Gus Nadir: Kita NKRI, Jangan Tiru Taliban

BeritaGus Nadir: Kita NKRI, Jangan Tiru Taliban

Prahara yang terjadi di Afghanistan saat ini menjadi pelajaran besar bagi Indonesia. Bangsa ini beruntung karena memiliki komitmen terhadap NKRI, sehingga kedaulatan tidak terpecah belah dan tetap berdiri kokoh. Namun, penting sebagai negeri yang memimpikan peradaban besar, harus mengupayakan kecerdasan bagi kehidupan bagsanya agar tidak mudah terombang-ambing oleh ideologi yang serampangan sehingga memiliki pendirian yang kuat terhadap cita-cita luhurnya.

Sebagaimana yang disebut para pendiri bangsa dalam pembukaan UUD 1945, bahwa dinyatakannya kemerdekaan bagi rakyat Indonesia adalah berkat dan rahmat Tuhan dan keinginan luhur dalam berbangsa yang bebas. Gus Nadir atau sapaan akrab Nadirsyah Hosen yang tengah menguraikan pembukaan UUD 1945 menyatakan, “Kalau kita simak, tidak ada satupun dalam kalimat pembuka tersebut bertentangan dengan ajaran Islam”, ujarnya dalam webinar tentang Sehat Bangsaku Doa Untuk Indonesiaku yang diselenggarakan Pertiwi Indonesia (17/08).

Apa yang termaktub dalam UUD, tampak jelas para pendiri bangsa ingin membangun peradaban yang tinggi dan luhur. Itu sebabnya, masyarakat Muslim Indonesia tak seharusnya menuntut pergantian sistem dan ideologi negara ini dengan khilafah, selain menguatkan jiwa nasionalisme itu sendiri. Kelompok Taliban yang juga pengusung khilafah, kini menjadi trending global karena penguasaan pemerintahan dengan penerapan sistem Islam garis keras. “Dunia mutakhir tengah memantau Taliban yang berhasil berkabung merebut ibu kota dan pemerintahan Afghanistan, sampai rakyatnya menjadi porak-poranda, bahkan presidennya pun kabur dari negaranya”, papar Gus Nadir.

Penulis buku Islam Yes, Khilafah No ini juga mengungkapkan, “Peristiwa yang terjadi tersebut karena ketiadaan nasionalisme di Afghanistan. Loyalitas individu mereka bukan negara, akan tetapi lebih kepada klan dan suku, sehingga  ketika bangsanya bermasalah, maka yang pertama mereka lakukan adalah meninggalkan bangsanya dan kembali pada suku dan klan mereka. Sebab ikatan suku dan klan telah ada sebelum negaranya berdaulat, karenanya ditengarai lebih berharga” ujar Dosen Monash University.

Baca Juga  Habib Syech: Umat Rasulullah Mebebar Perdamaian, Bukan Kebencian

Setelah Afghanistan dikuasai, rakyatnya dibungkam, “Taliban menjadi gerakan anti intelektual, perempuan tidak boeh belajar, teks keagamaan tidak boleh ditafsirkan berbeda dengan pemahaman mereka, dan atas nama perjuangan agama, nyawa manusia tidak ada harganya”, tandasnya.

Padahal, kejayaan Islam yang terjadi di zaman dulu dilatarbelakangi peradabannya yang maju, keilmuan yang tinggi dan luar biasa maju, kemajuan peradaban dunia adalah sumbangsih dari peradaban Islam, sehingga agama Islam disegani, bukan ditakuti. Namun, ketertinggalan intelektual, persaingan politik, dan lainnya memicu mentalitas umat Islam, khususnya wilayah Islam konflik tengah dalam keadaan psikologis kekalahan sehingga mudah emosional.

“Hal ironis ini terjadi akibat kaum cendekia dan kelas menengah yang memilih diam dan melepas tangan, entah karena takut, apatis, atau diam-diam mendukung, tentu tidak bisa kita biarkan apa yang terjadi di Afghanistan untuk terjadi pula di negeri kita tercinta ini” kata Gus Nadir,

Selain itu, kiranya kejumudan pemikiran adalah dalang kehancuran segalanya. Beruntungnya, edukasi founding father bangsa kita telah mengajarkan nilai keislaman yang universal, mentalitas intelektual, dan keberanian, “Bangsa Indonesia harus bisa saling menjaga, toleransi, dan menebar Islam yang rahmatan lil ‘alamin, bukan lil muslimin”, ujarnya.

Pada kesimpulannya, tugas NKRI selanjutnya bukan hanya tentang penguatan nasionalisme, melainkan mencerdaskan kehidupan bangsa. “Ayat iqra merupakan  perintah pendidikan pertama dalam Islam, sehingga untuk menguasai peradaban dunia, masalah pendidikan harus terpikirkan bagaimana mencerdaskan bangsa, mencerdaskan umat”, pungkasnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.