merupakan sahabat Rasulullah Saw bukan berarti ia terlepas dari segala kealpaan. Bahkan, Mu’awiyah konon sebagai benih dari segala peristiwa buruk yang menimpa keturunan Rasulullah. Berangkat dari kebenciannya terhadap Ali bin Abi Thalib hingga terjadinya Perang Shiffin.

Kemudian sepeninggalan Imam Ali, perseteruan kembali terjadi kepada anaknya, Imam Hasan bin Ali yang ditunjuk sebagai khalifah. Sedangkan Mu’awiyah terus merongrong agar Hasan melepaskan jabatannya karena ditengarai dirinya lebih pantas dan berpengalaman. Hasan mencoba mengajak berdamai, tetapi ditolaknya. Bahkan, Mu’awiyah mengumpulkan pasukan bersiap menyerang untuk menggulingkan khalifah. Singkat cerita, Hasan melakukan perlawanan balik sayangnya ada banyak penghianatan yang semula mendukung Hasan justru berbalik menyerang khalifah dan mendukung Mu’awiyah.

Melihat situasi yang tak terkendali, Hasan mengajukan perdamaian di antara poinnya adalah menyerahkan jabatannya sebagai khalifah. Usai penyerahan itu, Hasan melanjutkan hidup hingga masa tuanya. Meski begitu, niat menghancurkan kehidupan Hasan terus berlanjut sebab beberapa rencananya dinilai terhalang oleh sosok cucu Nabi tersebut yang masih memiliki pengikut militan. Lantaran hal tersebut, diam-diam Mu’awiyah memprovokasi istri Hasan, lalu menjanjikannya menikah dengan Yazid. Alhasil, Hasan terbunuh di tangan istrinya karena racun.

Untuk kesekian kalinya perselisihan terjadi menimpa keturunan Rasulullah dengan lain generasi. Peristiwa Karbala ini terjadi di masa kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah dari Bani Umayyah, yang kemudian membunuh Husein bin Ali dalam pembantaian Karbala. Pada 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680) dengan membawa 4.000 pasukan, ‘Umar, anak Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang jenderal yang terkenal, mengepung Imam Husaen yang hanya didampingi oleh sekitar 200 orang dan membantai rombongan itu di Karbala.

Dalam buku History of The Arabs buah karya Philip K. Hitti, darah Husein yang tertumpah melebihi darah ayahnya sendiri menjadi cikal bakal pertumbuhan “mazhab Syiah”. Mulanya kedatangan Imam Husaen bertujuan untuk menghadiri panggilan orang-orang Kuffah dengan 100.ooo petisi yang tidak menyukai Yazid bin Mu’awiyah sebagai khalifah dan menunjuk Imam Husein untuk menggantikannya. Yazid dikenal sebagai orang yang kejam, tidak memedulikan rakyatnya hanya mau brfoya-foya dan hobi meminum khamr, Yazid al-Khumru julukannya.

Dalam beberapa versi memang Yazid penguasa secara de facto dan bahwa mempertanyakan otoritasnya berarti melakukan tindakan subversif yang meniscayakan hukuman mati. Mereka bersikeras bahwa kaum Syiah tidak boleh menilai fakta secara terbalik. Padahal, dalam pandangan lain Emad Baghi, sarjana Iran yang kini memimpin Organisasi Pembela Hak-hak Terpidana, menyatakan bahwa kesyahidan Husein harus dilihat sebagai simbol pasifisme dan rasionalitas, bukan tragedi.

Baca Juga  Bung Karno: Pemimpin itu Mencintai Rakyatnya

Baghi mengklaim, sebenarnya Husein lebih seorang pasifis ketimbang militan. Imam Husein sudah berkali-kali menawarkan negosiasi untuk dihentikannya penggunaan senjata dan untuk perdamaian kepada musuh yang mengepungnya. Imam Husein seorang yang percaya sepenuhnya, perang hanya menghancurkan kemuliaan. Menurutnya lagi, Imam Husein lebih memilih mati, ketimbang menyerah kepada penindasan, sesudah segala upaya kompromi di atas gagal.

Mungkin ada penilaian bagi sebagian orang, Husein yang datang ke Kuffah ibarat pemberontak yang melawan pemimpin sah, lantas meniscayakan hukuman mati. Namun, jika dilihat Husein di sini sebagai orang yang memiliki akhlak Syaja’ah, yakni berani. Berani menegur Yazid yang bersikap sewenangnya terhadap kekuasaan yang dimilikinya, akan tetapi saat ia sadar sikapnya akan menimbulkan peperangan, maka ia berupaya bernegosiasi dan berdamai.

Maka dari itu, keniscayaan hukuman mati pada Husein sama sekali tidak dibenarkan dengan argumentasi memberontak pada pemerintahan yang sah, terlebih upaya negosiasi perdamaian telah dilakukan. Kita mengetahui etika dalam Islam, seorang Muslim tidak boleh berperang kecuali ia diserang sebagai pertahanan menyelamatkan diri. Apalagi kepada mereka yang mengajukan perdamaian, keputusan pihak agar tetap melanjutkan peperangan berarti ia telah melanggar etika peperangan dan rasa kemanusiaan.

Kendati tragedi Karbala ini menukik luka dalam yang tak kunjung sembuh, perlu bagi umat Muslim untuk menanggalkan kebencian. Ini ironi pelajaran dari kebencian Mu’awiyah yang diwariskan turun temurun kepada Bani Umayyah, terkecuali Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengukir sejarah panjang yang sangat menyakiti tentang Ahlul Bait, bahkan umat Muslim sepanjang masa hingga Hari Kiamat.

Pada akhirnya, manusia yang tidak selesai dengan masa lalunya, akan menjadi budak dari masa lalunya karena itu hanya menyakiti dirinya sendiri dan berbagai resiko kesehatan. Ada berbagai alternatif untuk menyalurkan kepedihan jika memang harus berupaya merasakan seperti yang dialami Imam Husein, misal mendonorkan darah lebih baik ketimbang menyayat-nyayat dahi agar keluar darah dari kepala atau cara menyakiti diri lainnya.

Percayakan, bahwa Imam Husein pun tidak ingin orang-orang yang mencintai turut merasakan kegetiran yang dialaminya. Barang tentu, ia akan lebih bahagia jika yang mencintai sang imam cukup dengan mengenangnya dapat merasakan kekhusukan dalam beribadah dan menebar kasih kepada sesama manusia terlepas dari kepentingan politik, materi, dan popularitas lainnya. Semoga duka Karbala di hari Asyura menjadi kemuliaan bagi siapapun yang mengenang Imam Husein dengan segala penghormatannya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.